MULAI dan AKHIR

42 5 0
                                    

Saat dirimu memberanikan diri untuk terlibat dalam sebuah hubungan cinta mencintai, maka saat itu secara otomatis kamu bersiap mempertaruhkan hatimu untuk terluka kapanpun itu.

Cinta itu tidak pernah menyakiti apalagi mengkhianati.

Semestinya, cinta adalah salah satu keajaiban yang Tuhan ciptakan. Kapan dan dimanapun cinta bisa datang begitupun hilang.

🌹🌹🌹🌹🌹

Hati siapa yang tidak terluka ketika mengetahui cintanya tak lagi untuknya. Entah sejak kapan, entah bagaimana caranya, cinta Hanbin untuk Vi datang, lalu tanpa tahu kemana jalannya tiba-tiba saja hilang.

Terluka, tentu saja. Coba saja kau jadi Vi, ketika kau pergi untuk menyampaikan kerinduanmu, namun dia merindukan yang lainnya.

Menangis berhari-hari, rasanya wanita manapun akan melakukan hal yang sama ketika dipatahkan hatinya. Terlebih jika seseorang yang telah begitu lama bersama, dan sangat kau percaya hingga tanpa ragu kau titipkan hatimu padanya yang melakukannya. Begitupun dengan Vi, meski kejadian itu terjadi beberapa hari yang lalu, meski pagi hingga malam Vi dapat melupakannya, namun tetap saja ketika menjelang tidurnya, air mata akan selalu menyeruak berharap dapat menghapuskan lukanya.

Satu-satunya harapan terakhirnya adalah, Hanbin akan datang setidaknya menghubungi untuk meninta maaf meski tentu tidak akan mudah memaafkannya, namun sayang satu pesanpun tidak pernah Vi terima.

Apa semati itu perasaan Hanbin? Apa hanya aku yang terluka?

Sendirian Vi memendamnya, bahkan rasanya terlalu malu bagi Vi untuk mencurahkan isi hati pada Ibu nya. Bagaimana tidak, Ayah dan Ibu Vi mengenal Hanbin sebagai sosok yang sangat baik, begitupun Vi. Rasanya mereka tidak akan percaya, bahwa pria baik yang mereka percaya telah mematahkan hati anaknya.

Namun seorang Ibu, serapat apapun anaknya menutup Ibu akan tetap dapat melihatnya meski gelap sekalipun.

Seperti pagi itu ketika Vi dan Ibu tengah berada di tokonya. Lagi, minggu ini Vi memilih untuk tidak bekerja.

"Vi.."

"Iya Bu." Vi menyibukan dirinya untuk menata satu guci bunga.

"Kamu kenapa?"

"Enggak Bu, Vi nggak kenapa-napa." Sekilas Vi memandang Ibunya. Ibu tersenyum kecil, lalu duduk disamping anaknya.

"Serapat apapun kamu nutupin dari Ibu, Ibu tetep bisa lihat. Bahkan saat gelap sekalipun."

Terdiam Vi mendengar ucapan Ibu. Vi taruh satu tangkai bunga dan sebuah gunting yang Vi pegang, lalu menundukkan kepalanya.

"Kenapa? Cerita sama Ibu."

Vi menarik nafasnya berat lalu menghembuskannya perlahan. Vi diam sejenak sebelum akhirnya berani menatap Ibunya. Wajahnya nampak sendu, tidak dapat lagi Vi tutupi kepedihannya. Tanpa mengucap sepatah katapun, air matanya menyeruak seraya memeluk erat Ibunya.

Tanpa berkata apapun, Ibu dekap erat anaknya mengelus-elus lembut punggung anaknya. Sesekali Ibu elus rambut Vi. Seorang Ibu akan tahu pasti ketika anaknya kesakitan tanpa perlu diberi tahu.

Ibu membiarkan Vi menangis selama apapun Vi mau dalam pelukannya. Karna pelukan hangat seorang Ibu adalah obat dari segala lara.

Ketika hanya terdengar isakan-isakan kecil dari Vi, Vi melepaskan pelukannya. Menghapus air matanya, lalu menarik nafas panjang agar lebih tenang hatinya.

Dan saat itulah Vi bercerita pada Ibu tentang apa yang membuatnya hingga begitu terluka.

"Mungkin yang pergi itu cinta, tapi yang akan datang adalah jodoh."

The Lost FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang