09 - Tangga

584 102 22
                                    

Perjuangan Luna hanya untuk mengetahui fakta keberadaan Wisnu benar-benar tak main-main. Berawal dari penyamarannya sebagai seorang nyonya sosialita yang menghabiskan uang tabungan hanya untuk menyewa satu kamar studio apartment kelas atas ini yang nyatanya memiliki harga sewa per hari sama seperti uang jajan Luna satu bulan. Masa bodoh uang tabungannya habis, yang penting Luna harus menemukan Wisnu dan meminta penjelasan pada cowok itu.

Tapi menjadi nyonya sosialita menghalangi gerak-gerik Luna. Ditambah lagi dengan sanggul atau konde atau apapun itu yang super besar menempel pada kepalanya dan wedges 15 centimeter yang nyaris membuat nyawa Luna melayang jika saja dia tak berhasil menyeimbangkan tubuh ketika tersandung. Siapa tahu jika dia gagal menyeimbangkan tubuh, Luna terjatuh dengan posisi kepala yang menabrak keras lantai marmer terlebih dahulu? Amit-amit, amit-amit.

Oleh karena itu, Luna memutuskan untuk mencuri pakaian petugas room service sehingga, dia bisa masuk ke satu kamar ke kamar lainnya supaya dapat menemukan Wisnu lebih cepat dan semua berawal dari lantai 5.

Wisnu pernah bilang, dia tidak tinggal di lantai bawah dan dia selalu bisa melihat pemandangan indah kota Jakarta dari tempatnya berada tiap malam. Itu berarti mustahil Wisnu bisa melihat pemandangan kota Jakarta dari lantai satu atau lantai-lantai rendah. Ditambah, Luna memang punya firasat Wisnu tinggal di lantai yang cuku tinggi karena dia pernah bilang ingin mati saat elevator rusak dan dia harus menaiki tangga untuk dapat mencapai lantai tempatnya tinggal.

Ah, Luna tak sabar ingin melihat wajah terkejut Wisnu saat melihatnya memasuki tempat tinggalnya dengan penyamaran room service yang sangat sempurna.

Saking bersemangatnya Luna, dia melupakan fakta jika dia punya riwayat sakit tifus yang tentunya melarang Luna untuk dapat bekerja terlalu keras.

☢☢☢

"Hei,"

Davi yang tengah membaca naskah untuk adegan selanjutnya yang akan dia lakoni mendongak mendapati sebuah tangan terulur kepadanya. Tangan milik seorang cewek cantik yang Davi kenali sebagai lawan mainnya di film Romeo dan Juliet versi Indonesia ini, tangan milik seseorang yang selalu Kak Atika minta Davi untuk waspadai.

Davi hanya menatap uluran tangan Adriana Maharani sebelum menatap naskahnya lagi. Adriana mulai kehilangan kesabaran. "Duh, lo itu kenapa, sih? Gue cuma mau kenalan dan bersikap baik ke lo, lo-nya malah kayak gini."

Ucapan Adriana membuat Davi mengernyitkan dahi heran. "Kenalan? Bukannya udah pernah kita kenalan?"

Adriana menggembungkan pipi kesal lalu, memilih duduk di samping Davi, tak peduli Davi menggeser sedikit tempat duduknya tadi karena kehadiran Adriana.

"Gue, eh maksudnya aku mau kenalan lebih lanjut sama kamu. Biar chemistry kita tambah dapet. Emang salah?"

Davi mengangguk. "Emang salah. Gue gak mau punya chemistry sama lo."

Adriana menganga dan baru ingin kembali berkomentar saat Davi bangkit berdiri dan melangkah pergi begitu saja, tanpa memperdulikan tatapan beberapa kru dan wajah memerah Adriana yang menahan malu.

"Dav,"

Langkah Davi terhenti saat mendengar suara Kak Atika. Didapatinya Kak Atika membawakan sebotol minuman kepada Davi. Davi meraih botol minum itu, meneguk hingga habis air di dalamnya.

"Hati-hati sama Adriana, oke? Jangan terlalu dekat, jangan terlalu kasar juga."

Davi menanggapi pesan Kak Atika dengan anggukan singkat.

☢☢☢

Luna menyandarkan tubuhnya pada dinding tangga. Sungguh, tubuhnya sangat lemas saat ini, napasnya tak beraturan dan baru kali ini, Luna benar-benar merasa ingin mati saja. Keringat dingin mulai mengalir dari sekujur tubuhnya.

BumerangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang