● prolog ●

14K 422 18
                                    

Pagi pun tiba, matahari mulai menampakkan dirinya hingga terlihat nampak terang. Cahaya itu mulai memasuki celah-celah jendela kamar seorang gadis, berusaha membangunkan dari tidur nyenyaknya. Ia berusaha membuka matanya sambil menguap.

Tidak lama kemudian terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar.

Tok... Tok... Tok....

"Zahra, Ayo bangun sayang ini udah jam 05.00. Cepat bangun, kamu kan belum salat shubuh, dan kamu juga harus siap kesekolah kan?" ucap Nisa (Bundanya Zahra), Sedangkan gadis yang di bangunkan tersebut Zahra Arsyila Malik atau biasa di panggil Zahra.

"Iya Bun. Zahra udah bangun kok." ucapnya sambil menguap lebar, kemudian langsung pergi ke kamar mandi.

Nisa mengangguk-anggukan kepalanya, tanda ia paham.
"Oh yaudah. Bunda tunggu kamu di bawah!"

Kemudian Nisa turun ke lantai bawah, menghampiri sang suami di ruang keluarga yang sedang asyik membaca Al Qur'an yang ditemani dengan secangkir kopi.

"Gimana Bun, Zahra udah bangun?" tanya Malik(Ayahnya Zahra) lalu meletakkan Al Quran di atas meja.

"Udah tuh." ucapnya lalu duduk di samping suaminya. "Yah, menurut Ayah gimana kalo kita pindahin Zahra ke SMA ANGKASA?"

Malik mendongak menatap sang istri dengan tatapan menyelidik.
"Kenapa Bunda? Lagian apa sih alasan Bunda mau pindahin Zahra ke sekolah itu? Toh juga sama-sama bagus sekolahnya. Emang Bunda yakin Zahra mau?"

"Belum tahu sih Yah, Zahra mau atau enggaknya. Yang penting kita coba aja dulu. Soal alasan nanti Bunda jelasin. Dan banyak juga kok anak-anak teman Bunda yang di sekolahin di situ."

Malik hanya bisa menghela nafas. Ia akan setuju-setuju saja dengan usul istrinya, asalkan itu dapak berdampak baik untuk kedepannya. "Yaudah kalo itu mau Bunda. Ayah sih pengin yang terbaik aja buat  anak Ayah." ucap Malik lalu  kembali menyesap kopi buatan istrinya.

Setelah mendapat persetujuan dari suaminya, wajah Nisa langsung berbinar. Dia reflek langsung memeluk suaminya. Padahal dari tangga ada pasang mata yang sedang menatap ke arah nya.

Zahra hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah laku orang tuanya. Udah tua, tapi kelakuan gak mau kalah sama yang muda.

Zahra menghampiri mereka, lalu berdehem. "Hm, jadi gini kalau gak ada aku?"

Nisa nyengir kuda. Dia malu kelakuannya di lihat oleh putri semata wayangnya. " Ya gak pa-pa lah sayang, kan udah halal.

"Yaudah iya deh. Mentang-mentang udah halal. Tapi kan yang belum jomblo jadi pengin. Lagian ingat umur kali Bunda!" ucap Zahra memanyunkan bibirnya.

"Iya sayang. Ketahuan deh yang jomblo." tebak Nisa, sambil menahan tawa.

"Itu tahu. Tapi jangan salah, gini-gini jones loh." Zahra melakukan pembelaan.

Yaiyalah dia tidak mau di bilang jomblo.

"Jones, jomblo ngenes maksudnya?" Malik ikut menimpali.

Zahra menghela napas. " Ya bedalah Yah. Di kamus Zahra jones itu jomblo happinest."

Sekarang giliran Nisa yang tertawa ngakak. "Ya lagian kamunya mau jomblo. Entar Bunda kenalin deh sama anak teman-teman Bunda. Kasihan amat sih anak Bunda.

"Eh, jangan salah jomblo itu pilihan Yah, Bun. Gini-gini Zahra banyak yang suka loh di sekolah. Ngeremehin nih bunda." Zahra masih saja terus membela dirinya.

"Terserah kamu lah nak. Tapi Ayah yakin, pasti banyak banget yang naksir sama kamu di sekolah. Gak ada istilah keturunam Malik itu gak ada yang suka. Kamu kan tahu Ayah aja dulu jadi mo-." sebelum selesai ngomong ucapannya di potong terlebih dahulu oleh Zahra dan Nisa.

" MOST WANTED." ucap mereka berbarengan.

"Kayaknya Ayah bangga banget ya dulu jadi idola." tebak Zahra.

"Ya senang banget lah. Apalagi yang ngejar kan cewek-cewek. Tapi Bunda kasihan sama mereka, soalnya Ayah kamu dingin banget kayak es batu." Nisa geleng-geleng kepala.

"Emang iya Ayah dulu dingin? Tapi Bunda kok bisa dapetin hati Ayah? Jangan-jangan Bunda dulu pake pelet ya?" tebak Zahra.

Nisa tidak terima, masak iya dia di bilang kasih pelet. "Enak aja kalo ngomong. Emang dasarnya Bunda aja cantik, mangkanya Ayah suka.

"Oh sorry-sorry. Kirain Bunda kasih pelet." Zahra cekikikan melihat ekspresi kekesalan di wajah Bundanya.

"Udah-udah mendingan kita sarapan. Ada yang mau Bunda sama Ayah omongin!" Malik menimpali lalu berjalan terlebih dahulu ke ruang makan.

Sedangkan Zahra berpikir keras. "Apaan sih yang mau di omongin? Kayaknya penting banget. Bikin orang penasaran aja.

Kemudian ia berjalan menyusul kedua orang tuanya di ruang makan.

"Ada apa sih Yah Bun katanya ada yang mau di omongin." tanya Zahra dengan muka penasaran.

Nisa mengambilkan nasi goreng di piring Zahra.
"Yaudah kamu duduk dulu sayang!"

"Kenapa bunda? Katanya ada yg pengin di omongin?" tanya Zahra sambil menyendokkan makanan ke dalam mulutnya.

"Gini Bunda sama Ayah mau pindahin kamu sekolah ke SMA ANGKASA." jawab Nisa to the point.

"APA?" teriak Zahra sampai membuat kedua orang tuanya menutup telinga. "Tapi kenapa Bunda? Aku suka sama sekolah yang sekarang.

"Alasannya Bunda jelasin nanti. Sekarang kamu udah selesai sarapan kan? Yaudah kamu cepat berangkat, entar keburu telat!" Ucap Nisa sambil mengusap puncak kepala Zahra dengan sayang.

Zahra hanya bisa menganggukan kepalanya dengan cemberut. "Yaudah aku berangkat. Assalamualaikum." tidak lupa juga sebelum berangkat Zahra mencium punggung tangan kedua orang tuanya.

Bisa di tebak deh, pasti mood Zahra hancur seketika, di suruh pindah sekolah.

----------------------------------

Part ini baru aku revisi ulang.

Semoga suka:)

AttentionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang