"Aku tak mau tahu, tinggalkan pemotretan itu atau akan kulumpuhkan satu kaki cewek mainanmu itu! Kau kira aku main-main?! Tinggalkan sekarang juga!"
Domi meringis tanpa menanggapi ucapan Mirinda yang berapi-api di seberang telepon. What's with her? Hanya karena Domi tidak bisa menemani adiknya ke akad nikah sang sahabat saja, sudah histeris bukan main. Jaman itu sudah lewat, kan, ketika para ibu-ibu usil masih doyan menanyai 'kapan nyusul?' kepada setiap teman pengantin yang datang?
"Iya, iya, it's not really that big of deal, kan. Tenang, dong, Mir."
"Aku heran saja denganmu. Masa kau tak sadar juga, kalau kau ini sedang tertarik ke dalam ritme kehidupan upik abumu itu? Kau bahkan sudah tidak pernah show up lagi di pesta-pesta atau acara manapun!"
"Well, sesuatu yang berharga tidak dicapai dengan mudah."
"Dan sekarang kau menganggapnya berharga...!" pekik Mirinda, memaksa Domi menjauhkan telinganya dari speaker ponsel.
"Hei, hei, jangan salah sangka. Maksudku adalah rencana sweet revenge itu, Babe, santai sedikit lah!? Lagipula, jangan bodoh. Berapa kalilah harus kukatakan, bahwa aku bahkan tak perlu berpikir untuk memilih di antara si upik abu dan Gisel." Domi mendengus, tanpa sadar ikut-ikutan menjuluki gadis yang kini dekat dengannya itu dengan nama 'upik abu'. Pretty much suits her, sih, actually.
"Aku tidak mau tahu! Yang jelas, aku mulai kesal. Kerap kali Gisel curhat ini dan itu, dan dari ceritanya saja aku yakin ada yang berubah darimu, barangkali bahkan sebelum kau benar-benar menyadarinya. Hentikan hubunganmu yang tidak sehat bersama si upik abu itu, demi Tuhan!"
Domi tertawa santai. "Sudahlah, kau tak perlu terlalu memikirkanku. Yang penting kau terima jadi saja, oke?"
"Hey, Dom? Just one more thing."
Domi yang sudah bersiap mematikan hubungan kembali menyimak demi mendengar nada serius Mirinda. "Kuperingatkan kau untuk yang terakhir kalinya. Kalau kau tak juga mengambil tindakan terhadap hubunganmu itu, aku sendiri yang akan turun tangan. Aku tidak akan membiarkan adikku kalah dari seorang gembel. Kau mengerti, bukan? You don't mess around with me--you knew it right."
"Hei!"
Klik! Hubungan itu terputus, menyisakan Domi sedikit kegelisahan di hatinya. Membuatnya bertanya-tanya, ada apa dengan Mirinda? Or rather, ada apa dengan dirinya? Mengapa ia merasa uneasy, kini ketika tahu Mirinda mengincar Carla?
Demi semua makhluk bernapas di bumi, tolong katakan ia tidak sedang peduli terhadap musuh tujuh turunannya itu!
*
Carla berjalan cepat menuju bar di ujung gang rumahnya, tempat perpisahan Gary diadakan. Setelah memastikan Domi benar-benar pulang dari rumahnya, ia langsung bergegas menyambar kunci dan meninggalkan rumah. Hatinya benar-benar tidak tenang sepanjang ia mengantar Domi membeli kado tadi. Ia memiliki firasat bahwa dengan atau tanpanya, pacar bodoh Gary itu akan tetap datang.
Bukannya apa-apa. Hanya saja, teman-teman kumpulnya yang ini benar-benar beringas saat mabuk. Dan fakta bahwa Vita, pacar Gary, hanya seorang diri di antara cowok-cowok beringas membuatnya cemas setengah mati. Tidak perlulah mengharapkan Gary, karena ia sendiri selalu ikut gelap mata begitu kesadaran meninggalkannya.
Tidak ada yang tahu mengapa cowok sinting itu bisa seperti itu, meski dalam keadaan mabuk. Kabar-kabarnya sih, Vita pelit memberi jatah. Tapi, Carla tidak mau tahu tentang hal itu. Tugasnya hanya memastikan cewek itu tidak dikeroyok rame-rame oleh pacar dan teman-temannya sendiri!
*
Brak!
Carla menendang pintu hingga terbuka, sementara tangannya sibuk menggulung lengan kemeja yang pastinya bakal mengganggu. Keadaan dalam ruangan sudah kacau balau: Vita dalam keadaan terpojok menendang-nendang hopeless Gary yang paling dekat dengannya, sementara teman-temannya yang lain mendekatinya perlahan seperti zombie mengelilingi manusia.
Dengan lengan bajunya, Vita mengusap ujung bibirnya yang berdarah. Menatap ke arah Carla, lalu menggerutu sebal, "Cih, akhirnya kau datang juga."
"Maaf terlambat. Sudah pada mabok semuanya?"
"Yang kelihatan bagaimana?" jawab Vita sebal.
Carla terkekeh sembari bergegas mendekati Vita dan berdiri di depannya memberi perlindungan dari cowok-cowok kelaparan.
Mengenali sosok Carla, Gary tiba-tiba tampak marah. Dengan kekuatan yang entah darimana datangnya, sekonyong-konyong ia meninju cewek itu dengan kekuatan penuh--hingga Carla jatuh tersungkur.
"Hei!? Gar, ini aku!" Carla bangun, mengusap bibirnya yang seketika berdarah.
"Yeah, you, betrayer! Sudah, bersenang-senang bersama pacar tercintanya? Sekarang minggir, biarkan aku bersenang-senang bersama pacarku!"
"Kau gila?! Ia bukan mainanmu, kau tahu itu?!"
"Minggir! Jangan ikut campur. Kau tahu, kan, setelah ini aku takkan mampu barang menyentuhnya."
Belum sempat ia membalas perkataan Gary, tangis Vita pecah di belakangnya. Serta merta ia menoleh, dan Gary kembali memanfaatkan momen itu untuk memukulnya jatuh.
"Sial, Ta, you okay?" Carla bangkit secepat jatuhnya. Dan si bodoh itu, terbawa perasaannya, justru mendekap Gary erat, menangisi sesuatu tentang hubungan mereka yang berada di ujung tanduk akibat kepergian Gary.
Carla tersentak ketika hal yang ditakutkannya terjadi. Refleks si mabuk Gary tak hanya membalas pelukannya, namun juga sekaligus melucuti pakaiannya. Panik, dan sadar dirinya diburu waktu, Carla segera menerjang ke arah keduanya, berusaha melepaskan Vita yang kini jejeritan memohon dilepaskan.
"Ta, kau cewek gila!" desis Carla di sela-sela aksi penyelamatannya, yang meliputi menahan teman-temannya yang lain yang bergerak semakin cepat karena disuguhkan pemandangan kulit mulus di depan mata.
Dalam beberapa menit Carla sudah kewalahan. Gary berbadan lebih besar dan memang melatih otot badannya untuk bertarung; sama sekali bukan tandingan baginya. And thanks that idiot couple, teman-temannya yang lain dalam sekejap berubah satu level lebih ganas.
Buk!
Entah siapa yang menyandungnya hingga hilang keseimbangan. Tiba-tiba ia sudah jatuh dan tak elak kepalanya membentur undakan di lantai. Pandangannya langsung berkunang-kunang dan kepalanya yang sakit tak keruan langsung bau darah. Ugh, sialan!
"La! La! Bangun!" Vita yang menggoyang-goyang tubuhnya dengan panik hanya semakin memperparah keadaannya. Belum juga Carla memulihkan pandangan, sebuah tendangan mendarat di perutnya.
"Uhuk!" Carla terbatuk, mengeluarkan cairan bercampur darah dari mulutnya. Sialan, sepertinya ia takkan bertahan lama dengan keadaan seperti ini. Tanpa daya dilihatnya Vita berteriak-teriak panik memanggil namanya, meski bolak-balik ditarik paksa oleh sang pacar. Setelah beberapa saat, seolah mendapatkan pencerahan, ia melepaskan diri dan berlari keluar dari sarang penyamun itu untuk mencari bala bantuan.
Pusing... Carla menarik napas panjang-panjang, mati-matian menjaga kesadarannya.
"Tolong! Ada cewek dikeroyok!"
Carla hanya dapat sayub-sayub mendengar teriakan heboh Vita, tersenyum geli oleh kata-katanya yang ambigu, lalu memejamkan matanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Almost Over You
Любовные романыKadang, aku masih memikirkanmu. Di relung hatiku, aku mengharapkanmu. Dalam kesunyian tanpa kata, dalam kerinduan yang menyesakkan. Tapi, dunia kita terlalu jauh berbeda. Dan, maafkan aku tak cukup kuat untuk menyebranginya, demi untuk bersamamu. Ma...