27 - RSCM

504 89 17
                                    

Luna jelas bukan seseorang yang senang berdiam diri di rumah, hanya melakukan kegiatan rutin seperti: bangun, mandi, makan dan tidur. Tapi hanya kegiatam rutin itu yang dia lakukan selama beberapa hari belakangan, atau lebih tepatnya sejak dia lulus dengan IPK yang tidak buruk.

Cewek itu sudah memasukkan lowongan pekerjaan ke banyak perusahaan, tapi hingga detik ini, progresnya sangat buruk. Belum juga ada panggilan dan Luna masih harus bertahan rumah di saat sang Ibu mulai menyindir Luna dan mengatakan jika putrinya itu tidak punya masa depan.

Ketiga sahabat dekat Luna sudah sibuk dengan kegiatan masing-masing. Temi sudah bekerja sebagai staff teknik sipil di sebuah perusahaan besar, Pamannya yang memasukkan Temi di sana. Siska membantu kedua orangtuanya membangun rumah makan keluarga mereka, mengingat Siska cukup handal dalam bidang memasak. Lalu, Ayu juga sedang menjalani masa training untuk dapat menjadi seorang reporter. Mereka memang berbeda jurusan.

Sedangkan Luna? Well, Luna mendapat gelar Sarjana Pendidikan. Menjadi guru adalah cita-citanya sejak lama dan beberapa bulan yang lalu, Luna sempat mengikuti tes Calon Pegawai Negeri Sipil. Luna akan sangat bersyukur jika dia dapat diterima menjadi guru TK atau SD. Alasannya sederhana: Luna dulu pernah menangis seharian meminta adik kecil kepada sang Ibu, tapi hingga sekarang tak kesampaian.

Sangat menyebalkan menjadi anak tunggal. Menjadi satu-satunya harapan keluarga. Menjadi satu-satunya penerus citra baik keluarga. Menanggung terlalu banyak beban.

Hari ini, Luna sudah sangat siap melewatkan satu harinya dengan menonton drama Korea yang semalaman dia tidak download, dengan cara wi-fi tetangga yang bodohnya tidak diberi password.

Sudah dua episode drama Korea berjudul Tomorrow With You dia tonton dan baru ingin melanjutkan menonton episode ketiga, suara telepon rumah Luna terdengar nyaring menggema di sekeliling ruang tengah. Luna hanya sendirian di rumah, Ayahnya pergi bekerja ketika sang Ibu tengah arisan bulanan.

Dengan malas-malasan, Luna bangkit dan mengangkat telepon tersebut.

"Halo, Luna di sini."

"Luna! Papa sama Mama kamu mana?"

Mata Luna menyipit. Dia menyisingkan lengan baju sambil berkata santai, "Maaf, ini siapa, ya?"

"Ini Om Bayu, Luna. Papa dan Mama di mana? Om cuma mau kasih tahu kalo Kakek dalam perjalanan ke rumah sakit. Stroke-nya kambuh."

Luna melotot. "Ya, Tuhan. Terus gimana keadaan Kakek?!" Luna bertanya panik. Bagaimana tidak? Luna cukup dekat dengan kakek dari Ibunya itu.

"Belum tahu. Yang ikut di ambulans Tante Shinta. Om ngikutin pake mobil Om dari belakang. Kita dalam perjalanan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo."

Luna memejamkan mata dan menggigit bibir bawahnya. "Aku ke sana, Om! Papa dan Mama aku hubungi nanti dan aku akan pastiin mereka nyusul." Luna berkata cepat.

"Oke, Luna. Terima kasih, ya. Nanti hubungi Om kalo sudah sampai di rumah sakit."

"Iya, Om. Kabarin aku juga kalo Kakek udah diperiksa."

Setelah itu, panggilan terputus dan Luna tergesa-gesa berlari memasuki kamar untuk mengganti pakaiannya. Hanya butuh lima menit, Luna sudah siap dan segera memesan Go-Jek yang akan membawanya ke rumah sakit.

Perjalanan ke rumah sakit memakan waktu hampir setengah jam dan setelah mencari di mana sang Kakek berada, Luna dapat menghela napas lega ketika bertemu Om Bayu yang mengatakan Kakek baik-baik saja dan sedang diperiksa lebih lanjut sebelum dipindahkan ke ruang rawat.

Luna tak tahu apa yang sedang dokter lakukan pada kakeknya di dalam ruangan Unit Gawat Darurat, tapi satu jam lain sudah berlalu dan belum ada tanda-tanda apakah pemeriksaan sudah selesai atau belum sampai suara decitan pintu terdengar dan seorang dokter muda langsung memberikan senyuman ramah kepada Luna dan juga saudaranya.

BumerangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang