39 - Lain

369 71 24
                                    

Sejak fotonya dan Nara yang beredar lalu, menjadi perbincangan hangat banyak orang selama hampir satu minggu penuh, akhirnya perlahan topik mulai tergantikan dengan gosip perselingkuhan selebriti lain. Sejak saat itu, Davi benar-benar harus berhati-hati untuk dapat menemui Nara, takut kejadian yang sama terulang lagi.

Sore ini, selesai melakukan pemotretan untuk iklan terbaru, Davi mengajak Nara bertemu. Davi sudah memarkirkan mobil di halaman parkir rumah sakit sejak satu jam lalu dan dia sudah memberi kabar Nara akan datang, tapi sampai sekarang, Nara tak kunjung datang.

Setelah beberapa menit kemudian, akhirnya Nara datang, tergesa-gesa sambil membawa sebuah kantung plastik putih. Nara sempat melirik kanan dan kiri sebelum masuk ke dalam mobil, duduk di bangku penumpang di samping Davi.

"Jalan, Pak." Davi memerintahkan Roy dan Roy menurut.

Perhatian Davi teralihkan kepada Nara yang tengah mengatur pernapasan. Kentara sekali jika cewek itu berlari cepat untuk mencapai mobil Davi dan Davi tersenyum melihatnya.

Davi meraih tissue di belakang mobil dan menggunakan tissue itu untuk menyeka keringat di tiap sudut wajah Nara, Nara tampak menahan napas dan menatap Davi yang saat ini berjarak sangat dekat dengannya.

"Gak usah lari-larian, harusnya. Gak buru-buru, kok. Kasihan lo-nya sampai keringatan gini. Tambah jelek."

Bibir Nara mengerucut, tapi dia tak memprotes sama sekali akan apa yang dilakukan Davi, mengelap keringat di wajahnya. "Gue, kan, gak enak. Lo udah datang dari kapan tahu dan beneran, tadi gue udah rapih sebelum dipanggil buat bantu korban kecelakaan di UGD."

Davi mengangguk dan menghentikan kegiatannya. Senyuman muncul di wajah tampan Davi. "Terus gimana soal bedah? Udah dapat tugas apa aja?"

Satu alis Nara terangkat. Cewek itu menggeleng. "Gue, kan, dokter umum. Bantu-bantu masalah kecil, mah, bisa. Tapi kalo soal bedah, mana bisa." Nara mengalihkan pandangannya ke kaca mobil di sampingnya. Nara terdiam dalam pikirannya sebelum dia menyadari sesuatu.

Nara menoleh dan di saat bersamaan, dia sudah merasakan beban di pahanya. Nara menunduk dan mendapati Davi yang memejamkan mata di pangkuannya. Senyuman tipis masih bertahan di bibir cowok itu.

"Mau ngopi dulu gak? Gue mau ke Starbucks." Davi berujar, tanpa membuka mata.

Nara menggigit bibir bawahnya. "Err, lo aja."

"Mau pesan apa?" Davi bertanya begitu saja.

Nara menghela napas pasrah. "Caramel Latte."

Davi mengangguk kecil dan melipat tangan di dada. Dia mulai memejamkan mata, masih dalam posisi setengah berbaring di pangkuan Nara.

☢☢☢

Jika dihitung, ini sudah seminggu lamanya sejak pertemuan terakhir Luna dan Davi, seminggu lebih lamanya juga sejak pertemuan terakhir Luna dan Wisnu. Luna duduk seperti biasa di kursi kayu panjang di taman belakang sekolah tempatnya mengajar tepat di pukul setengah satu siang, membawa bekal yang disiapkan sang Ibu tadi pagi.

Saat Luna datang ke apartment Davi untuk mencari Wisnu, tapi malah Davi yang dia temui, Luna mengobrol banyak dengan Davi dan sepertinya memang sulit menggali informasi pribadi dari Davi, mengingat yang Davi ceritakan kepada Luna adalah murni mengenai Wisnu. Hanya Wisnu, Wisnu dan Wisnu. Tapi setidaknya, Davi memberitahu satu rahasia yang Luna coba untuk mengerti.

Cukup terkejut saat Davi bilang, bukan hanya ayah Nara yang menyembunyikan perselingkuhan Ibu Davi dan suaminya yang sekarang. Wisnu juga berperan untuk menjaga rahasia itu. Bedanya, Wisnu melaporkan semua kepada ayah Davi dan langsung diberi penghargaan oleh Alan sedangkan, ayah Nara yang telat memberitahu dan yang terjadi adalah sebaliknya.

BumerangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang