Minji menghela nafas, lagi-lagi Youngsun meninggalkannya. Ia mendengus, lalu berjalan masuk ke kelasnya. Ia melihat Youngsun tengah membaca sebuah novel, ia segera menghampiri gadis itu.
"Kenapa kau meninggalkanku lagi?" tanya Minji, membuat Youngsun kaget.
"Maaf, Minji. Aku tak bermaksud meninggalkanmu, kau tau kan orangtuaku."
"Apa hubungannya dengan mereka?" tanya Minji sambil duduk disamping Youngsun, penasaran.
"Kwangmin menjemputku lagi, orangtuaku menyuruhku berangkat bersamanya." ujar Youngsun, sebal.
Minji tersenyum, geli. "Benarkah? Apa mereka berniat menjodohkan kalian?"
"Gak tau. Parahnya lagi, ayahku mengenal Kwangmin, dia adalah anak dari direktur tempat ayahku bekerja."
"Apa? Benarkah?" tanya Minji, kaget.
"Benar, sepertinya hidupku akan berubah nanti." ujar Youngsun, sebal.
"Syukurlah, aku bisa numpang hidup padamu." ujar Minji, enteng.
"Apa? Kenapa padaku? Kau kan memiliki Youngmin, kenapa tak bersamanya saja?"
Minji menghela nafas, pelan. "Sepertinya aku tak bisa bersamanya, aku tak pantas untuknya." Ujarnya, sedih.
"Kenapa?"
"Dia sangat tampan, pintar, kaya juga. Aku tak mungkin bisa bersamanya, dia sangat sempurna untukku." ujar Minji, pelan.
"Kenapa begitu? Tidak ada perbedaan apapun, kalau sudah mengenal cinta. kau sangat bersemangat dulu, kenapa seperti ini saat dia sudah ada dihadapanmu?" tanya Youngsun, pelan.
"Ah, entahlah. Aku menyadarinya kemarin, saat melihatnya begitu sabar mengajariku." ujar Minji, membuat Youngsun mengusap bahunya.
***
"Apa? Benarkah? Kasihan sekali, Minwoo Sunbae." ujar Youngsun, saat Kwangmin menceritakan alasan Minwoo tidak masuk sekolah hari ini.
Minji hanya diam, tanpa berkomentar.
Youngmin menatapnya, membuat Youngsun menatap gadis itu juga. Youngsun menyenggol Minji, membuat Minji terperanjat kaget.
"Ada apa, Sunny?" tanya Minji, membuat Kwangmin menggelengkan kepalanya. "kalian benar-benar musuhan, ya?"
"Ada apa memangnya? Maaf, aku tak terlalu memperhatikan tadi."
Kwangmin menghela nafas, Youngmin membuang pandangannya.
***
Minji melihat sekelilingnya, ia kini berada di apartemen mewah milik Minwoo. keadaan disini cukup kacau, terlihat beberapa minuman soda dan makanan tergeletak dimana-mana. "Aish... Yang tinggal disini orang apa tikus sih?" celetuknya, membuat Youngsun dan Youngmin menatapnya.
Kwangmin tersenyum, lalu ia mengacak rambut Minji. "Dia itu manusia, Minji."
"Maaf, aku tak bermaksud." ujar Minji, pelan.
Kwangmin dan Youngmin masuk kamar Minwoo, sedangkan Minji dan Youngsun segera bergerak membersihkan tempat itu.
"Ya!! Bangun, pangeran tidur!!" ujar Kwangmin sambil menarik selimut yang membungkus tubuh Minwoo, membuat sang pemilik menggeliat tak mau bangun.
"Minwoo, bangunlah!!!" ujar Youngmin, lembut. "Bangun, sudah siang."
"Biarkan aku tidur sebentar lagi, aku tak bisa tidur semalam." Rengek Minwoo, membuat brother twins itu saling melempar tatapan.
"duniamu belum berakhir, Minwoo. kau bisa move on, kau akan dapatkan gadis lain yang lebih baik dari dia."
"Jangan seperti anak kecil." ujar seseorang, membuat kedua pria itu menoleh. "Berhenti bersikap seperti ini, kau itu sudah dewasa." Ujarnya, lagi.
Minwoo memutar matanya, sebal. "Kenapa kalian membawa monster kecil itu kemari sih?" Ujarnya, sebal.
"Siapa? Aku? Aku monster kecil, kau yang terlihat seperti mayat hidup. Bangunlah, kau ini cengeng sekali." Ujar seseorang yang tak lain adalah Minji itu, mengejek Minwoo.
Minwoo membuka matanya, lalu menatap tajam Minji. "Apa kau bilang? Cengeng?"
"Lalu, Apa lagi? Kau seperti ini untuk apa? Menangisi kepergian pacarmu?"
"Ya! Tutup mulutmu, kau ini benar-benar..." teriak Minwoo, kesal. "Kwang, kenapa kau bawa dia?"
Minji menggelengkan kepalanya, pelan. "Dasar pria cengeng, pantas saja kalau gadis meninggalkanmu."
"Minji..." ujar Youngsun, tiba-tiba muncul.
"Kau jangan diam saja, ayo hadapi aku!!!" ujar Minji, tak peduli pada Youngsun dan yang lainnya.
Minwoo memutar matanya, lalu beranjak. Ia menghampiri Minji, lalu berdiri dihadapan gadis itu. "Apa?"
Minji menatap Minwoo, tak gentar.
Kwangmin sudah menutup mata dengan kedua tangannya, sedikit takut akan apa yang mungkin terjadi pada mereka. Youngmin hanya diam, menunggu apa yang akan dilakukan oleh Minwoo. Pria itu memang tak menyukai cara bicara Minji, tapi gadis itu ada benarnya juga.
Minwoo menatap tajam Minji, lalu mengangkat tangannya. Minji menutup matanya, takut. Tapi tak terjadi apapun, membuat gadis itu kembali membuka matanya.
"Kenapa? Apa kau takut?" tanya Minwoo, pelan.
Minji menatap pria itu, mata pria itu berkaca-kaca. "A...ada apa denganmu? Kenapa kau jadi selemah ini?"
"Apa maksudmu? Kau baru saja mengenalku, tapi kau beraninya memperlakukanku seperti ini."
Minji terdiam, ia menurunkan tangan Minwoo. "Sudahlah, apapun yang akan kau lakukan takkan membuatnya kembali padamu. Kau hanya membuang waktu dan tenaga, membuat dirimu sendiri menjadi kesulitan." Ujarnya, lembut.
Minwoo terdiam, ia menatap genggaman tangan Minji pada lengannya.
"Kenapa kau seperti ini hanya karna seorang gadis? Kau tak bisa seperti ini terus, bukan? Kau menyusahkan semua orang, kau juga membuat dirimu sendiri menderita. Hentikan ini semua, kau hanya perlu melepaskan perasaan itu."
"Kau hanya bisa bicara, tanpa bisa merasakannya." ujar Minwoo, serak.
"Baiklah, terserah padamu. Aku hanya tak ingin kau menyesal, kau tak boleh menyia-nyiakan semua ini hanya karna seorang gadis. Hidupmu masih panjang, masih banyak gadis yang menantimu diluar sana."
Minwoo menatap Minji, mata gadis itu memancarkan keyakinan. Dan itu menular dengan cepat pada Minwoo, membuatnya sedikit menemukan pencerahan.
Minji menaruh tangan kirinya ke dada Minwoo, membuat tubuh pria itu menegang. "Kau hanya perlu membuangnya dari hatimu, rasa sakit itu." Ujarnya, lembut. "kau bisa, kan?"
Seolah terhipnotis, Minwoo mengangguk pelan. "Aku mengerti." Ujarnya, tersenyum.
Youngmin terdiam, kaget. Kwangmin membuka matanya, pria itu tersenyum perlahan. Kwangmin segera menghampiri Minwoo, merangkulnya dengan lembut. "Minji benar, kau harus move on." Ujarnya, membuat Minji segera menarik tangannya dari dada Minwoo.
"Maaf..." ujar Minji, tersenyum kikuk.
"Tak kusangka ternyata muridku satu ini pintar membalikkan perasaan orang lain." ujar Youngmin sambil mengacak rambut Minji, membuat gadis itu tersenyum.
"Benar, kau sangat hebat." puji Kwangmin, tulus.
Minwoo hanya tersenyum sambil menatap Minji yang tak bisa berhenti tersenyum malu karna pujian dari kedua sahabatnya itu.
Disudut lain, Youngsun menatap mereka. Ia tersenyum, miris. Ada rasa cemburu dan iri dalam dirinya, tapi ia berusaha menekan perasaan itu dengan ikut bergabung dengan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE MY DESTINY (END)
Hayran KurguBerawal dari kejadian masa lalu, Minji bertekad untuk mencari pangeran impian yang dulu pernah ia temui. Dengan temannya, ia pun menemukan sang pangeran itu. Pada awalnya semua berjalan lancar, Minji mulai dekat dengan sang pangeran masa kecilnya it...