07 - Ingin Tahu

659 107 11
                                    

"Gak bisa dibiarin. Harus dikasih pelajaran si Wisnu bego itu. Abis bikin melayang, lo dijatuhin begitu aja. Gue gak terima temen gue digituin!"

Temi berkata menggebu-gebu setelah mendengar cerita Luna mengenai hubungannya dengan Wisnu. Hari ini, Luna terlihat sangat buruk. Luna yang biasanya ramah, balas menyapa tiap sapaan yang ditujukan padanya, tiba-tiba seperti orang tuli yang mengabaikan semua sapaan itu. Tak ada senyumnya hari ini. Bahkan dia tak mengenakan make up sama sekali, penampilannya juga asal-asalan, tak seperti biasa. Ditambah mata yang kentara sembab.

"Gue setuju! Kalo perlu, samperin dia ke tempat tinggalnya! Biar gue kebiri dia sampai mampus!" Ayu berkata menambahkan ucapan Temi yang disambut anggukkan kepala oleh Siska.

Di saat Ayu dan Temi sangat berapi-api mengomentari cerita Luna tentang hubungannya dengan Wisnu, Siska menatap sekeliling dan mendapati sosok yang selalu mencuri perhatiannya tengah duduk bersama dengan seorang cewek, disudut kantin. Itu pacarnya dan Siska benci melihat pemandangan itu.

"Kalo perlu santet aja sekalian! Gedek gue, jadinya! Di deket rumah sodara gue di Banten, ada dukun santet!"

Perhatian Ayu dan Temi teralih ke Siska yang tiba-tiba berkata lebih-lebih dari mereka berdua. Ayu dan Temi mengernyit heran, tapi lebih memilih mengangguk-anggukkan kepala setuju daripada bertanya lebih lanjut. Capek nanya banyak-banyak ke Siska. Kasian otaknya jika diajak berpikir keras.

Temi yang masih menatap Siska heran mulai berkata, "Nah, sekarang, kita samperin dia. Lo coba aja omong baik-baik, kalo gak bisa baik-baik, lo panggil nama kita bertiga tiga kali, Lun."

"Lo pikir gue setan?!" Ayu menanggapi dengan nada nyolot.

Temi memutar bola mata. "Itu perumpamaan, Sayang. Sudahlah, teman-teman, kita gak punya banyak waktu buat bercanda. Teman kita yang paling cantik dan populer di kampus sedang ada masalah dengan pacarnya yang sialan. Kita harus membantu teman kita lepas dari masalahnya."

Luna yang sedari tadi diam menundukkan kepala mengangkat wajah dan menggeleng. "Enggak, gak usah. Gue cerita biar beban gue berkurang aja, gak maksud buat ngelibatin kalian ke masalah gue dan Wisnu."

Ayu menggeleng. "Enggan, Lun. Masalah lo adalah masalah kita. Kalo ada yang nyakitin lo, itu berarti dia nyakitin kita juga jadi, kita harus rame-rame nyelesaiinnya."

"Lah, curang, dong kalo kita rame-rame terus si Wisnu sendiri? Gak seimbang, gak adil."

Siska menciut ketika komentarnya ditanggapi dengan tatapan pedas Ayu dan Temi. Ayu dan Temi baru mau mengomeli Siska, tapi Luna sudah melerai dengan berkata, "Gue gak apa-apa. Ini bukan putus pertama yang gue jalanin. Bentar lagi juga lupa. Tenang aja."

Tiba-tiba, Luna bangkit berdiri sambil meraih tasnya, "Guys, gue ke kelas duluan, ya. Sampai ketemu nanti."

Setelah itu, Luna melangkah meninggalkan teman-teman yang masih menatapnya cemas di kantin. Temi, Ayu dan Siska saling bertatapan.

"Gak bisa dibiarin. Gue mau buat perhitungan sama Wisnu. Sumpah, ya, itu anak gak ada bersyukurnya punya pacar kayak Luna yang sabar nungguin dia." Temi mengepalkan tangan, kuat.

Ayu mengangguk. "Setuju. Tapi jangan pake kekerasan. Wisnu terlalu tampan dan cute, oke?"

Temi memicingkan mata kepada Ayu. "Eh, gak peduli, ya, dia ganteng atau apapun itu, kalo dia nyakitin cewek, tetap aja dia banci! Apalagi cewek yang disakitin itu sahabat gue!"

"Iya, gue paham, tapi gak usah pake kekerasan juga! Kekerasan gak bakal nyelesaiin masalah!"

"Jangan-jangan lo nikung Luna di belakang makanya, si Wisnu mutusin Luna?! Lo belain Wisnu banget, anjir!"

BumerangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang