Chapter 14

159 26 1
                                    

JACK

Aku membuka mata tepat saat hidungku mencium wangi cokelat yang menguar, pekat sekali. Tunggu, cokelat? Jangan jangan...

Benar saja, begitu membuka pintu kamarku yang berhadapan dengan dapur, aku langsung bisa melihat Claire di sana.

"Sedang apa kau? Pagi-pagi begini sudah sibuk di dapur." Aku bersandar pada kusen pintu kamar dan menyilangkan tangan.

"Kau tidak lihat?" Claire sibuk mengaduk sesuatu di wadah plastik dengan spatula. "Aku sedang membuat cokelat."

"Aku tahu, tapi untuk apa?" Aku bertanya lagi.

Claire behenti mengaduk dan melengos. Dia tidak menjawab, hanya menatapku dengan pandangan 'kau-bodoh-ya', lalu kembali mengaduk adonannya. Tunggu, apa dia baru saja mengejekku?

Aku mendekat padanya dan mengambil spatula yang dipegangnya. Claire mengangkat alis, protes. "Begini, Little C." Wajahnya berubah cemberut. Ha! Rasakan. Aku tahu dia paling benci dengan panggilan itu. "Aku tahu kau sedang membuat cokelat karena hari ini tanggal 14, dan tanggal 14 berarti Thanksgiving." Aku meletakkan spatula tadi di wadah plastik dan mendorongnya jauh-jauh. "Tapi di Mineral Town kami punya kebiasaan yang sedikit berbeda. Bukan para gadis yang seharusnya memberi cokelat, tapi laki-lakinya."

"Kenapa?" Tanya Claire polos.

Kali ini giliranku melempar pandangan 'kau-bodoh-ya' pada Claire. "Karena begitulah tradisinya." Aku menyentil dahi Claire.

"Lalu untuk apa aku bekerja keras sepagian ini. Kau harus tahu berapa banyak waktu yang kuhabiskan hanya untuk mengolah bubuk cokelat itu." Claire kembali cemberut.

"Tinggalkan saja di situ, Steve akan meneruskannya untukmu." Aku berkata sambil naik ke lantai atas.

"Memangnya Steven bisa masak?" Tanya Claire setengah berteriak.

"Kemampuan memasaknya jauh lebih baik daripada punyamu." Aku meninggalkan Claire yang berdecak kesal di dapur.

*****

Musim semi berarti musim stroberi. Aku sudah bekerja keras di awal musim, menanam banyak sekali bibit stroberi, hanya untuk melihat ini: separuh ladang yang terisi dengan tanaman hijau penuh bintik merah. Aku tersenyum puas dan mengangkat keranjang rotan tempat menyimpan hasil panen sementara sebelum ditimbang dan dibawa Zack.

Begitu Claire datang awal musim semi lalu, aku langsung melesat ke mini market dan memborong semua bibit stroberi yang dijual di sana, tanpa tersisa. Stroberi bukan jenis tanaman yang mudah dirawat, butuh banyak waktu dan tenaga. Tapi aku tahu hasilnya akan sepadan. Sekarang tinggal memanggil Claire.

Aku masuk ke dalam rumah dan melihat Steve berkutat di dapur. "Di mana Claire?" Tanyaku duduk di kursi tinggi di depan konter dapur.

Steve sibuk mengamati adonan yang dipanggang di oven. "Di kamarnya, kurasa."

"Hmmm... kau benar-benar menyelesaikan cokelat itu untuknya ya."

"Well, kau yang minta."

Aku mengambil sebutir apel dan menggigitnya.

Krauk...

"Jack, kau tidak merasa kalau Claire jadi pendiam belakangan ini?"

Krauk... krauk...

"Apa? Tidak tuh. Dia senormal biasanya." Aku mengelak. Aku tahu, Claire sangat mudah ditebak.

Krauk...

"Sebaiknya kau bicara dengannya." Steve menatapku dengan pandangan serius.

Krauk... krauk...

Aku terkekeh pelan. "Untuk apa? Lagipula kalau dia jadi pendiam, bukannya itu bagus." Aku menghabiskan apel yang tersisa dalam satu gigitan besar. "Kau khawatir ya." Aku melirik Steve.

Steve diam saja, tidak menjawab. Matanya menerawang ke arah oven. Uh-oh, bukan pertanda bagus. "Steve, apapun yang terjadi ini bukan salahmu." Aku menepuk pundaknya dan berjalan menuju tangga. Mungkin Steve benar, aku harus bicara dengan Claire.

Tok... tok... tok...

"Claire, ini aku." Aku mengetuk pintu kamar Claire yang setengah tertutup. Tanpa menunggu jawaban, aku menyelonong masuk begitu saja.

Claire sedang duduk di ranjangnya, memeluk lutut. Rambutnya yang basah dibiarkan tergerai.

"Kau benar-benar meninggalkan adonan cokelat itu begitu saja ya." Aku menyeret kursi ke depan ranjangnya dan duduk menghadap jendela. Wow, pemandangannya bagus sekali dari sini.

"Kan kau yang minta." Jawab Claire lirih.

"Memangnya kau membuat cokelat untuk siapa? Kau kan tidak punya..." Aku terdiam. Sial, aku lupa kalau Claire datang ke Festival Dewi Spring dengan Gray. Apa mereka berkencan? Tapi mereka berdua kan baru saja bertemu.

"Untukmu, untuk Steven, untuk Gray." Claire terdiam, "dan untuk sebanyak mungkin orang yang bisa kutemui hari ini. Aku ingin berterimakasih."

Jadi Claire benar-benar membuat cokelat dalam rangka 'Thanksgiving'. "Kau bisa memberi cokelat untuk semuanya musim dingin nanti." Kataku mencoba menghiburnya.

Tapi Claire tidak bergeming. Pandangannya lurus menatap jendela.

"Hei." Aku memutar kursiku menghadap ke ranjang, tepat di depan Claire. "Kau tahu kan, kau selalu bisa cerita padaku." Aku menumpukan siku pada lutut. "Aku minta maaf karena sudah pergi begitu saja dan meninggalkanmu. Tapi aku menyayangimu, kau tahu itu kan." Aku menatap sayang pada Claire. Dia satu-satunya keluargaku yang benar-benar berarti untukku.

Claire akhirnya menatapku, kedua sudut bibirnya terangkat. "Aku tahu, J. Aku tidak akan pernah kehilanganmu. Aku juga sayang padamu, karena itulah aku di sini."

Aku tersenyum dan mengacak rambutnya. "Ayo turun, akan kutunjukkan sesuatu padamu." Aku berdiri dan keluar kamar. Claire mengekor di belakangku, tanpa banyak bertanya.

Sampai di dasar tangga, aku menutup matanya dan menuntunnya keluar rumah.

"Apa ini benar-benar perlu?" Claire mendengus.

"Sudah diam saja." Kataku, terus membawa Claire ke tengah ladang. Setelah kami berada di tempat yang tepat, aku melepas tanganku.

Claire mengerjap sebentar, kemudian terkesiap. Matanya membulat dan mulutnya ternganga.

"Jack... kau," Claire menutup mulut dengan kedua tangannya. Tapi aku tahu dia masih tertawa lebar.

Tuh kan, sudah kubilang hasilnya bakal sepadan.

Harvest Moon: A FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang