CLAIRE
"Kami pergi dulu ya Claire," Steve berteriak dari bawah. Aku bergegas turun, masih mengenakan piamaku dan riasan setengah jadi.
Steven dan Jack sudah bersiap di depan pintu. Mereka harus cepat-cepat pergi untuk menjemput pasangannya masing-masing. Festival dimulai pukul 10, kurang satu jam lagi.
Aku menatap Jack sekilas dari ujung tangga, Jack juga menatapku. Dia sepertinya ingin mengatakan sesuatu tapi ragu-ragu. Akhirnya aku memutuskan turun, berjalan mendekati Jack dan merapikan kemeja putih yang dipakainya. "Aku baik-baik saja, J. Tidak perlu cemas," aku membuka kancing bagian atas kemejanya, menatap Jack dari atas ke bawah sekali lagi. Yup, sempurna.
Kemudian aku beralih ke Steve. Dia juga memakai kemeja putih seperti Jack, tapi dipadukan dengan celana bahan berwarna khaki yang pas badan dan sabuk kulit kecoklatan. Aku juga membuka kancing bagian atas kemeja Steve lalu merapikan kerahnya.
"Trims Claire," Steve tersenyum. Nafasnya terasa hangat di rambutku.
"Nah, bersenang-senanglah kalian berdua. Sampai ketemu di festival ya," aku melambaikan tangan saat mereka berdua menghilang di jalan setapak. Jack masih terlihat ragu-ragu sebelum pergi, tapi dia tersenyum dan menepuk kepalaku pelan.
Baiklah, sekarang giliranku berpakaian. Aku merapikan kembali riasanku dan menatap gaun merah muda yang tergantung di ujung kamar. "Oke Claire, kau sudah tidak bisa mundur lagi sekarang. Semangat!" Aku berteriak untuk menyemangati diriku sendiri.
Gray datang tepat saat aku selesai memasang hiasan rambutku. Aku memutuskan untuk tetap menggerainya, tidak mengikatnya jadi ekor kuda seperti rencana awal. Setelah mematut diri sekali lagi, aku turun dan menyapa Gray.
"Hai Gray," suaraku bergetar. Aku mencoba untuk tidak panik.
Gray sedang berdiri di pekarangan, membelakangiku. Sepertinya sedang mengamati kebun Jack.
"Aku tidak tahu kalau kalian menanam banyak sekali... " Gray berbalik dan terdiam, "ken... tang... " Matanya menatapku sekilas, kemudian mengalihkan pandangan. "Ka... kau sudah siap?" Gray menarik ujung topinya sampai menutupi mata. Sekarang aku tahu kalau itu adalah kebiasaannya saat sedang... gugup? Kukira Gray adalah orang yang percaya diri, ternyata dia bisa gugup juga ya. Tapi, hey, akulah yang akan menari di depan banyak orang, kenapa juga Gray harus ikut gugup.
"Aku siap," kataku tersenyum, mencoba menutupi rasa gugupku.
Gray mengulurkan tangannya dan aku langsung meraihnya. Berpegangan pada sikunya. Sepanjang perjalanan menuju Rose Square, kami lebih banyak diam. Aku berulang kali melirik Gray, tapi pandangannya lurus ke depan. Aku ingin tahu apa yang dia pikirkan, bagaimana penampilanku? Apa gaun yang kupakai cocok? Kenapa dia mengajakku?
"Aku tidak dekat dengan Mary, kami hanya berteman," sahutnya tiba-tiba. "Aku pernah sekali membantunya menata buku di perpustakaan, dan ibunya melihat. Mungkin dari situ semua gosip berawal."
Kekuatan gosip memang mengerikan. "Bukannya aku benci pada Mary, aku hanya ... tidak dekat dengannya," Gray berhenti berjalan, kemudian menoleh padaku. "Jadi tidak perlu merasa bersalah pada siapapun."
Kami sampai di Rose Square. Dari jauh terlihat kerumunan orang, sebelum masuk aku menahan Gray, menarik lengan kemejanya. "Aku tidak merasa bersalah pada siapapun, aku hanya ingin tahu kenapa kau mengajakku?"
Gray menatapku sebentar, menunduk, kemudian menatapku lagi. "Aku hanya... "
"Kalian sudah datang!" Suara Ann mengalihkan Gray. "Cepat Claire! Mayor Thomas sudah datang, sebentar lagi festivalnya akan dibuka." Ann menggandeng tanganku dan menyeretku masuk ke Rose Square, meninggalkan Gray di belakang.
Aku memperhatikan sekeliling. Banyak orang asing yang belum pernah kutemui, tapi ada beberapa yang kukenal. Jack ada di kerumunan bersama Elli, Stu, dan Ellen. Aku juga melihat Steven bersama Popuri dan wanita yang mirip dengan Popuri, hanya saja terlihat lebih tua.
Setelah bekenalan dengan beberapa orang dan bercakap-cakap sebentar, Gray menghampiriku. "Maaf Claire, banyak sekali orang yang mencegatku dan mengajakku bicara. Ayo, kuantar kau ke Mayor Thomas." Gray mengulurkan tangannya dan aku menyambutnya dengan senang, tersenyum sopan pada lawan bicaraku.
"Terimakasih sudah menyelamatkanku," bisikku pada Gray. "Wanita bernama Manna itu tidak bisa berhenti bicara," tambahku lagi.
Gray menurunkan ujung topinya. "Tidak masalah," balasnya.
"Semua sudah siap?" Mayor Thomas bicara lewat pengeras suaranya. "Baiklah, Festival Dewi Spring tahun ini... resmi dibuka!"
Semua orang bersorak. Musik pengiring dansa mulai mengalun. Kami para gadis penari bertugas untuk membuka acara. Gray membimbingku masuk ke tengah lapangan melalui kerumunan orang. Aku tidak ingin melepaskan tangannya, semua orang sepertinya menatapku dan aku mulai gugup. Kami berdiri di belakang Ann dan Cliff. Setelah Cliff melepas Ann, berikutnya giliranku. Aku mempererat genggamanku pada Gray.
"Berjuanglah Claire, kau pasti bisa." Gray melepaskan tanganku dan mendorongku. Dia melempar senyum saat aku meliriknya.
Musik mengalun semakin keras dan kami mulai menari. Maju, mundur, berputar. Persis seperti latihan. Aku bisa merasakan kalau gerakanku kaku, tapi aku sangat gugup. Mataku mencari-cari di kerumunan, dan begitu menemukan sosok berambut tembaga yang memakai topi biru, aku tersenyum, dia balas mengangguk. Secara tidak langsung, Gray sudah memberiku kekuatan. Senyumku melebar dan tubuhku mulai santai.
Sisa hari itu berjalan dengan cepat. Semua orang tertawa, kami bersenang-senang. Makan, mengobrol, berdansa. Aku mengenal hampir semua orang di Mineral Town sekarang.
"Claire!" Seseorang mengalihkan perhatianku dari piring bola-bola cokelat yang dihidangkan di pinggir lapangan. Aku menoleh dan melihat Steve berlari ke arahku.
"Hai Steve, di mana Popuri?"
"Dia sudah kembali. Ibunya kurang sehat dan harus istirahat." Steve mengambil sebutir cokelat dan menelannya bulat-bulat. "Aku memperhatikanmu dari tadi, kau sangat mengagumkan! Gaun itu cocok sekali untukmu."
"Terimakasih," balasku. "Di mana Jack?" Aku menatap Steve. Dia hampir setinggi Jack, yang berarti jauh lebih tinggi dariku. Aku harus mendongak untuk melihatnya.
"Oh, Jack bersama Elli. Mungkin memikirkan cara untuk melamarnya." Steve mengambil bola cokelat kedua.
Hah? Melamar? Siapa yang akan melamar siapa? Aku bengong. Steve menatapku dan wajahnya memucat. "Claire, kau belum diberi tahu ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Harvest Moon: A Fanfiction
FanfictionClaire memutuskan sudah saatnya dia menyusul Jack, kakaknya yang pergi meninggalkan rumah lima tahun lalu untuk mengurus lahan perkebunan di Mineral Town. Masalahnya, sudah bertahun-tahun berlalu sejak Claire terakhir kali pergi ke Mineral Town, dia...