Apa harus kamu datang sekarang?
Semilir angin pagi yang lembab menyentuh kulit telanjang lengan Vi.
Rambutnya tersapu angin menggerai ke permukaan wajah manisnya. Tetes-tetes hujan membasahi tangannya yang menadah.
Pertemuan itu harusnya menyenangkan
Namun ada pertemuan yang tidak aku inginkan
Ingin rasanya aku berlari dari takdir Tuhan
Seperti takdirku bertemu kembali dengan Hanbin.Pandangan mata Vi teralih pada jam dinding yang terpajang didinding sebelah kiri kamarnya, manakala Vi masih menikmati udara pagi di balkon kamarnya. "Udah siang." Gumam Vi seraya masuk ke kamarnya dengan gontay.
Kamar bernuansa elegan dengan warna soft, perpaduan abu muda dan off white. Tidak berukuran terlalu besar, namun terlihat sangat rapi dan nyaman. Sebuah lemari pakaian disudut kanan, dengan cermin besar disampingnya. Vi berdiri didepan cermin, mengamati tubuhnya dari atas hingga ke bawah.
Terlihat tidak bergairah. Haahh..
Keluh Vi saat menelisik tubuhnya. Moodnya memang tidak baik belakangan ini, kedatangan Hanbin seolah membuat dirinya kehilangan keinginan untuk keluar bahkan pergi ke toko rotinya. Namun Vi tidak bisa meninggalkan kewajibannya, sudah beberapa hari ia tidak datang ke toko roti. Jadwal memperkenalkan produk barunya pun tertunda. Vi ambil sebuah handuk berwarna biru, menyelempangkan dibahu kirinya lalu keluar dari kamarnya menuju kamar mandi yang terletak di lantai satu rumahnya.Rumahnya memang tidak terlalu besar, rumah sederhana tipe 36 berlantai dua. Satu kamar di lantai satu, satu kamar dilantai dua, satu kamar mandi di lantai satu. Sebuah dapur yang menyatu dengan ruang makan, lalu ruang tamu yang menyatu dengan ruang keluarga. Ukurannya yang terbatas membuat Vi harus pintar-pintar mendesain interior dirumahnya. Namun yang membuat Vi paling betah adalah, taman dibagian belakang rumahnya cukup luas untuk sekedar menanam tunbuhan kecil, sangat menyenangkan bagi Vi yang mempunyai hobi menanam berbagai jenis bunga.
Vi hanya tinggal sendirian, setelah keluarganya memutuskan untuk pindah. Mereka enggan kembali lagi ke ibukota, kadung nyaman katanya.
Selesai berdandan, Vi duduk sejenak satu lapis roti dengan selai coklat ditangannya, serta satu cangkir teh hangat pelengkap sarapannya.
Gimana kalo Hanbin dateng lagi?
Gue terlalu takut
Tapi bukan gue yang harusnya takut nemuin dia,
harusnya dia yang malu ketemu gue.🍁🍁🍁🍁🍁
"Selamat pagi mbak Vi." Tatia, seorang karyawan di toko roti berkulit sawo matang dengan rambut ikal terikat, menyapa saat ia tengah merapikan roti yang dijajakan pada beberapa rak.
"Pagi. Disha dimana?" Disha, karyawan toko lainnya yang bertugas membantu Vi didapur. Berbeda dengan Tatia, Disha ini seorang keturunan Tionghoa kulitnya putih bening dengan matanya yang sipit. Sejauh ini Vi hanya memiliki dua pegawai. Tokonya hanya berukuran 7x9 meter dengan dapur seukuran 4×3 meter dibelakang. Maka dari itu Vi tidak membutuhkan terlalu banyak pegawai.
"Ada dibelakang mbak."
Vi berjalan ke arah sebuah meja, meja kasir yang merangkap menjadi meja kerjanya. Ya, ketika tidak terlalu sibuk dibelakang Vi akan duduk seharian disana melayani pembeli yang akan membayar roti yang telah mereka ambil sendiri. Vi taruh tasnya, lalu mengambil sebuah celemek berwarna hijau pastel dari salah satu laci dimejanya.
Lovely Baker.
Tulisan yang tertera pada celemek yang sedang Vi ikatkan, celemek kesayangan Vi sebagai hadiah ulangtahun dari ayahnya."Disha, adonan roti yang kemaren saya kirim resepnya gimana?" Segera setelah memakai celemeknya Vi beranjak ke dapurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Flower
FanfictionMungkin, yang pergi itu cinta. Tapi yang akan datang adalah jodoh. Terdapat beberapa part lirik lagu Gotta Find You, Joe Jonas. Sebagian cerita terinspirasi dari lagu itu. Kim Hanbin as Biayaz Kimma Hanbin A beauty cover by Biay_kim