RETURN

41 8 2
                                    

Dengan siapapun kau bertemu dan berpisah hari ini, itu adalah takdir.

Bahagia atau sedihkah? Atau mungkin kau memilih untuk marah, ketika takdir menuntunmu untuk bertemu kembali dengan seseorang yang pernah begitu mencintaimu namun kemudian cinta itu menyakitimu.

Mungkin saja rindu.

Setelah empat tahun memilih untuk menghilang, pada akhirnya takdir membawa Hanbin kembali dihadapan Vi.
Hujan selalu berada diantara Vi dan Hanbin, sepertinya hujan ingin kembali menjadi saksi pertemuan dua insan itu.

Tak dapat Vi sembunyikan air mata yang menyeruak ketika menghadapi kenyataan bahwa Hanbin kini berdiri dihadapannya.

Aku berharap ini hanya mimpi.

Vi membuang pandangan, bibirnya bergetar.
Tak banyak yang mampu Vi lakukan. Vi hanya berdiri mematung, tubuhnya terasa sangat kaku. Harus maju atau mundurkah? Atau berbalik dan pergi.

Aku bukan pengecut.

Sementara Hanbin, sedetikpun tak mengalihkan pandangannya. Tatapan mata yang nanar itu, tidak pernah berubah.

Ini nyata bukan fatamorgana.

Entah darimana keberanian merasuki Vi. Dengan langkahnya yang tertatih, Vi memilih untuk maju perlahan.

Berjalan ke arah Hanbin, apa yang akan Vi lakukan?

Selangkah, hanya selangkah jarak yang memisahkan mereka.

Namun Vi tidak berhenti, Vi melewatkan Hanbin.

Sudah ku bilang, kamu bukan arahku lagi.

Dengan kepala tegak, Vi melenggang kedepan ketika tepat berpapasan dengan Hanbin, tanpa menoleh sedikitpun. Tanpa sepatah katapun.

Hanbin tak punya cukup keberanian untuk menghentikan Vi. Hanbin hanya berdiam disana, bersama hujan dan air mata.

***********

Tidak sebentar waktu yang ku habiskan untuk menata hatiku kembali.

Kamu pikir siapa dirimu?
Setelah kau patahkan hatiku.
Ku sembuhkan, lalu kau datang lagi.

Secangkir coklat panas dalam genggaman Vi. Matanya jauh memandang keluar jendela kaca yang masih menyisakan bulir-bulir air hujan.

Kegelisahan tak bisa Vi sembunyikan dari wajahnya. Beberapa kali Vi menarik nafas panjang dan menghembuskannya keras.

Sesekali Vi menyeruput coklat panasnya, lalu Vi pejamkan matanya sesaat.

"Lo baik-baik aja?" Eri, sahabat Vi sejak SMA dulu menemani Vi dalam dilemanya setelah Vi meminta Eri untuk datang.

"Gue nggak tau."

"Dia nggak ngomong apapun?"

"Nggak, bahkan sebelum dia punya keberanian buat ngomong, gue nggak akan ada disana."

"Terus sekarang gimana?"

"Gue nggak tau, gue bener-bener nggak ngerti apa maksudnya dia tiba-tiba dengan seenaknya muncul lagi dihadapan gue."

"Dia masih sayang sama lo."

"Cih." Vi berdecih dengan senyum tipis dibibirnya.

"Sayang sama gue? Harusnya dia lakuin itu empat taun yang lalu."

Vi memindahkan posisi duduknya. Vi berbalik memandang sahabatnya.

"Lo tau Ri, butuh waktu yang lama buat gue sembuh dari luka yang dia bikin. Hati gue yang udah dia ancurin nggak akan balik seperti semula meskipun waktu udah nyembuhin lukanya. Kenapa dia harus muncul lagi dihadapan gue? Apa dia mau ngingetin gue lagi dengan masa lalu?"

The Lost FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang