15 :: sang pelindung

9.8K 1.1K 53
                                    

(Namakamu) merapihkan kunciran kepangnya. Ia sudah siap dengan baju panitia yang berwarna hijau tosca yang dimasukkan ke dalam jeans hitamnya. Di lehernya sudah menggantung ID Panitia. (Namakamu) menghela napasnya, lagi-lagi jantungnya berdebar tak karuan seperti saat Ia harus bertemu dengan Iqbaal untuk pertama kalinya.

(Namakamu) keluar dari kamar mandi sekolah. Baru satu langkah, suara derap langkah yang terkesan berlari membuatnya menoleh. Ada Tio dan Cia yang menghampirinya. Setahu (namakamu), mereka juga ditugaskan untuk bagian guest star, sama sepertinya.

"(Namakamu), rencana diubah. Lo PJ The Second Breaktime. Gue PJ Payung Teduh, Fafa PJ Dipha Barus, kalau Cia PJ Maudy," jelas Tio sambil mengatur napasnya yang tersendat.

"Eh, gua Maudy aja dong!"

"Nggak bisa," Cia menggeleng tegas. "Ini Fani yang ngatur. Jangan nolak, udah mepet, nggak ada waktu tawar-menawar."

Tio memberikannya beberapa lembar kertas yang Ia yakini berisi semua tentang kebutuhan dan rincian acara bagian The Second Breaktime. "Lo pelajarin di depan. Nanti kalau mereka udah dateng, langsung lo ajak ke kelas sebelas IPA dua."

"Iya," jawab (namakamu) singkat. Ia melangkah lemas menuju kursi yang berada di dekat pintu masuk yang masih sepi. Acara akan dimulai sekitar pukul empat sore. Sedangkan ini masih pukul dua siang.

Gadis itu larut dalam bacaannya. Ia berusaha menguasai isi proposal tersebut. Suara gelak tawa yang berisik membuatnya refleks berdiri. Benar saja, tamu yang Ia tunggu sudah datang.

(Namakamu) tersenyum kikuk saat semua mata itu kini menatapnya.

"Eh, ada (namakamu)," Fathra adalah orang yang pertama kali bersuara. (Namakamu) menghampiri mereka, Ia harus bersikap ramah dan professional.

"Hai, di sini aku bakal jadi PJ kalian. Nggak usah sungkan untuk minta bantuan, ya." Kata (namakamu) sopan. Setelah itu, Ia mengajak mereka ke kelas yang tadi disebutkan oleh Tio. Di pintu kelas, memang tertempel kertas bertuliskan THE SECOND BREAKTIME. (Namakamu) membuka pintu kelas, membiarkan mereka untuk masuk ke dalam kelas yang sudah disulap menjadi sangat bersih.

Syukur deh, kelas gue nggak malu-maluin.

"Kalian bisa istirahat dulu di sini. Toilet ada di ujung koridor. Kalau butuh sesuatu, aku ada di depan, tinggal panggil aja." Ujar (namakamu) dengan senyum kecil. Ia melirik Iqbaal yang hanya memandanginya tanpa kata.

"(Namakamu),"

(Namakamu) tersentak dan menoleh. Alisnya menyatu saat melihat Arkan bisa ada di sini, padahal laki-laki itu bukan panitia acara ini. (Namakamu) menghampiri laki-laki itu dengan sorot mata tajam.

"Arkan, gue lagi nugas," kata (namakamu) setengah berbisik. "Pergi, lo itu bukan panitia."

"Iya, gue pergi, tapi sama lo," Arkan menarik lengan (Namakamu). Memaksa gadis itu untuk mengikuti perkataannya.

"Ar, gua bisa dimarahin Fani!" (Namakamu) berusaha menyentak lengannya agar terlepas dari cengkraman Arkan, namun selalu gagal.

"Gue nggak peduli."

"Ar! Lepas!"

"Sori," Iqbaal tiba-tiba muncul dan menarik lengan (namakamu) agar terlepas dari cengkraman laki-laki yang tak dikenalinya itu. "Gue ada urusan sama dia. Lagipula, lo terlihat kayak bukan panitia. Nggak bisa baca tulisan di dekat tangga ya? Kalau selain panitia, dilarang naik ke sini?"

Arkan berdecak kesal. Sambil menahan malu, laki-laki itu pergi dengan langkah setengah berlari dari sana. Gawat juga, jika Fani tiba-tiba menangkap basah dirinya ada di tempat yang terlarang untuk murid yang bukan panitia.

"Tadi siapa?" Tanya Iqbaal.

(Namakamu) mengangkat kedua alisnya. "Hm–man-tan. Iya, mantan." Jawabnya dengan tergagap.

"Kirain siapa."

"Emangnya kamu kira siapa?"

"Aku kira pacar kamu," Iqbaal bergidik acuh. "Tapi mana mungkin kamu punya pacar yang jelek kayak gitu, makanya kamu putusin ya?"

Kekehan kecil keluar dari bibir gadis itu. Iqbaal tidak tahu saja, tentang apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka—(namakamu) dan Arkan.

"Kamu istirahat sana, lima belas menit lagi sound check," kata (namakamu) sambil mendorong bahu Iqbaal agar kembali masuk ke dalam kelas.

"Tunggu," Iqbaal menahan lengan (namakamu) yang mendorong bahunya. "Nanti kalau dia ganggu, cari aku aja ya?"

"Kenapa harus nyari kamu?"

"Biar nanti aku lindungin."

***

a/n; meleleh nggak tuh coy, dibilang kayak gitu, hah? :)

Bersenyawa [IDR]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang