Chapter 17

171 27 1
                                    

CLAIRE

"Claire, kau tahu... kurasa aku menyukaimu."

Jantungku berhenti berdetak seketika.

Aku memperhatikan raut wajah Gray dan berusaha menerka apa yang sedang dia pikirkan, tapi ekspresi Gray sama datarnya seperti dinding. Kurasa mencoba untuk menebak isi kepala Gray jauh lebih sulit dibanding mengerjakan soal teka teki silang yang tidak pernah bisa kuselesaikan waktu umurku 8 tahun dulu. Baru beberapa hari saja mengenal Gray tapi aku sudah melihat perubahan mood dan sikapnya lebih sering daripada frekuensi pertemuanku dengan penduduk baru di kota ini.

"Claire, bagaimana minumannya?"

Aku tersentak kaget dan menoleh. Ann sedang berdiri di sampingku dengan senyum lebar. Oh ya benar, Summer Breeze. "Enak sekali, Ann." Aku tersenyum canggung dan kembali ke kursiku sendiri.

"Sudah kuduga, kau pasti suka. Aku sangat bangga dengan minuman itu. Kau boleh mampir ke sini kapan saja, Claire. Aku akan memasakkan apapun yang kau mau. Aku lumayan hebat lo dalam urusan membuat makanan." Ann menepuk pundakku. "Ups, aku harus kembali, ada pelanggan yang mulai tidak sabar. Kalian berdua nikmatilah minumannya." Ann meninggalkan kami berdua.

Aku melihat rambut Ann yang dikepang bergoyang-goyang di punggungnya saat dia berjalan. Kalau aku bisa berteman baik dengannya pasti akan sangat menyenangkan.

"Kurasa sudah waktunya kuantar kau pulang." Gray berdiri dan memakai topinya. "Tunggu di sini Claire, aku akan naik sebentar ke kamarku."

Begitu sosok Gray menghilang di tangga, aku menyeruput minumanku lagi, dengan cepat. Apa minuman Gray mengandung alkohol ya? Bisa jadi dia sedikit mabuk dan tidak sadar apa yang dia katakan. Tapi minumannya kelihatan seperti susu hangat biasa.

Aku mengambil gelas Gray dan mengendusnya. Mencari jejak alkohol, tapi yang kucium hanya aroma susu sapi dan sedikit jahe.

"Kau masih kedinginan ya? Mau pesan minuman yang lebih hangat?" Gray berdiri di belakangku sambil mengangkat alisnya.

"Aku... ti-tidak... tidak perlu. Kita pulang saja." Aku menghabiskan minumanku dan berdiri.

Kami berdua berjalan menuju kasir dan Gray membayar minumannya. Seorang laki-laki paruh baya yang ternyata adalah ayah Ann bersikeras kalau minumanku gratis. Aku berterimakasih dan bilang padanya kalau aku pasti kembali lagi lain waktu. Setelah itu Gray menuntunku keluar Inn.

"Nih pakai ini, kau pasti kedinginan. Kenapa kalian para gadis suka sekali pakai pakaian yang tipis sih." Gray menyampirkan jaket bulu tebal di pundakku. Aku bisa mencium wangi khas Gray dari jaket itu.

"Trims, Gray." Kataku pelan.

Kami sama-sama tidak bicara dalam perjalanan ke Mapple Farm. Aku terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri dan tidak bertanya macam-macam, walaupun sebenarnya sangat ingin. Sesekali aku melirik Gray, tapi dia hanya menatap lurus ke depan.

Aku menawari Gray untuk mampir dan minum segelas cokelat hangat. Tapi Gray menolak dan berkeras untuk langsung kembali. Aku mengucapkan terimakasih untuk malam ini, dan permen cokelat pemberiannya. Gray hanya mengangguk dan pergi.

"Oh ya, Claire." Gray berbalik tepat di ujung jalan. "Tentang kata-kataku di Pub tadi."

Oh tidak, tidak bisakah dia melupakan itu.

"Tidak jadi, lupakan saja." Gray menghindari pandanganku. "Sudah malam, cepat masuklah." Gray berbalik dan pergi.

Aku tetap berdiri di pekarangan selama beberapa menit. Mencerna kejadian hari ini dan kata-kata Gray barusan. Aku harus bersikap bagaimana? Tepat setelah Gray bilang kalau dia menyukaiku, aku seperti dijatuhkan dari tebing yang tinggi, ditonjok tepat di ulu hati.

Semua kenangan masa laluku tiba-tiba menyeruak di pikiranku dan memutar kepingan-kepingan tentang sosok laki-laki yang dulu pernah dekat denganku. Hubungan kami tidak berjalan dengan lancar, dan seperti kebanyakan orang yang pernah berpisah dengan kekasihnya, aku pasti akan berpikir beratus bahkan beribu kali sebelum memutuskan untuk berhubungan lagi dengan orang lain.





Harvest Moon: A FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang