Minwoo menatap langit siang itu, ia menghela nafas. Ditepi lapangan, ia terdiam tengah menenangkan diri. Ia meremas minumannya, lalu membuangnya sembarangan.
Ia menatap ke lapangan, disana terlihat Youngmin tengah bermain basket. Ia melihat Youngmin seperti memiliki banyak tekanan, ia mencoba mengalihkannya dengan bermain basket.
Minwoo menghela nafas, pelan. Pria keras kepala itu tak mau mengatakan semuanya dengan jujur, ia hanya memendamnya dalam-dalam.
Minwoo segera menghampiri Youngmin yang sudah kelelahan, ia mengambil bola itu dari tangan Youngmin. Pria itu terlihat kaget, apalagi saat Minwoo mencetak angka.
"Apa yang kau pikirkan? Bukankah kau sudah bermain sejak sejam yang lalu? Kau belum makan siang, Young."
Youngmin hanya memutar matanya, lalu mengambil bolanya kembali. "Jangan pedulikan aku, kau pedulikan saja gadis kecil itu." ujarnya, membuat Minwoo sedikit kesal.
Minwoo menatap Youngmin, tadi ia melihat Minji menangis setelah bertemu dengan Youngmin. "Apa yang kau lakukan padanya? Kenapa dia bisa menangis seperti itu?"
"Aku hanya tak ingin diganggu dengan hal kekanakan yang dia lakukan, aku tak terbiasa." ujar Youngmin, sedikit sebal.
"Kekanakan? Dia mengkhawatirkanmu, Young. Dia sangat memperhatikanmu, tidakkah kau tersentuh melihatnya?"
"Aku tak menyukainya, lalu kenapa? Apa urusannya denganmu?"
"Apa yang kau pikirkan, Young? Dia menyukaimu dengan tulus, lalu kau menyia-nyiakan gadis seperti itu?"
"Lalu, kenapa? Apa kau ingin aku membalas perhatiannya juga? Apa aku harus kekanakan seperti itu juga?"
"Setidaknya hargai dia, kau perlu melakukan itu. Sangat sulit mencari gadis seperti itu, kau sangat beruntung." ujar Minwoo sambil berjalan, pergi.
Beruntung? Aku? Kau yang lebih beruntung, karna dekat dengan orang yang kau sukai. Kau belum menyadari kalau kau sebenarnya menyukai Minji, Minwoo.
***
"Apa? Minji menghilang? Bagaimana bisa?" tanya Minwoo, saat ia bertemu dengan Kwangmin dan Youngsun malam itu.
"Ya, dia tak bisa kuhubungi sejak tadi siang. Dia tak biasa bersikap seperti ini, karna itulah aku menghubungi Youngsun." ujar Jeongmin, khawatir.
"Lalu, dia dimana? Apa kau tau?"
"Tidak, dia mematikan ponselnya sejak sore tadi." ujar Youngsun, panik.
"Kita harus menemukannya sebelum hujan, dia tak tahan udara malam dan hujan." ujar Jeongmin, panik.
"Baiklah, bagaimana kalau kita mulai mencari di tempat yang sering ia kunjungi?"
"Benar, aku mungkin tau tempatnya."
"Ketemu tidak?" tanya Minwoo, sesaat setelah mereka bertemu lagi. Mereka menggelengkan kepalanya, suasana semakin panik. Hujan mulai turun dengan cukup deras, hal itu semakin membuat Jeongmin panik.
"Kita harus kemana lagi, nih? Semua tempat sudah kita kunjungi, tapi Minji tak ketemu juga." ujar Minwoo, bingung.
"Bagaimana? Hari semakin larut, kita tak bisa meneruskan pencarian karna hujan."
"Lalu, bagaimana dengan adikku? Apa kalian tak memikirkannya?" teriak Jeongmin, frustasi.
"Tenang, Hyung." ujar Minwoo, pelan. "Kalian pulang saja, aku yang akan mencarinya."
"Tapi, Minwoo?"
"Aku yang akan mencarinya, nanti aku akan menghubungi kalian kalau dia ketemu." ujar Minwoo, membuat Kwangmin terdiam. "Lihat Youngsun, dia bisa sakit."
Kwangmin menatap gadis itu, ya, dia telah pucat.
"Hyung, bukankah Hyung harus bekerja besok? Aku akan menemukannya, aku janji. Aku takkan berhenti sebelum menemukannya, Hyung."
"Ta-tapi..."
"Serahkan padaku, Hyung. Aku akan menemukannya, tenang saja."
Jeongmin menghela nafas, pelan. "Baiklah, kuserahkan adikku padamu." Ujarnya, membuat Minwoo mengangguk.
"Cepat pulang, nanti kau bisa sakit." ujar Kwangmin, tersenyum.
Minwoo tersenyum, lalu ia menatap Youngsun. "Kau harus segera pulang, sebelum dia sakit flu." Ujarnya sambil mengusap rambut Youngsun, Kwangmin mengangguk.
Jeongmin dan Kwangmin pun pergi sambil membawa Youngsun menuju mobil mereka, Minwoo pun pergi dari sana.
***
Minji memandang seluruh deretan toko didepannya, ia mengendarai sepedanya dengan asal. Ia ingin melepas bebannya selama ini, ia pun berniat berkeliling dengan sepedanya itu. Minji tak memperdulikan hujan yang sedari tadi mengguyurnya dengan cukup deras, membuatnya sedikit kedinginan. Ia hanya ingin menikmati malam itu dengan damai, tanpa memikirkan semua hal yang membebaninya.
Minji berhenti di Sungai Han, ia menatap kejernihan sungai itu. Ia tersenyum, lalu membuka headset yang sedari tadi menyumpal telinganya. Ia duduk ditepi sungai itu, lalu menghela nafas.
Apa yang harus kulakukan sekarang? Bahkan dia tak menyukaiku? Apa aku harus membuatnya jatuh cinta padaku? Apa aku menyerah saja? Apa semuanya hanya sampai disini? Semua usaha yang telah kulakukan selama ini hanya berakhir sampai sini?
Minji menghapus airmatanya, lalu menghela nafas pelan. Kenapa rasanya harus sesakit ini? Melihat Youngsun memiliki perasaan yang sama pada Youngmin dan pria itu yang tak menyukaiku, kenapa rasanya sakit sekali? Apa tak ada orang yang akan menyukaiku? Menyukai semuanya yang ada pada diriku? Oppa mungkin benar, tak ada yang akan menyukai gadis kecil sepertiku.
Sedari sore tadi ponselnya tak berhenti bergetar, ia tak memperdulikan itu. Dia hanya sedang ingin sendiri, tanpa ada orang yang akan mengganggunya. Dia ingin menghilang dari bumi ini, walau hanya satu menit. Dia hanya ingin hidup damai, walau hanya sesaat.
Minji hanya diam disana, tak memperdulikan bajunya yang basah karna hujan. Ia hanya menatap air sungai yang tak terlihat tenang, karna hujan yang tak henti menimpanya. Ia menangis, membiarkan air hujan menyamarkan airmatanya.
Tiba-tiba saja ia merasa air hujan tak membasahinya, ia menatap ke langit. Sebuah jaket telah melindunginya, ia menatap sang pemilik jaket yang juga menatapnya.
"Apa yang kau lakukan disini, Minji? Membunuh dirimu sendiri?"

KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE MY DESTINY (END)
ФанфикBerawal dari kejadian masa lalu, Minji bertekad untuk mencari pangeran impian yang dulu pernah ia temui. Dengan temannya, ia pun menemukan sang pangeran itu. Pada awalnya semua berjalan lancar, Minji mulai dekat dengan sang pangeran masa kecilnya it...