10 :: jalan berdua

11.7K 1.1K 59
                                    

Iqbaal berdiri di sebelah Zidny yang sudah tersenyum lebar. Wajah Iqbaal menerbitkan senyum tipis. Tangannya terangkat membentuk metal.

Cekrek.

Setelah itu, Iqbaal berdeham

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah itu, Iqbaal berdeham. "Gua duluan, ya," Iqbaal meninggalkan Zidny yang hanya memandang punggungnya nanar.

(Namakamu) yang sedari tadi menatap kosong lantai, tiba-tiba memekik saat pipi kirinya dicubit oleh seseorang. "Sakit!"

Iqbaal terkekeh, "tunggu di sana, aku ganti baju," Iqbaal menunjuk sofa terdekat dari posisi mereka. (Namakamu) mengangguk dan duduk di sana seraya bermain ponsel.

Selang beberapa menit, ruang di sebelahnya terasa terisi. (Namakamu) menoleh, "cepet bang—eh?"

Zidny tersenyum dan mengulurkan tangannya, "Gue Zidny,"

"(Namakamu)," jawabnya sambil membalas jabatan tangan Zidny dengan senyuman kecil.

"Temennya Iqbaal, ya? Kok gue nggak pernah tahu?" Zidny mengerutkan keningnya.

"Emang baru kenal beberapa hari yang lalu, kok. Ini aja pertama kalinya gue sama Iqbaal ketemu,"

Zidny mengangguk, "gue kira teman lama. Soalnya tumben Iqbaal pakai aku-kamu ke perempuan. Setelah pulang dari sana, dia selalu pake kosa kata lo-gue sama siapapun. Kecuali orang tua."

(Namakamu) hanya tersenyum kecil, tidak tahu bagaimana cara untuk menanggapinya.

"(Namakamu),"

(Namakamu) mendongak, melihat Iqbaal yang sudah siap dengan kaos putih polos dan jeans hitam. "Ayo!" Serunya.

(Namakamu) beranjak setelah sebelumnya tersenyum pada Zidny dan berucap, "duluan, ya, Zid."

Iqbaal mengajak (namakamu) menuju tempat parkir. Menyuruh (namakamu) masuk ke dalam mobil miliknya.

"Kokas, Baal, jadi?" Tanya supir yang tidak (Namakamu) kenali. Iqbaal mengangguk sebagai jawaban. Jari Iqbaal mengotak-atik ponselnya, tak lama kemudian, dering telepon terdengar. Iqbaal langsung mengangkatnya.

"Halo?"
"Iya, ketemu di sana pokoknya."
"He-eh, kenapa emang?"
"Sip,"

Iqbaal memasukkan ponselnya ke dalam saku jeansnya. Lalu, Ia sedikit menurunkan tubuhnya, menyandarkan kepalanya di jok mobil. Iqbaal menutup matanya, beristirahat sejenak.

(Namakamu) meringis saat melihat Iqbaal yang sangat kelelahan. Ia ingin beragumen, namun melihat Iqbaal yang sudah pulas mengurungkan niatnya itu. Kesempatan ini (namakamu) pakai untuk memandangi wajah Iqbaal secara puas. Hidung Iqbaal, pipi, bibir, semua itu kini nyata, bukan hanya sekedar gambar seperti yang selalu Ia lihat.

(Namakamu) mulai mengetik ponselnya. Membuka notes yang Ia beri judul: Dear Dhiafakhri.

Aku kembali bertanya pada hati,

Untuk apa semua perasaan ini?

Akan dibawa kemana perasaan ini?

Apa dia mau menerima perasaan ini?

Dia yang selama ini semu,

Dia yang selama ini jauh,

Dia yang selama ini ku idamkan,

Maukah dia menerima hati ini?

Ketika di saat yang sama,

Dia masih memiliki ratu di hatinya?

— (Namakamu) Arthalyta.

(Namakamu) mengembuskan napas pelan setelah menyelesaikan tulisannya. Ia melirik Iqbaal melalui sudut matanya, laki-laki itu masih tetap pada posisinya.

Mobil Iqbaal masuk ke dalam lobby Kota Kasablanka. (Namakamu) menyimpan ponselnya ke dalam sling bag, kemudian melirik ragu ke arah Iqbaal yang masih tertidur. Apa Ia harus membangunkan Iqbaal? Lalu, dengan cara apa?

"Ekhem, Baal, udah di Kokas, nih," Deheman supir tak membuat Iqbaal bangun. (Namakamu) menggoyangkan bahu Iqbaal pelan, dan sukses membuat Iqbaal mengerjapkan matanya.

"Eh, ayo turun," Iqbaal mengusap wajahnya, "bang, pulang aja nggak pa-pa. Iqbaal nanti sama temen yang lain pulangnya." Setelah mengatakan itu, Iqbaal membuka pintu mobil dan keluar dari sana. Begitu juga dengab (Namakamu).

Keduanya masuk ke dalam mall besar ini. Mereka berjalan tanpa suara, (namakamu) terus mengamati seisi mall, sampai akhirnya Ia berani bersuara.

"Harusnya kita pergi lain kali aja," (namakamu) mendongak, menatap Iqbaal seraya mencengkram tali tasnya. "Kamu capek."

Iqbaal tersenyum dan menggeleng. "Udah enggak, kok. Tadi kan tidur di mobil."

"Kalau capek—"

"Belinya dimana ya kira-kira?" Iqbaal berusaha mengalihkan topik. Laki-laki itu membetulkan letak kaca matanya. Menatap (namakamu) lurus-lurus. "Kayak gini tuh buat aku udah sering. Abis ada gig, jalan, itu aku anggep refreshing aja. Lagian, kamu udah jauh-jauh, masa iya nggak jadi?"

(Namakamu) hanya bergumam.

Setelah itu, mereka memasuki toko yang sekiranya menjual kertas polaroid.

***

a/n; baru sadar, mereka kayak orang yang udah lama kenal huehehe. anggep aja Ale orangnya friendly ya

btw aku sengaja update hari ini, karena weekend nanti kayaknya aku nggak bisa update. Jadi tunggu hari senin ya!

Kalau mau pake kata-kataku di manapun (instagram, twitter, snapgram, dll) tolong pake credit ya hehe. Bisa tulis (cr; cthxidr [wattpad]) atau langsung (cr; rani rosyadah). Terimakasih!

btw (2), lebih baik aku bikin QnA setiap tokoh, atau aku bikin grup bersenyawa di line?😁

Bersenyawa [IDR]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang