44 :: birthday surprise

10K 1K 40
                                    

putar lagu yang ada di mulmed ya! lagunya cukup bagus untuk dijadikan soundtrack chapter ini😝

Fourtwnty - Hitam Putih

***

(Namakamu) memandang langit di atasnya dengan kosong. Selayaknya bintang yang enggan menampakkan dirinya, hingga langit terkesan kosong tanpa isi. Bahkan, bulanpun seperti ingin tak ingin dalam memperlihatkan dirinya. Ingatan (Namakamu) kembali pada siang tadi. Sebuah pengakuan yang tak terduga, mengguncang hati (Namakamu) yang sudah sakit karena cinta.

[ flashback ; on ]

Keadaan Café cukup sepi. Banyak meja yang nampak kosong tanpa penghuni. (Namakamu) duduk sambil memandang sahabatnya yang gusar.

"Lin, lo mau ngomong apaan?" Tanya (Namakamu) untuk kesekian kalinya. Ia mendengus saat sahabatnya itu tetap diam. "Lin, gua ini lagi berkabung abis diputusin. Lo nggak berniat bikin mood gue yang udah hancur ini jadi makin hancur, 'kan?"

"Gu-gue ... gue mau minta ... maaf," ujar Lina terbata-bata. Alis (Namakamu) bertaut menyatu, seolah meminta penjelasan lebih lanjut. "Selama ini, yang neror lo itu ... gue."

Bahu (Namakamu) melemas. Matanya menatap Lina tak percaya.

"Tragedi lo diserempet motor, tragedi kamar mandi sekolah, atau saat lo keracunan makanan, itu .. gue dalangnya." Mulut (Namakamu) terbuka, namun Lina lebih dulu menyela. "Gue suka sama Arkan, (Namakamu). Sejak dulu, sejak kalian belum jadian. Gue nggak terima waktu tahu Arkan deket sama lo lagi. Gua udah cukup nahan hati gue waktu kalian jadian."

Lina menunduk. "Gue emang nggak pantes lo sebut sebagai sahabat, (Nam..). Gue tahu, gue sangat tahu. Lo boleh hukum gue apa aja! Gue terima, karena gue emang pantes dapetin itu."

(Namakamu) mengembuskan napasnya pelan. Sulit dipercaya jika Lina melakukan itu semua. Mereka bersahabat baik. Tapi ternyata, Lina tega melakukan itu semua karena persoalan laki-laki. (Namakamu) tersenyum tipis ke arah Lina. "Gue terima maaf lo, Lin. Gue nggak bakal hukum lo apa-apa. Ngelihat lo jujur kayak gini aja, hati gue udah plong. Maaf kalau gue juga belum bisa jadi sahabat yang ngerti satu sama lain, Lin."

Lina menatap ke arah (Namakamu). "Makasih untuk maafnya. Tapi ... ada satu masalah lagi yang mungkin akan sulit lo maafin, (Namakamu)."

"Masalah apa?"

"Gue ...," Lina memejamkan matanya. Ia meremas tangannya sendiri. "Gue yang bikin lo sama Iqbaal putus." Kata Lina cepat tanpa jeda.

(Namakamu) mengerjap. Ia mendengar tentang pernyataan Lina barusan. Otaknya mencerna lebih dalam lagi.

"Gue ngirim foto lo berdua sama Arkan ke Iqbaal. Gue yang manas-manasin Iqbaal. Maaf, (Namakamu), gue nggak tahu kalau akhirnya akan separah ini. Gua pikir, Iqbaal bukan tipe orang yang mudah kemana omongan orang lain. Gue minta maaf, nggak seharusnya gue ngelakuin itu. Gue akan berusaha ngomong sama Iqbaal, biar kalian balik lagi, biar kalian—"

"Nggak perlu, Lin," sela (Namakamu). "Gue sama Iqbaal putus bukan karena itu aja. Kita emang udah nggak bisa sama-sama lagi. Jalan pikir kita mungkin udah nggak sama." (Namakamu) mengembuskan napasnya lagi, mengeluarkan sesak yang masih terperangkap dalam dada. "Sekali lagi, terimakasih karena udah jujur dan minta maaf. Gue harap, lo akan lebih terbuka sama gue, Lin. Biar gue tahu salahnya gue apa. Karena dalam hubungan apapun, komunikasi harus selalu baik."

Lina mengangguk, matanya tak henti menangis. Mengapa orang sebaik (Namakamu) bisa Ia perlakukan sebegitu jahatnya?

[ flashback ; off ]

Bersenyawa [IDR]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang