Kwangmin menghampiri Youngsun yang tengah duduk di taman sekolah, gadis itu sendirian lagi. "Hai, sendirian lagi?" tanyanya, membuat Youngsun kaget. "Maafkan aku, apa aku membuatmu terkejut?"
"Tidak, aku hanya sedang bengong tadi." ujar Youngsun, tersenyum.
Kwangmin tersenyum, lalu duduk disamping Youngsun. "Minji masih marah?"
"Ya, sepertinya." ujar Youngsun, tersenyum miris. "Oh ya, ada hal yang ingin kutanyakan padamu?" ujarnya, membuat Kwangmin menatapnya.
"Apa?"
"Apa kau meminta dijodohkan denganku?" tanya Youngsun, sedikit ragu.
"Ah, soal itu. Appa sudah mengatakannya padamu, ya?" ujar Kwangmin, tersenyum.
"Ya, dia mengatakannya pada ayahku. Apa maksudmu ingin dijodohkan denganku? Kita baru dekat beberapa hari ini, kenapa kau bisa begitu yakin padaku?"
"Karna aku menyukaimu, aku ingin kau jadi milikku." ujar Kwangmin, tersenyum.
"Hanya itu saja? Kenapa kita tak menunggu beberapa waktu lagi? Mungkin kau takkan menyukaiku setelah ini?"
"Apa yang kau pikirkan? Apa kau kira aku menyukaimu karna wajah cantikmu ini? Apa kau kira aku hanya mengenalmu sebatas itu?"
"Apa?"
"Aku sering memperhatikanmu, tanpa kau sadari." ujar Kwangmin, tersenyum.
"Kapan?"
Kwangmin tersenyum, membuat wajahnya semakin terlihat tampan. "Kau pasti tak ingat, karna usiamu saat itu masih kecil." Ujarnya, pelan. "Kita bertetangga, aku juga sering melihatmu bermain dengan Minji saat itu."
"Aku tau, tapi kita tak sedekat itu. Bukan?"
"Kenapa kau meragukanku? Apa kau menyukai orang lain?" tanya Kwangmin, membuat Youngsun terdiam. "Kau tak ingin bersamaku? Kenapa? Apa aku kurang sempurna untukmu?"
"Kwangmin, kita masih terlalu muda. Kita tak perlu dijodohkan sekarang, kita masih bisa jadi teman." ujar Youngsun, membuat Kwangmin tersenyum sinis.
"Aku tak bisa, aku tak mau terlambat sedikitpun." ujar Kwangmin, membuat Youngsun mengernyit.
"Terlambat?"
Kwangmin menatap Youngsun, lalu memegang kedua tangan gadis itu. "Kau cantik, Youngsun. Aku tak mau terdahului oleh siapapun, aku ingin memilikimu." Ujarnya, pelan.
Youngsun menghela nafas, pasrah. "Aku tak bisa menolak permintaan ayahku, jadi mungkin aku akan menerima perjodohan itu."
"Benarkah? Terimakasih, Sunny." ujar Kwangmin sambil memeluk Youngsun, erat.
Youngsun hanya tersenyum, miris.
Disisi lain, Youngmin tengah melihat mereka. Ia meraba dadanya, ada sengatan rasa sakit disana. Kau harus bertahan, Young. Ini demi adikmu, demi kebahagiaannya.
***
Minji berjalan menelusuri rak buku diperpustakaan, ia bersenandung sesekali. Ia pun mengambil sebuah novel dan membacanya sambil menyandarkan tubuhnya ke rak itu, sesekali ia tersenyum.
"Hei, kau sedang baca apa?" tanya Minwoo, membuat Minji sangat kaget.
"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Minji sambil meraba dadanya, saking kagetnya.
"Haha, kau baca novel fiksi." ujar Minwoo, tersenyum geli.
"Aish... Sana kau pergi, berisik!!!" ujar Minji sambil memukul Minwoo dengan buku, tapi pria itu hanya tertawa geli.
"Ternyata kau seperti cewek kebanyakan, suka dengan hal kekanakan seperti itu." ujar Minwoo sambil membolak-balikkan buku itu, membuat Minji kesal.
"Biar saja, kau sendiri sedang apa disini?" tanya Minji sambil mengambil bukunya, lalu mencari tempat duduk.
"Hm... Disini adalah tempat yang pas untuk tidur, aku mengantuk." ujar Minwoo sambil menarik kursi untuk diduduki oleh Minji, lalu ia menarik kursi untuknya.
"Sudah kuduga..." ujar Minji, tersenyum.
Minwoo tersenyum, lalu ia menaruh kepalanya diatas meja sambil menatap Minji yang tengah membaca buku.
"Ada apa? Ada yang aneh?" tanya Minji, merasa risih.
Minwoo tersenyum, lalu ia menoyor kepala Minji. "Kau kelihatan bodoh, apalagi saat tersenyum seperti itu. Apa yang kau pikirkan? Berharap hidupmu semudah mereka?"
"Ini tidak mudah, mereka sedang berjuang. Orang sepertimu takkan mengerti hal seperti ini, terkadang novel itu memberi sebuah pelajaran hidup bagi pembacanya."
"Pelajaran seperti apa? Bagaimana cara berciuman? Bagaimana cara bercinta?"
"Ya tuhan, Minwoo!!!" ujar Minji sambil memukul kepala Minwoo, membuat pria itu memekik sambil memegang kepalanya. "Kenapa kau berpikiran seperti itu? Aish... Kenapa pikiranmu sevulgar itu?"
"Bukannya memang seperti itu? Kau baca novel tentang percintaan, kan?"
"Iya, tapi mana ada novel percintaan anak SHS berisi konten tak berbobot seperti itu?" ujar Minji, kesal.
"Maaf, aku kan tidak tau." ujar Minwoo, innocent.
"Makanya dipikir dulu, baru bicara. Sana lanjutkan tidurmu, kau membuatku tak mood saja." ujar Minji, sebal.
"Kau juga sama, aku akan tidur." ujar Minwoo sambil mengambil headphone miliknya, lalu mulai tertidur dengan musik memenuhi gendang telinganya.
"Aish... Lebih bagus seperti itu, menyebalkan!!!" gumam Minji, kesal.
***
Minji berjalan disepanjang koridor dengan pelan, sesekali ia menghela nafas panjang. Ia tak ingin bertemu dengan Youngmin, ia belum siap. Tapi hari ini adalah jadwalnya untuk belajar bersama pria itu, ia ingin membolos, bila perlu berhenti, tapi ia tak menemukan alasan yang tepat.
"Minji, kenapa telponku tak diangkat?" tanya Youngmin, saat Minji tanpa sengaja melewatinya. "Minji..."
"Maaf, aku ada urusan. Aku tak bisa belajar hari ini, maafkan aku." ujar Minji, berusaha menghindar dari Youngmin.
"Kau ini kenapa sih? Kenapa mendadak seperti ini? Apa ada yang terjadi? Apa ini ada urusannya dengan pertengkaranmu dan Youngsun?"
"Sunbae, maafkan aku. Sepertinya kita harus menghentikan les ini, karna aku sudah tak bisa melanjutkannya."
"Kenapa? Apa ada hal yang mengganggumu?"
"Maafkan aku, Sunbae. Aku akan belajar sendiri saja, aku takkan merepotkanmu lagi." ujar Minji sambil membungkukkan badannya, lalu pergi.
Youngmin hanya diam, bingung atas semua yang dilakukan Minji.
![](https://img.wattpad.com/cover/114736848-288-k138419.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE MY DESTINY (END)
Fiksi PenggemarBerawal dari kejadian masa lalu, Minji bertekad untuk mencari pangeran impian yang dulu pernah ia temui. Dengan temannya, ia pun menemukan sang pangeran itu. Pada awalnya semua berjalan lancar, Minji mulai dekat dengan sang pangeran masa kecilnya it...