Drenched

1.9K 103 0
                                        

Dengan pandangan masih tidak fokus, Aldo mendekat dan menggenggam kedua lengan Carla. "La, kali ini saja, kau yang akan mendengarkanku, oke?"

Carla menatap Aldo sangsi. "Huh?"

"Ya, kali ini saja. Jangan menoleh ke belakang. Kita bicara dalam perjalanan pulang saja, oke? Mobilku ada di ujung sana." Aldo mengedikkan bahu ke belakang.

"What is wrong with you?" tanya Carla kesal, sembari menepis genggaman tangan Aldo yang menurutnya berlebihan. Tiba-tiba saja, cowok itu berubah 180 derajat ke mode merayu--stunning bagi sebagian cewek, tapi bagi Carla hanya membuat merinding.

"Ada apa sih? Tawuran? Tabrak lari? Darah berceceran? Marshal? Medusa?" Carla sudah akan menoleh ke belakang ketika Aldo buru-buru menangkupkan kedua telapaknya pada kedua pipi Carla, mencegah cewek itu berbalik.

"Carla, Carla! Please? Kali ini saja, biarkan aku membantumu. Kau mungkin tak menyukai apa yang kau lihat jika kau menoleh ke belakang." Aldo menatap ke dalam mata Carla, berusaha membuat cewek itu menuruti kata-katanya. Namun, hal yang terjadi justru sebaliknya.

"Ck, Do, let go of me!" bentak Carla, gabungan antara jengah karena keintensan tatapan Aldo dan kesal karena tak juga diijinkan menoleh ke belakang tanpa alasan yang jelas. Tanpa menahan-nahan lagi ditepisnya kedua telapak tangan Aldo.

"..Domi."

Carla membeku, seluruh syarafnya seakan mati melihat pemandangan di belakangnya. Kata-kata Aldo yang hanya terlambat sepersekian detik hanya sayup terdengar, seakan jauh di belakangnya, padahal mereka hanya berjarak satu langkah.

Ia sudah berjanji untuk pergi, untuk merelakan, tapi mengapa rasanya masih saja sakit? Andai saja ia mendengar kata-kata Aldo. Kalau boleh ia memutar waktu, ia pasti memilih untuk tidak melihatnya.

Pasti memilih untuk tidak melihat cowok yang dicintainya sedang mengalungkan lengannya mesra pada rival seumur hidupnya, bercanda tawa dalam dunia yang hanya dipijaki oleh mereka berdua.

Kalah. Ia kalah. Meski dengan ingatan tentang kebersamaan mereka selama ini, Domi masih tetap memilih Gisel.

Tapi, ah, siapa Carla mengharapkan makhluk seindah Domi untuk memperjuangkannya? Secara fisik ia sempurna, dengan wajah tampan dan tubuh proposional, belum lagi sikap hangatnya yang mengundang siapa saja dan kekompetenannya dalam berkomunikasi. Tak mampu dipungkiri, selain wajahnya yang mengundang, ia juga seorang pembawa acara yang hebat.

Sedangkan Carla, Carla hanya cewek biasa, tak memiliki kelebihan apa-apa. Wajahnya tidak cantik, tubuhnya tidak semampai, bahkan bertingkah layaknya seorang gadis pun barangkali seumur hidupnya ia takkan sanggup. Kalaupun Domi benar mencintainya, bagaimana cowok itu menghadapi keluarga besarnya? Dan keluarga Gisel? Dan media massa? Bagaimanapun, karir Domi sebagai presenter bisa hancur sekalinya ia mencari masalah dengan anak pemilik saluran TV yang cukup mendominasi di Indonesia.

Mengharapkan Domi meninggalkan segalanya demi dirinya? Not a chance. Bukannya Carla menganggap remeh, ia hanya bersikap realistis. Cowok yang meninggalkan segalanya demi cewek yang dicintainya itu hanya ada di dunia fiksi. Manga, anime, teenlit, FTV, dan entah dunia antah berantah yang mana lagi.

Menjadi Domi pun ia berpikir dua kali sebelum memilih dirinya sendiri.

"La, can we go now?"

Ironis, bukan? Pertama ia mengecap cinta, ia harus puas hanya dianggap teman oleh orang yang dicintainya. Meski bertahun-tahun berlalu, luka demi luka menoreh hatinya setiap cowok itu memamerkan kemesraan dengan pacarnya di depannya, ia tak juga mampu mengalihkan hati.

Almost Over YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang