"Cut! Good job, Davi, Adri!"
Davi menghela napas lega ketika syuting hari ini selesai, tepat pukul sebelas malam dari pukul sepuluh pagi. Davi langsung melangkah hendak menghampiri Atika yang biasa menunggu di dekat sutradara, tapi langkahnya terhenti ketika sebuah tangan menahan lengannya.
Davi menoleh dan Adriana Maharani menatapnya tajam. Tangan Davi dengan santai menepis lembut tangan Adriana yang memegang lengannya.
"Kenapa?"
"Kamu kenapa, sih?"
Satu alis Davi terangkat mendengar pertanyaan yang ke luar dari mulut lawan mainnya itu. Adriana mengerucutkan bibir, kakinya menyentak tanah. Dia terlihat sangat gelisah.
"Lah, kok, lo yang nanya? Harusnya gue yang nanya, lo kenapa? Ngapain nahan-nahan gue buat balik? Syutingnya udah kelar."
Tangan Adriana mengepal gemas, matanya melotot ketika mulutnya dibuat menggembung. Davi tambah heran dibuatnya.
"Lo sehat?" Davi menggerakkan tangannya, menyentuh dahi Adriana yang memutar bola matanya. "Gak panas. Berarti lo gak sakit. Ya, udah. Sana balik. Gue juga mau balik." Davi menarik tangannya dari lengan Adriana.
Cowok itu sempat melambaikan tangan sebelum melangkah meninggalkan lokasi syuting, bersama sang manajer yang sedari tadi setia menemani.
"Adriana!"
Adriana menoleh dengan wajah kesalnya ke manajer yang tiba-tiba datang, membawa sebotol air mineral kepada aktrisnya. Sang manajer menghela napas, paham akan maksud raut kesal Adriana tersebut.
"Ada gosip dia gay. Percuma aja kamu berusaha keras. Selama ini, hampir semua aktris cantik yang ngaku suka sama dia ditolak mentah-mentah."
Adriana mendesah gelisah. "Hah, terus gimana, dong? Aku udah taruhan lima belas juta kalo aku bisa naklukin cowok itu. Susah banget ternyata."
Sang manajer menggelengkan kepala. "Adri, kamu tahu, kan, selalu ada balasan atas segala sesuatu? Begitupun dengan hobi aneh kamu tentang taruhan mendapatkan cowok. Kamu harus lebih berhati-hati akan hal itu."
Adriana merajuk seperti anak kecil. "Terus gimana? Aku udah pasang lima belas juta. Total yang aku bakal dapat kalo aku menang itu sekitar lima puluh juta lebih. Waktu aku tinggal tiga hari sampai syuting selesai."
Manajer Adriana tak tahu harus berkomentar apa. Capek juga memberitahu, tapi tak didengar. Setidaknya, Davino bukan cowok pertama yang menjadi bahan taruhan Adriana dan manajer Adriana bersyukur, Davi bukan cowok yang mudah jatuh cinta.
☢☢☢
Davi menghela napas menyadari keberadaan seseorang di lantai tempatnya tinggal. Cowok itu melangkah ke luar elevator dan diam sejenak, memperhatikan cewek yang masih kekeuh menyamar menjadi room service dan saat ini tengah kelelahan menyandar pada dinding.
Luna menyeka keringat di dahi dan baru ingin melanjutkan pencariannya saat dia merasakan kehadiran seseorang. Cewek itu menyeringai lebar melihat Davi yang berdiri di depan elevator. Mau tak mau, Davi melangkah menghampirinya, sambil membawa satu cup Americano di tangan kanannya.
"Lo tinggal di lantai ini, ternyata. Pantes baru ketemu sekarang. Lantai paling tinggi, euy."
"Bukannya gue udah bilang? Wisnu gak lagi tinggal di sini. Mau sampai lebaran monyet lo cari dia di sini, gak bakal ketemu." Davi menjawab santai, melangkah hingga berhenti di depan pintu kamarnya. Kamar nomor 2313.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumerang
General FictionLuna baru benar-benar menjalin hubungan serius bersama Wisnu meskipun, Wisnu tak jarang membuat Luna naik darah. Di saat hubungan mereka hendak meningkat ke jenjang yang lebih tinggi, sesuatu terjadi dan terpaksa membuat mereka saling menahan keingi...