HUJAN DIANTARA KITA

32 4 3
                                    

Hanbin tersenyum kecil dihadapan Vi. Entah kapan terakhir kalinya Vi menyebut namanya, dan hari ini ia mendengarnya lagi.

Mereka saling beradu pandang beberapa saat. Vi diam menatap Hanbin yang masih tersenyum dihadapannya.

"Mbak Zaviara ya?" Seseorang memanggil Vi dari dalam mobil, menyadarkan Vi yang tertegun begitu lama memandang Hanbin. Tanpa berkata apapun, Vi berlari masuk kedalam mobil berwarna silver dihadapannya.

Vi masih kebingungan. Sepanjang perjalanan ia nampak seperti orang linglung. Rambutnya nampak lengket basah oleh air hujan. Tubuhnya menggigil kedinginan, tapi tak terasa olehnya. Ia masih shock bertatapan begitu dekat dengan Hanbin.

"Mbak, ini berenti dimana ya?" Suara sang driver membuyarkan lamunan Vi.

"E..didepan pak, dua rumah lagi. Yang warna abu muda."

Vi berjalan lunglai melewati pagar rumahnya yang terbuat dari besi berwarna hitam. Ia masuki halaman rumahnya yang sempit dihiasi beberapa bunga dan tanaman hias lainnya. Vi mendengar deru mesin mobil berhenti didepan pagar rumahnya.

Vi menghentikan langkahnya, membalikan tubuhnya ke arah mobil itu.

Hanbin dengan berani turun dari mobilnya.

"Vi, aku harus ngomong sebentar aja." Hanbin segera menyampaikan maksudnya sesaat setelah ia keluar.

Vi nampak kebingungan disana, bola matanya memutar kesana-kemari. Tiba-tiba saja halaman rumahnya yang sejuk seperti kehilangan oksigen.

Aku belum siap.

Tanpa mengatakan sepatah katapun, Vi berlari masuk kedalam rumahnya. Segera ia tutup dan kunci pintu rumahnya. Vi nampak begitu gemetaran, perasaannya tak karuan saat ini. Diluar hujan masih turun dengan deras, Hanbin masih disana.

Vi duduk terhuyung dibalik pintu. Napasnya kian memburu, dan tanpa terasa air matanya menyeruak begitu saja.

Maafin aku Bin, aku belum siap..

Vi terus terisak, tanpa tahu Hanbin masih berdiri didepan rumahnya dengan guyuran hujan yang tidak ia pedulikan.

Hanbin sudah bertekad sebelum ia pergi menemui Vi. Dengan cara apapun hari ini Hanbin harus bisa berbicara dengan Vi. Hanbin tidak ingin terus hidup seperti itu. Tidak peduli apa yang akan Vi lakukan, jika Vi ingin menamparnya atau menyiramnya atau apapun terserah saja, ia hanya ingin meminta maaf. Itu saja.

Vi mengintip dari jendela disamping pintu rumahnya, dilihatnya Hanbin masih berdiri disana dalam guyuran hujan.

Dasar bodoh!
Terserah!
Gue nggak peduli!

Vi tarik napasnya kuat-kuat, sisi jahatnya sekali lagi keluar. Ia akan bersikap tidak peduli, biar saja si bodoh itu tetap berdiri disana sampai kapanpun dia mau. Lagi pula kenapa dia tidak diam didalam mobilnya?

Akhirnya Vi putuskan untuk naik ke kamarnya. Bajunya telah basah kuyup, ia mulai merasa kedinginan.

Vi berusaha menjauhkan pikirannya dari rasa empati pada Hanbin. Ia berusaha bersikap tidak peduli sebisa mungkin. Ia sibukan dirinya dengan mandi, lalu meminum coklat panas favoritnya duduk manis disofa seolah tidak ada yang terjadi.

Tanpa Vi sadari, ia tertidur disofa. Hangat dan nyaman, apalagi ditengah hujan  begini tidur adalah pilihan terbaik.

🍃🍃🍃🍃🍃

Vi bangun dari tidurnya, setelah ia tertidur kurang lebih 2 jam disana. Langit sudah sangat gelap, waktu sudah menunjukan pukul 8 malam. Vi lupa ia belum menutup gorden rumahnya. Saat Vi akan menutup gorden didepan rumahnya ia baru tersadar, bahwa tadi Hanbin masih menunggunya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 20, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Lost FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang