Aku berharap
Malam berlalu lebih lama
Entah kenapa
Aku merasa pagi ini begitu menegangkan
Aku berharap Hanbin datang
Tapi, aku juga berharap tak menemuinya lagi
Tuhan, tolong aku
Sekali lagi..Vi baru saja bersiap untuk berangkat ke tokonya, nampak jelas diwajahnya bahwa ia tak cukup tidur atau bahkan tidak tidur sama sekali. Hari ini tak seperti biasanya, kecemasan tiba-tiba saja menyeruak. Vi hanya masih bingung, setelah mendengar cerita dari Eri dan June tentang Hanbin. Jalan mana yang harus ia ambil saat ini? Alasan untuk tidak memberi Hanbin maaf secara langsung kian memudar, bagaimana bisa ia akan mengabaikan segala hal yang telah Hanbin lewati selama masa pencariannya. Vi tak sampai hati, ia bukan orang seperti itu.
Ia tak pernah membayangkan jika pada akhirnya ia akan bertemu dengan Hanbin, lalu berbicara tentang hubungan mereka yang berakhir dengan sangat amat tidak baik. Apakah bisa Vi memulai hubungan baik dengan Hanbin meski hanya sebagai teman? Paling tidak, apakah Vi bisa berbicara secara langsung dengan Hanbin, berdua saja. Setelah sekian lama ia pergi, pergi untuk memperbaiki kehidupannya, dan pergi untuk memulihkan hatinya. Ya, Vi menghindari Hanbin.
Vi tahu ia tak akan cukup kuat untuk bisa melihat Hanbin. Tapi, apakah Vi akan terus membiarkan Hanbin hidup dengan rasa bersalah selama sisa hidupnya? Atau, apakah Vi hanya takut ia akan berakhir dengan terus merindukan Hanbin?
Nggak, gue nggak boleh terus sembunyi.
Vi duduk dengan tatapan kosong di meja kasir toko rotinya. Pikirannya tak bisa fokus, banyak hal yang tiba-tiba datang menyerbu pikirannya. Hatinya mendadak tak enak, tiba-tiba ia merasa mual, rasanya ingin memuntahkan sarapannya pagi tadi.
Campur aduk. Vi takut, dan entah kenapa hatinya tiba-tiba merasa sedih. Rasanya ingin berlari saja dari semua ini, kembali ke Bandung tanpa tahu apa yang terjadi pada Hanbin. Mungkin saja dengan begitu ia tidak akan merasakan kegelisahan seperti saat ini.
Satu sisi hatinya mengatakan, untuk bertemu dan menyudahi hukuman Hanbin. Namun disisi lainnya, ia begitu cemas. Cemas kalau dengan bertemu mungkin saja membangkitkan perasaannya kembali setelah sekian lama ia kubur dibawah luka hatinya.
"Mbak, sakit?" Tatia yang sibuk membersihkan toko menangkap Vi yang tidak seperti biasanya.
"Nggak kok."
"Tapi mbak pucet banget, kalo mbak sakit pulang aja."
"Nggak, saya baik-baik aja."
Tatia segera meninggalkan Vi. Vi bersikukuh bahwa dirinya baik-baik saja, jelas-jelas Tatia melihat wajah Vi begitu pucat. Entah karna kurang tidur atau karna gelisahnya, atau mungkin keduanya.
Seharian Vi hanya duduk, benar-benar tidak seperti Vi yang biasanya yang akan bolak-balik ke dapur atau ikut melayani pelanggannya. Hari ini wajahnya begitu muram, satu senyumanpun tak nampak dari saat pertama ia datang ke tokonya.
Vi lihat jam ditangannya, waktu sudah menunjukan pukul 5 sore. Tidak ada tanda-tanda kedatangan Hanbin. Vi merasa lega, tapi merasa cemas juga, apakah Hanbin sudah menyerah mengingat bagaimana Vi mengabaikannya tempo hari?
Tidak, Hanbin tidak begitu.
Apa yang sebenarnya Vi inginkan, Hanbin datang atau tidak?
Vi pamit untuk pulang lebih awal, rasanya hari ini ia begitu lelah. Bagaimana bisa, seharian ini ia hanya duduk termangu. Lelah karna menunggu? Vi hanya lelah dengan hatinya. Saat ini ia merasa hatinya begitu terbebani. Apakah bisa menemui seseorang yang telah menyakitinya begitu dalam? Apakah bisa ia tidak jatuh cinta lagi dengan pria seperti Hanbin? Terlebih setelah ia tahu Hanbin pun tersiksa. Dimana nuraninya jika ia tetap menyiksa Hanbin dengan rasa bersalah.
Rintik hujan turun begitu saja saat Vi keluar dari tokonya. Vi dongakkan kepalanya melihat langit begitu gelap. Ia segera berlari ke pinggir jalan mencari taksi yang biasanya berjejer didekat sana sebelum hujan menjadi lebih deras.
Anehnya tidak ada satupun taksi saat itu, Vi membuka ponselnya memutuskan untuk memesan taksi online.
Vi harus menunggu beberapa menit sampai taksi pesanannya tiba, ia memilih berdiam diri dibawah pohon rindang didepan tokonya, toh hanya gerimis.
Namun tanpa Vi duga tiba-tiba saja hujan turun begitu deras. Vi tidak membawa payung, dan ia hanya mengenakan baju terusan selutut yang agak tipis. Ia gunakan tasnya untuk menutupi kepalanya. Vi melihat ke arah toko beberapa kali, bingung harus berbalik ke toko atau tetap menunggu taksinya yang sebentar lagi akan tiba.
Vi putuskan untuk tetap berdiri saja disana, sebentar lagi taksinya akan tiba, begitu pikirnya. Namun hujan kian deras, tasnya tak mampu menutupi tubuhnya.
Namun tiba-tiba..
Tubuh Vi tak terguyur hujan lagi.
Vi lihat keatas kepalanya, sebuah payung berwarna hijau melindungi dirinya dari hujan. Kemudian Vi alihkan wajahnya ke arah kanan, melihat siapa orang yang sedang memayungi dirinya.
"Han..bin." Ucap Vi lirih manakala mendapati Hanbin berdiri disana mengenakan Hoodie berwarna abu, celana jeans hitam lengkap dengan sneakers hitam membungkus kakinya.
"Long time no see Vi.."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Flower
FanfictionMungkin, yang pergi itu cinta. Tapi yang akan datang adalah jodoh. Terdapat beberapa part lirik lagu Gotta Find You, Joe Jonas. Sebagian cerita terinspirasi dari lagu itu. Kim Hanbin as Biayaz Kimma Hanbin A beauty cover by Biay_kim