Cerita ini diceritakan kepada Freyashawk oleh Aloysius dari Mineral Town, kemudian diterjemahkan dan diceritakan kembali oleh penulis. Link asli akan disertakan di akhir cerita.
*****
Kisah ini berawal dari seorang pemuda pemalu bernama Kuko.
Kuko jatuh cinta pada putri Wali Kota, tapi dia terlalu pemalu bahkan untuk menyapa pujaan hatinya itu. Sebagai gantinya, Kuko meletakkan setangkai Bunga Putih di depan pintu rumah Wali Kota setiap pagi dan kembali lagi sore harinya untuk mengecek apakah putri Wali Kota menerima hadiahnya.
Bunga Putih adalah bunga yang indah dan langka, hanya tumbuh di puncak gunung tertinggi. Setiap malam Kuko mendaki gunung untuk mencari bunga itu dan tidak akan kembali sebelum mendapatkannya. Bagi Kuko, bunga itu mewakili perasaan berharga yang tumbuh di hatinya.
Hati Kuko berbunga kala mengetahui bahwa bunga yang dia tinggalkan di depan pintu telah menghilang. Dia membayangkan putri Wali Kota memahami bahwa keelokan Bunga Putih itu mencerminkan kecantikannya sendiri.
Suatu hari, sekelompok orang tak dikenal datang ke desa. Mereka membawa lamaran pernikahan dari putra pemimpin desa tetangga. Keledai yang sarat emas, peti yang penuh dengan batu permata berharga, dan keranjang yang dipenuhi biji-bijian, buah, dan sayuran datang bersama lamaran pernikahan tersebut.
Kuko yang malang! Hatinya terluka saat dia melihat peristiwa tersebut dan mendengar seruan kagum dari para penduduk desa. Sedangkan yang bisa dia beri hanyalah sekuntum Bunga Putih sederhana. Bahkan, saat para rombongan itu memasuki rumah Wali Kota, sepatu mereka menginjak bunga Kuko sampai hancur.
Kuko tidak bisa membayangkan gadis itu akan memilih dirinya dibanding putra pemimpin desa tetangga yang kaya raya. Kuko hanyalah peternak miskin, yang hanya memiliki beberapa domba dan dua ekor ayam yang bahkan tidak pernah menelurkan telur emas sebutir pun.
Dalam keputusasaannya, malam itu Kuko pergi ke Kolam Sang Dewi untuk merenung. Itu adalah tempat favoritnya, tempat yang sering dia datangi di kala sedih dan terpuruk. Menurut legenda, Dewi Panen tinggal di kolam itu dan bersedia mengabulkan keinginan orang-orang yang membutuhkan bantuannya.
Kuko berharap sang Dewi berbelas kasihan padanya, jadi dia menumpahkan keresahannya, bicara tentang mimpi dan harapannya, kekecewaan dan perjuangan yang sudah dilaluinya. Anehnya, Kuko yang biasanya susah berbicara dan pemalu dapat bicara dengan lancar pada sang Dewi yang tidak dapat dilihatnya, tapi Kuko bisa merasakan kehadirannya di tengah kilauan air danau.
Malam itu, setelah Kuko selesai bicara, dia dikejutkan dengan kehadiran burung biru yang indah terbang melintasi langit. Burung tersebut berputar di atas kepalanya tiga kali, kemudian menjatuhkan sebuah bulu ke pangkuannya. Bulu itu panjang dan berwarna-warni. Kuko tidak pernah melihat sesuatu yang secantik itu sebelumnya.
Kuko terkejut, tapi lebih kaget saat burung itu bicara padanya.
"Aku adalah burung Namimoto, yang membuat sarang di pangkuan sang Dewi." Burung itu bernyanyi. "Sang Dewi memintaku menyampaikan padamu untuk berbesar hati. Berikan Blue Feather ini pada gadis yang kau cintai, apabila hatinya berdetak untukmu, gadis itu akan jadi milikmu."
Kuko berterima kasih untuk hadiah langka itu. Kemudian dia kembali ke desa dengan membawa Blue Feather dan meletakkannya di depan pintu rumah Wali Kota.
Kuko tidak bisa tidur, dia pergi ke rumah Wali Kota pada keesokan paginya untuk melihat Blue Feather yang dia tinggalkan. Betapa gembira hatinya saat mengetahui bulu itu telah hilang.
Saat Kuko masih berdiri di sana, Wali Kota, putrinya, dan seluruh rombongan dari desa tetangga keluar dari rumah. Seseorang mulai membunyikan lonceng bersuara nyaring untuk memanggil seluruh penduduk desa.
Tak lama kemudian, semua penduduk berkumpul di alun-alun kota, menanti kabar apa yang akan disampaikan. Kuko khawatir kalau Wali Kota mengumumkan bahwa putrinya bersedia menerima lamaran dari putra pemimpin desa tetangga. Tapi Kuko melihat gadis yang dicintainya melangkah dengan Blue Feather yang dijalinkan di rambutnya yang keemasan.
Gadis itu berbicara dengan suara yang lantang, "Aku hanya akan menikah dengan lelaki yang bisa memberitahuku di mana burung yang mempunyai bulu indah ini tinggal."
Kemudian sang Wali Kota berkata. "Tiga hari dari sekarang, kami akan mengumpulkan kembali semua orang di alun-alun, saat itu aku ingin mendengar jawaban dari pertanyaan putriku."
Kuko menyadari bahwa Wali Kota bermaksud memberi putra pemimpin desa tetangga kesempatan untuk menjawab pertanyaan putrinya. Tiga hari berikutnya terasa sangat lambat bagi Kuko, karena dia sudah mengetahui jawabannya, tapi tidak tahu apakah saingannya juga berhasil mendapatkan jawabannya.
Setelah tiga hari, bel kembali dibunyikan dan para penduduk kembali berkumpul di alun-alun. Para perwakilan dari desa tetangga datang beserta putra pemimpin mereka. Kuko khawatir karena pemuda yang menjadi saingannya memiliki wajah yang tampan, tetapi kesombongan terlihat jelas di raut wajahnya. Pemuda itu terlihat seperti seseorang yang bisa mendapatkan apapun yang dia inginkan.
Pemuda saingan Kuko melangkah terlebih dahulu, seakan hanya dirinyalah yang mengikuti sayembara itu dan satu-satunya yang berhak menjawab.
Pemuda berkata dengan lantang. "Inilah jawabanku. Aku telah mengirim utusan ke semua penjuru pulau, dan tidak ada seorang pun yang pernah melihat burung dengan bulu seperti itu. Maka dari itu aku menyatakan bahwa burung itu tidak berasal dari pulau ini, melainkan dari tempat yang sangat jauh."
"Benar!" Wali Kota menyetujui pemuda itu dengan gembira. "Kalau begitu kita sudah menemukan jawabannya."
"Belum," sahut putri Wali Kota. "Kita belum menemukan jawabannya, aku belum mengetahui di mana bisa menjumpai burung tersebut."
Setelah itu, Kuko melangkah maju. Kuko terkejut saat mendapati dirinya bisa berbicara lancar dan tidak gugup seperti biasanya. Dia bicara dengan suara yang tegas dan merdu. "Aku telah melihat burung yang kau cari. Burung ini tidak akan ditemukan di manapun, di tanah ini maupun di tempat lain, karena dia membuat sarang di pangkuan sang Dewi. Dia adalah burung Namimoto, burung kesayangan Dewi Panen."
Para penduduk yang mendengarnya takjub, bukan hanya karena jawaban yang dilontarkan Kuko, tapi juga karena perubahannya menjadi sosok pemuda yang percaya diri dan tidak kenal rasa takut.
"Bagaimana kamu bisa mengetahui hal ini?" Wali Kota bertanya dengan cemberut.
"Burung itu yang memberiku Blue Feather,' jawab Kuko. "Itu adalah simbol untuk cinta sejati, karena seorang pria yang memberi bulu itu pada gadis yang dicintanya seakan berkata 'hatiku telah memilihmu, seperti seorang burung yang pulang ke sarangnya, kuharap aku bisa bersarang di hatimu, selamanya.' Itu adalah pesan yang disampaikan Blue Feather dan itulah alasan mengapa aku memberikannya pada putri Anda. Aku mungkin hanyalah orang biasa, Tuan, tapi hatiku milik putrimu, selamanya.
Semua orang terpesona dengan kata-kata Kuko, bahkan Wali Kota pun mulai luluh hatinya. Meskipun Wali Kota harus kehilangan semua keuntungan yang akan didapatkannya dari putra pemimpin desa tetangga, tapi dia mencintai putrinya dan kebahagiaan putrinya lebih penting dibandingkan harta benda.
Putri Wali Kota memandang putra pemimpin desa tetangga, kemudian beralih menatap Kuko.
"Aku selalu mencintaimu," katanya kepada gembala muda itu. "Setiap pagi aku selalu melihatmu dari jendela, setiap kau meletakkan setangkai Bunga Putih yang indah di depan pintu rumahku. Aku selalu berharap kau akan bicara padaku suatu hari."
Putri Wali Kota meraih tangan Kuko dan berkata, "aku menerima Blue Feather darimu, demikian juga hatimu. Mulai sekarang, biarlah Blue Feather menjadi simbol cinta abadi untuk setiap perempuan dan laki-laki yang ingin menikah."
Demikianlah asal mula Blue Feather menjadi simbol cinta abadi dan menyertai setiap lamaran pernikahan selama berabad-abad.
*****
Sumber: http://harvestmoonforever.blogspot.com/2007/07/legend-of-blue-feather.html
KAMU SEDANG MEMBACA
Harvest Moon: A Fanfiction
FanfictionClaire memutuskan sudah saatnya dia menyusul Jack, kakaknya yang pergi meninggalkan rumah lima tahun lalu untuk mengurus lahan perkebunan di Mineral Town. Masalahnya, sudah bertahun-tahun berlalu sejak Claire terakhir kali pergi ke Mineral Town, dia...