CEMBURU

90 10 7
                                    

Setiap manusia tidak membutuhkan pengajaran untuk jatuh cinta. Meski seseorang tidak akan pernah tau tepatnya bagaimana dan kapan hatinya memutuskan untuk jatuh cinta. Keliru jika kau anggap jatuh cinta itu begitu mudah. Jika memang iya, apa kau yakin itu memang cinta?

Ketika hati telah menentukan cintanya, maka ada rasa lain yang akan timbul mengiringinya, cemburu. Teorinya, rasa cinta itu akan seimbang dengan rasa cemburu yang ditimbulkan. Pun bagi Hanbin yang merasa bahwa dirinya belum mengerti apapun tentang cinta, tidak perlu seseorang mengajarinya untuk merasakan kecemburuan ketika seseorang yang menjadi penghuni dihatinya berdekatan dengan pria lain.

Seperti biasa Hanbin menjemput Vi disekolahnya. Ia akan menunggu tepat ditempat yang sama setiap kali ia menjemput Vi. Cukup lama ia menunggu, matanya terus bergantian melihat jam tangan dan gerbang sekolah. Bahkan Eri sahabatnya Vi yang selalu keluar dari sekolah berbarengan nampak keluar sendirian.

Sekolahan sudah semakin sepi, hanya terlihat beberapa siswi yang keluar dari gerbang sekolah.

"Kemana sih Vi, lama banget." Hanbin berdecak kesal, ia putuskan untuk menghubungi Vi saja. Baru saja Hanbin merogoh saku celananya, nampak Vi melambaikan tangan di gerbang sekolah. Hanbin pun balas melambaikan tangan dan tersenyum. Namun senyumannya tak bertahan lama, ketika seorang pria dengan motor  sport yang keluar dari dalam sekolah tiba-tiba berhenti tepat disamping Vi lalu membuka kaca helmnya dan terlihat menyapa Vi.
Vi mengalihkan perhatiannya, dan nampak ia berbincang dengan pria itu disertai senyuman dan tawanya.
Seketika Vi mengabaikan keberadaan Hanbin. Ekspresi wajah Hanbin pun berubah masam.

"Maaf ya lama." Vi yang usai berbincang lalu dadah-dadah sebagai acara perpisahan dengan pria itu langsung menemui Hanbin.

"Itu siapa?"

"Yang mana?"

"Yang barusan ngobrol sama kamu."

"Oohh itu kak Bobby, pelatih basket sekolah kita yang baru." Santai saja Vi menjawab pertanyaan Hanbin sambil mengambil helm yang Hanbin pegang sedari tadi.

"Jadi karna dia kamu masuk ekskul basket?"

"Iihh Hanbin apaan sih. Aku udah masuk dari sebelum dia jadi pelatih ya."

"Kok masih muda sih?"

"Emang kalo pelatih harus tua? Udah yuk pulang aku udah laper."

*******

Minggu pagi Hanbin sudah nongkrong diteras rumah Vi, menemani Ayah Vi minum secangkir teh sembari asyik bercengkrama.

"Yuk, aku udah siap." Vi telah berdandan rapi mengenakan tshirt berwarna hitam yang ia padu padankan dengan skinny jeans berwarna biru, dilengkapi sepatu kets dan cardigan berwarna senada, tak lupa ia kenakan tas selempang yang berwarna hitam sesuai dengan tshirt yang ia kena kan. Dengan make up ala kadarnya, hanya menggunakan pelembab wajah dan bedak tipis, ia pun hanya memoleskan lipbalm pada bibirnya yang berwarna kemerahan. Rambut panjangnya ia biarkan terurai.

"Mau kemana Vi?"

"Mau ke rumah Hanbin yah."

"Kamu nggak bawa apa-apa?"

"Nggak usah Om, kan cuma mau main ke rumah. Mama sama Hanbyul katanya kangen." Hanbin yang sedari tadi diam menimpali pembicaraan Vi dan ayahnya.

"Oh ya udah deh, hati-hati ya. Nanti pulangnya jangan malem-malem."

"Siap Om! Tenang aja."

"Ya udah Vi pamit ya yah." Vi meraih tangan Ayah dan mencium tangannya.

"Kamu udah bilang sama Ibu?"

"Udah kok yah."

"Hanbin juga pamit ya Om." Hanbin pun mencium tangan Ayah Vi.

The Lost FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang