Part 13

2.5K 174 1
                                    

****

   Terima kasih banyak sudah mampir, jangan lupa abis baca tinggalin vote dan komentarnya ya ^0^

***

    Arka menghela napas untuk kesekian kalinya, matanya melihat jam di dinding ini sudah lewat batas sarapan seorang pasien. Berdecak kecil menatap mangkuk bubur yang masih utuh di meja, bahkan air di gelas pun tidak berkurang semili pun.

   Entah harus bagaimana lagi membujuk temannya tersebut. Jangankan ia, Kendrick dan Zachary pun tidak bisa membujuk dan akhirnya menyerah.

     "Darren!" lagi-lagi panggilan Arka di gubis temannya tersebut, menoleh padanya saja tidak. Sejak sadar dari kejadian kemaren malam, tingkahnya berubah.

   Hanya berdiam tanpa bersuara sedikit pun, tatapannya juga hanya mengarah pada jendela. Entah apa yang di pandanginya, di luar hanya hari yang sudah pagi.

   "Kau harus cepat sembuh jika ingin masalahmu juga selesai." 
  Sekali lagi Arka mencoba membujuk, meski bagian hati kecilnya sedikit was-was melihat kondisi Darren.

   Mereka saling berpandangan menghela napas lagi, lalu bersamaan keluar ruangan tersebut. Duduk di kursi tunggu.

     Kendrick mengusap wajahnya bingung, "Kita tidak akan berhasil membujuknya."

     Zachary mengangguk kecil, ia ingat sebelum tak sadarkan diri Darren menyebut nama Iriana berkali-kali, "Satu-satunya yang di butuhkannya hanya gadis itu,"

   "Aku sudah meminta Alicia membujuk Iriana agar mau bertemu dengan Darren, dan menyelesaikan masalah mereka." sahut Arka, ia harap Istrinya itu bisa membujuk Iriana.

****

   Prang!

  Gelas berisi jus tersebut terlepas dan jatuh ke lantai, pecahannya berserakan hingga jusnya meluber kemana-mana.

   Mengabaikan gelas tersebut Iriana lebih memilih menoleh ke Alicia, yang mengatakan hal yang membuat hatinya langsung pecah seperti gelasnya.

   Matanya menatap menyakinkan apa yang di dengarnya ada salah, tapi melihat ekspresi Alicia yang serius. Ia menghela napas ini tidak akan baik.

   "Apa dia baik-baik saja?"

   Alicia menggeleng, "Tidak. Dia tidak akan menjadi baik-baik saja jika kau tidak menemuinya,"

   Aira meraih tangan temannya tersebut menepuk-nepuk kecil, "Jenguk lah dia, Na. Apa kau tidak ingin menyeselsaikan masalah kalian."

  Iriana menundukan kepalanya, ada genangan air mata yang harus di tahannya, "Hubungan kami sudah selesai. Tidak ada yang bisa di selesaikan lagi,"

   "Itu menurutmu Na. Tapi bagi Darren mungkin belum, jangan menyiksa perasaan kalian seperti ini. Coba lah bicarakan sekali lagi bersama," ujar Yuu.

    Iriana mengusap air matanya yang mulai turun dengan cepat, mendengar Darren masuk rumah sakit membuat hatinya memang gelisah, ia takut. Tapi, di lain pikirannya ia merasa bersalah yang belum bisa di hapusnya. "Aku tidak tau."

****

 
  Iriana melangkah kakinya memasuki Rumah Sakit, langkahnya terlihat pelan lebih tepatnya ada rasa ragu dengan apa yang ingin di lakukannya.

   Sejak mendengar Darren masuk rumah sakit ia tidak bisa tenang, perasaannya selalu cemas dan takut. Bahkan, semalaman ia tidak bisa memejamkan matanya di pikirannya hanya Darren.

   Akhirnya egonya mengalah, pagi ini ia akan melihat kondisi Darren. Bagaimana pun juga sepertinya gara-gara ia juga Pria itu sa.pai di rawat di Rumah Sakit.

   Kakinya berhenti tepat di depan sebuah pintu yang di tujunya, di dalam sana ada pria yang sampai sekarng pun sangat di cintainya. Entah seperti apa kondisinya, terakhir ia dengar Darren bahkan tidak mau berbicara dengan siapa pun.

   Matanya menatap ragu kenop pintu tersebut yang di sentuhnya, rasa ragu masih membebaninya, ia takut apa kedatangannya akan menganggu pria tersebut.

   "Kau tidak masuk?"

   "Astaga!" sontak saja Iriana terlonjak kaget, mendengar ada suara menegurnya di belakang. Dengan cepat ia berbalik, "Arka."

  
   "Akhirnya kau datang juga, tapi kenapa kau tidak masuk malah berdiri di sini?" tanya Arka dengan kening mengerut.

   Iriana tidak menjawab hanya tersenyum kecil, itu pun terlihat di paksakan, "Bagaimana keadaannya?"

   Arka menghela napas gadis itu malah balik bertanya, tangannya membuka pintu tersebut, "Masuklah jika kau ingin tau kondisinya, sejak tadi pagi ia menolak makan. Kami sudah membujuknya, tapi dia seperti mayat hidup tidak mau mendengar."

  
   Mata Iriana membulat kaget mendengarnya, bagaimana mungkin Darren bertingkah seperti itu pada hal ia sedang sakit. Dengan pelan ia melangkah masuk ke dalam, di ujung sana ia bisa melihat Darren yang duduk dalam diam.

  Matanya hanya fokus pada jendela yang terbuka, ia menatap dengan tatapan kosong. Dengan pelan Iriana menghampiri, pria itu masih tidak melihat padanya. Bahkan, saat ia duduk di hadapannya pun Darren masih tidak mau berpaling dari jendela.

    Hatinya merasa teriris melihat kondisi kekasihnya yang terlihat lebih kurus, berantakan dan paling menyakitkan pria itu hanya diam dengan pandangan kosongnya.

   Tidak ada lagi suara merdu yang menyebut namanya, tidak ada lagi tatapan hangat untuknya, dan Iriana tidak melihat senyuman hangat yang biasanya di berikan untuknya.

    Dengan pelan Iriana menyentuh tangan Darren, berusaha menyadarkan pikiran pria itu tentang kedatangannya. Tapi, lagi-lagi ia tersenyum pilu kekasihnya itu tidak merespon sedikit pun.

    "Darren ... maafkan aku ... maafkan aku." ucap Iriana mengusap lembut, tapi Darren tidak merespon juga.

   Runtuh sudah pertahannya, air matanya mengalir, "Darren, kumohon," pintanya terisak.

   Tubuh Darren tersentak kecil, matanya bergerak merespon ia mendengar suara gadisnya yang menangis. Kepalanya menoleh berhadapan dengan Iriana, ia bisa melihat air mata dan isak yang terdengar menyakitkannya.

    "Iriana!? Benarkah ini kau? ... Benarkah ini kau sayang?" ucap Darren berulang-ulang antara percaya dan tidak penglihatannya, gadisnya ada di hadapannya mengangguk membenarkan.

   Spontan saja Darren langsung memeluk erat tubuh kekasihnya tersebut, ia menangis ada rasa bahagia karena ini nyata.

   

  "Jangan pergi lagi! Kumohon ... jangan tinggal kan aku, kumohon Sayang! Aku tidak mau ... aku tidak mau berpisah denganmu, aku tidak mau." ucap Darren memohon dengan sangat tangannya mengenggam tangan Iriana dengan erat ia benar-benar takut gadis yang di cintainya itu akan meninggalkannya.

   Iriana mengangguk membalas pelukan hangat yang sangat di rindukannya, "Aku juga tidak mau berpisah denganmu. Aku ingin bersamamu, Darren."
 

   Darren melepas pelukannya menangkup wajah gaadisnya, mengusap jejak air mata tersebut, "Aku sangat mencintamu Iriana, dan aku ingin seumur hidupku bersamamu." ungkapnya mengecup kening gadisnya dengan penuh sayang.

    "Aku juga sangat mencintaimu Darren." sahut Iriana tersenyum memeluk prianya dengan bahagia.

    "Ya Tuhan, jika Darren memang takdirmu yang di tetapkan untukku, maka aku akan menerimanya sama seperti aku mencintainya."

   "Ya Tuhan, aku sangat mencintainya melebihi apa pun, jangan biarkan aku kehilangannya dan biarkan aku menjadi bagian dari kebahagian takdir hidupnya."

 

   ~~**Bersambung**~~

📕 MEMORIES and RAIN ☔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang