Chapter 4

251 28 0
                                    

CLAIRE

Kakakku mungkin bukan orang paling baik di dunia. Tapi dia berpegang teguh pada pendiriannya dan sangat keras kepala. Termasuk tentang keputusannya untuk meninggalkan rumah lima tahun yang lalu. Jack lebih memilih mengelola lahan peternakan milik orang yang tidak dikenal, daripada meneruskan perusahaan yang sudah dibangun Dad.

Mom pernah bercerita padaku, sewaktu umurku masih 3 tahun, Mom dan Dad membawa aku dan Jack pergi mengunjungi daerah pedesaan di timur. Waktu itu Jack senang sekali, sepanjang delapan tahun hidupnya, dia belum pernah pergi liburan. Jack menceritakan semua hal yang ingin dia lakukan pada Mom. Sampai di tujuan, Jack sangat antusias. Rupanya segala hal di kota kecil itu merupakan hal baru bagi Jack kecil. Pemukiman dengan latar belakang pegunungan yang tinggi menjulang, jalan setapak yang disusun dari bebatuan dengan pagar kayu yang membingkainya dan rumput hijau di sisinya. Lampu jalannya bermodel antik yang terbuat dari kuningan. Bangunan rumah yang bermodel klasik dengan dinding bata merah atau kayu. Tempat itu seperti negeri dongeng.

Tapi Dad tidak memperhatikan Jack, dia sangat sibuk. Terlewat sibuk. Saat itu Dad baru membangun kembali usahanya yang sempat bangkrut. Sedangkan Mom sibuk mengurusku yang masih balita. Jack sadar kalau dirinya tidak akan dapat perhatian Mom dan Dad sekalipun mereka sedang liburan.

Akhirnya dia menyelinap keluar dan bermain, sendirian. Dia menghilang setelah sarapan, dan baru kembali sebelum makan malam. Kadang bajunya berantakan dan badannya penuh tanah. Pernah sekali dia kembali dalam keadaan basah kuyup. Tapi dia bahagia, Jack selalu kembali ke penginapan dengan raut wajah gembira dan binar bahagia di matanya. Mom tidak pernah tau kemana Jack pergi bermain, dan dia tidak pernah bertanya.

Tapi aku tahu.

Jack pergi ke sebuah peternakan. Dia bermain di sana seharian. Pemilik peternakan itu adalah seorang laki-laki tua yang tinggal sendirian. Laki-laki itu dengan senang hati menerima Jack bermain di peternakannya, juga mengajari Jack banyak hal seputar hewan ternak dan tanaman di kebunnya.

Saat tiba waktunya kami kembali, Jack menolak. Dia tidak mau pergi dari kota kecil itu. Aku tidak tahu apa yang terjadi, atau siapa yang membujuk Jack sampai akhirnya dia mau kembali pulang. Mom hanya bilang Jack bertemu dengan seorang gadis kecil di depan penginapan, kemudian dia menurut begitu saja dan mau mengemas barangnya.

Jack menjadi pendiam setelahnya. Tidak banyak bicara dengan Mom dan Dad. Kurasa dia jadi tertutup dan jarang menceritakan masalahnya pada kami. Sampai lima tahun yang lalu.

Waktu itu aku baru saja pulang sekolah. Jack berdiri di dapur menenteng tas ransel yang kelihatan penuh. Aku tahu dia baru saja bertengkar dengan Dad, mereka sudah bertengkar sepanjang minggu. Tapi aku tidak tahu apa yang membuat mereka bertengkar, waktu itu aku hanya bertanya-tanya separah apa masalahnya sampai Jack memutuskan untuk pergi dari rumah? Aku hanya berdiri di ujung tangga, memperhatikan raut wajah Jack yang keras. Kemudian dia menghampiriku dan mengacak rambutku, meminta maaf padaku, lalu pergi begitu saja.

Jack tetap jadi kakak yang baik untukku. Dia mengirimiku surat setiap minggu. Menjelaskan kemana dia pergi dan kenapa, hanya padaku. Aku tidak boleh memberi tahu Mom atau Dad tentang surat itu maupun keberadaannya, tapi aku boleh memberikan nomor Jack pada Mom.

Di surat terakhirnya, Jack memberiku alamat tempat tinggalnya. Mapple Farm, Mineral Town. Dia berharap aku mau berkunjung suatu saat nanti, tapi aku terlalu sibuk sekolah bersenang-senang.

Tentu saja aku tidak pernah punya keinginan untuk menyusul Jack ke Mineral Town. Maksudku, yang benar saja. Kalau kau bisa tinggal di kota besar yang canggih dan gemerlapan, kenapa harus repot-repot tinggal di tempat yang bahkan sinyal internet saja susah bukan main.

Yah, tapi di sinilah aku sekarang. Menyusul kakakku.

***

"Jadi, siapa sih si Steven ini?"

Jack hanya menatapku tak acuh. Dia membereskan mug dan piring sisa makan malam, meletakkan begitu saja di konter dapur.

"Jaaaaaack." Aku mengekor di belakangnya, "aku benar-benar ingin kamar yang di atas itu, apa kau tidak bisa bicara pada si Steven siapalah ini?" Aku menatap Jack dengan pandangan memelas.

"Claire, jangan memelas padaku, kau tahu itu tidak akan mempan." Jack hanya menghindariku. "Lagipula kau datang belakangan, kau tidak bisa begitu saja mendepak orang lain yang datang lebih dulu."

"Tapi kau kakakku, tidak bisakah kau bicara padanya? Si Steven ini?" Aku berusaha bernegosiasi.

Akhirnya Jack berhenti berkeliaran di dalam rumah dan menatapku. "Kalau kau begitu ingin menempati kamar itu, kenapa tidak kau tanyakan sendiri pada pemiliknya?"

"Aku bahkan tidak pernah bertemu dengan Steven James, bagaimana aku bisa bicara dengannya?"

Saat itu pintu depan terbuka. Seorang pria yang memakai mantel berwarna biru dongker masuk dan berhenti begitu melihatku. Dia hanya berdiri diam di depan pintu, tanpa bicara apapun. Mataku juga terpaku melihatnya, mengamati rambutnya yang sewarna kacang hazel dan matanya yang kelabu.

"Nah Claire, orangnya sudah datang, kau bisa tanya sendiri padanya." Kata Jack.

Harvest Moon: A FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang