Satu tahun kemudian...
"Car..! Aku tinggal dulu ya..!"
Carla terkekeh ketika mendengar teriakan Claire menggema di sepanjang lorong. Adiknya itu! Berapa kali pun Carla memperingatkannya untuk tidak berteriak di sepanjang lorong, ia takkan pernah mendengarkan.
Some things just never change, huh.
Suara langkah berderap kencang itu akhirnya berhenti, diikuti pintu kamar mereka yang menjeblak terbuka. Tampak sosok Claire dengan senyum cerahnya berdiri di depan pintu, dengan Ian melongok dari balik bahunya.
"Hei, Car." sapa Ian datar seperti biasanya.
"Yo."
"Sungguhkah tidak apa-apa kau kutinggal sendirian? Duh. Tiga hari, lagi." sorot Claire berubah khawatir ketika menatap Carla. Perlahan, ia berjalan mendekati Carla yang masih duduk menyender menonton TV dari atas ranjang.
"Berapa kali aku harus mengatakannya padamu, heh." Carla menjitak Claire main-main. "I'm fine! Aku sudah tidak pernah terjatuh ataupun kesakitan lagi, oke? Aku sudah tak butuh lagi bantuanmu. Nursing dismissed." Carla menjulurkan lidahnya mengejek sang adik yang kelewat protektif.
"Duh, kamu tuh ya...!" Claire mencubit pipi Carla kesal. "Kamu tahu, kan, aku bisa mengajakmu turut serta?"
"Hei, sudah cukup Ian kaunomorduakan selama ini. Kalian butuh waktu kalian sendiri, dan, maaf-maaf saja, aku sudah bosan jadi obat nyamuk! So just go! And good luck for your recital." Carla menangkap sorot khawatir yang enggan pergi dari mata Claire, lalu kembali berkata, "Sudah, syuh, pergi sana! Aku pasti menonton lewat live streaming. Pasti."
"Tapi..."
"Claire? We have plane to catch."
"Just a sec, An." Claire tersenyum meminta maaf pada Ian sebelum kembali menghadap Carla. "Oke, kau baik-baik, ya. Jangan aneh-aneh. Jangan naik loteng. Telepon aku kapanpun. Dan kalau kau benar-benar butuh bantuan, aku sudah menyuruh Cylan dan Vio mengosongkan jadwal mereka tiga hari ini."
"Hei..!?" Kalau ada hal yang lebih menyebalkan ketimbang mengikuti three days trip bersama adik kembarmu dan pacarnya, itu adalah dirawat oleh mantan gebetanmu dan pacarnya! Yang benar saja, Claire...!?
"Apa?" Dan ia masih berani menampakkan wajah tak bersalah??
Carla menutup wajahnya frustasi, lalu berkata, "Alright, alright, just go. Kau tidak ingin tertinggal pesawat, bukan?"
"Baiklah..." Claire menghela napas pelan, lalu meraih Carla ke dalam pelukannya. "Take care, ya. Aku akan kembali secepatnya."
"Yeah. Have fun. And you too, An!" Carla terkekeh melihat wajah kesal-karena-selalu-dinomorduakan Ian. Walaupun ia tahu Ian cuma main-main, tapi Carla merasa benar ketika memutuskan untuk tidak ikut. Selain akan merepotkan, sudah sangat lama sejak Claire memiliki waktu untuk dirinya sendiri--untuk Ian. "Make you days countable."
Claire melepaskan pelukannya, lalu menatap Carla dengan lembut. "And your days, too."
*
Sepeninggalan Claire, Carla kembali menatap ke layar TV. Kamarnya kembali hening, kecuali oleh suara TV yang sedang menayangkan berita gosip. Tanpa sadar suara Claire kembali terngiang di pikirannya.
And your days, too.
Carla tersenyum miris, membalas senyum seorang cowok yang kini hanya bisa ditemuinya di balik layar TV. Cowok yang, semenjak ia terbangun dengan satu kaki teramputasi, menghilang begitu saja. Cowok yang berjanji takkan menyakitinya lagi, dan membual tentang memperjuangkan kisah mustahil mereka bahkan jika Carla menolak memperjuangkannya, tapi tak pernah lagi ditemuinya di mana pun. Cowok yang bahkan tak pernah lagi disinggung oleh Claire, Ian, Aldo, bahkan Cylan, hingga lama kelamaan menjadi peraturan tak tertulis bahwa tabu untuk barang hanya menyebut namanya. Cowok yang ingin dilupakan oleh orang-orang terdekatnya, dan ditinggalkan menjadi tak lebih dari sekedar memori masa lalu.
Tapi, bagaimana bisa? Karena ia juga cowok yang sama yang pergi membawa serta hati dan semangat hidup Carla...
Ah, he's getting married.
Melihat berita tentang rencana pernikahan besar-besaran disusul dengan bulan madu ke Brazil itu, Carla mencoba untuk tersenyum tulus. Mencoba untuk... merelakan.
Dibanding tahun lalu, keadaan Carla memang sudah jauh lebih baik. Operasi, penyembuhan, pembuatan kaki palsu, penyesuaian dan adaptasi... Carla sudah melewati masa-masa terburuknya. Ada kalanya ia membenci hidupnya dan marah akan segala sesuatu. Ia marah karena tidak bisa berdiri di atas kakinya sendiri, ia marah karena tidak bisa berjalan seperti dulu lagi, ia marah karena tidak bisa mengandalkan dirinya sendiri untuk melindungi dan menjaga Claire lagi. Ia marah karena menjadi tak berdaya. Ada kalanya ia hanya mengurung diri dan menolak untuk menemui siapapun, bahkan adik kembarnya sendiri. Ia hanya termangu dengan air mata berjatuhan, meratapi hidupnya, nasibnya, apa yang tersisa dari dirinya. Bahkan, suatu waktu, ia mencoba bunuh diri, oleh karena dibebastugaskan dari tim basket yang ia ikuti juga pekerjaannya sebagai pelatih.
Tapi, ia sudah melewati itu semua.
Jadi, keadaannya saat ini memang sudah jauh lebih baik.
But to the point she has to make her days countable... Well, she's counting her days until she gets to see that person again. Until she gets to touch him again, until she gets to wipe his tears away. Does that count, as countable?

KAMU SEDANG MEMBACA
Almost Over You
RomanceKadang, aku masih memikirkanmu. Di relung hatiku, aku mengharapkanmu. Dalam kesunyian tanpa kata, dalam kerinduan yang menyesakkan. Tapi, dunia kita terlalu jauh berbeda. Dan, maafkan aku tak cukup kuat untuk menyebranginya, demi untuk bersamamu. Ma...