JACK
Aku menaikkan keranjang terakhir berisi turnip ke atas mobil bak terbuka. Turnip-turnip ini adalah hasil panen pertama di tahun ini, setelah semusim lamanya kami libur bercocok tanam karena musim dingin dan salju yang turun membuat tanahnya beku dan tidak bisa ditanami. Aku menghitung jumlah keranjang yang kusetor hari ini di buku catatan kecil yang selalu kubawa, menambahkan catatan tentang berat masing-masing keranjang di sampingnya.
"Kerja bagus untuk hari ini Jack!" Zack datang sambil menggenggam setangkai bunga Moondrop. "Kau tidak keberatan kalau aku mengambil ini kan? Kurasa ini akan terlihat bagus di vas bungaku."
"Tidak masalah, kau boleh ambil sebanyak yang kau mau," aku menghitung perkiraan total penjualan dan menuliskannya di ujung halaman, kemudian memberi lingkaran kecil di atasnya.
"Tunggu Zack!" Dari kejauhan terlihat Steve datang membawa sekaleng susu sapi berukuran sedang yang baru diperah tadi pagi. "Kau bisa membawa ini, kami memerah banyak sekali hari ini."
"Wah wah... baik sekali kau, terima kasih banyak." senyum Zack mengembang. "Kalau begitu aku pergi dulu." Zack menyalakan mesin dan roda mobil mulai bergerak. Sedetik kemudian dia sudah menghilang di tikungan.
Aku meregangkan badan dan menguap. Kerja keras seharian ini membuatku lelah dan mengantuk. Belum lagi tubuhku masih belum terbiasa karena kecelakaan beberapa minggu lalu. "Aku lapaaar, kuharap Claire sudah selesai memasak makan malam."
"Claire? Dia tadi pergi ke mini market untuk beli roti. Apa kau melihatnya kembali?" Steve memandangku. Aku menggeleng.
Kami berdua meninggalkan lahan dan memasuki pekarangan. Samar-samar terlihat Claire memasuki jalan setapak, tangannya memeluk tas kertas yang berisi beberapa batang roti. Aku menyipitkan mata, ada yang aneh dengannya.
"Ah, kalian berdua sudah menunggu ya. Maafkan aku." Claire menghindari pandanganku dan langsung masuk ke dalam rumah. Setelah merapikan belanjaannya, dia langsung tenggelam di dapur, memasak makan malam.
"Jack, Claire kenapa?" Steve melempar sebutir apel padaku, yang kutangkap dengan satu tangan. Aku dan Steve selalu makan sebutir apel sebelum makan malam. Tau lelucon itu kan? Sebutir apel sehari menjauhkanmu dari dokter. Kalau bisa aku ingin jauh-jauh dari dokter.
Aku hanya mengangkat bahu. Hei, walaupun aku ini kakaknya, kami sudah lama sekali tidak bertemu. Aku juga tidak bisa begitu saja mengerti masalah apa yang dihadapi Claire kalau dia tidak cerita kan. Tapi aku tetap khawatir, apa Claire tidak betah tinggal di Mineral Town? Atau ada seseorang yang membuatnya tidak nyaman? Well, aku memang belum tahu alasan kenapa Claire tiba-tiba memutuskan untuk datang kemari dan tinggal di sini. Aku juga tidak mau bertanya, Claire tipe orang yang akan menceritakan sesuatu kalau dia ingin.
Akhirnya Steve berhenti merongrongku dengan bahasa isyaratnya, aku tahu dia juga khawatir pada Claire, tapi kenapa dia tidak mau tanya sendiri sih.
Setelah makan malam, Claire langsung naik ke kamarnya. Lagi-lagi Steve melemparkan pandangan isyarat padaku. Menyuruhku untuk menyusul Claire. Aku hanya memutar mata dan masuk ke kamarku sendiri.
Setelah mengunci pintu, aku berjalan ke arah nakas yang terletak di samping tempat tidur dan mengeluarkan kotak beludru berwarna biru. Kotak itu berbentuk persegi panjang dan ada inisial huruf E bersepuh emas di atasnya.
Aku membuka kotak itu perlahan dan mengamati isinya. Sebuah bulu berwarna biru, Blue Feather. Sekelebat bayangan muncul. Aku mengingat sosoknya dengan jelas, rambut coklat yang dipotong pendek dan senyum yang selalu terukir di wajahnya. Suaranya... caranya berjalan... tangannya yang menyampirkan rambut ke belakang telinga. Tiba-tiba dadaku berdegup kencang. Aku menutup kotak beludru tadi dan mengembalikannya ke dalam nakas. Aku belum siap.
Tok... tok... tok...
"J, ini aku."
Aku membuka pintu dan melihat Claire berdiri memakai baju tidurnya. "Ada apa?" Aku mengamati ekspresinya. Wajahnya sedikit menuduk, tapi aku bisa melihat wajahnya bersemu merah. "Oh ya, untuk festival besok kau bisa pergi bersamaku, kita bisa pergi bertiga, Elli tidak keberatan," jelasku. Ekspresi Claire tidak berubah.
"Aku... sudah punya pasangan," cicit Claire pelan.
Mataku melebar. "Siapa?" Aku menghembuskan nafas keras-keras.
Seketika wajah Claire mendongak, matanya berbinar. Sedetik kemudian dia menoleh dan terlihat bingung. "Gray," katanya cepat.
Gray?
KAMU SEDANG MEMBACA
Harvest Moon: A Fanfiction
FanfictionClaire memutuskan sudah saatnya dia menyusul Jack, kakaknya yang pergi meninggalkan rumah lima tahun lalu untuk mengurus lahan perkebunan di Mineral Town. Masalahnya, sudah bertahun-tahun berlalu sejak Claire terakhir kali pergi ke Mineral Town, dia...