SAKIT

78 9 6
                                    

Bin, Vi ada di Jakarta.

Begitu kiranya isi sebuah chat yang baru saja Hanbin terima dari sahabatnya, June.

Seketika Hanbin yang sedang tergolek lemas karena demam sejak tadi malam suhu tubuhnya meningkat menjadi 39.7°, tersentak ia pun mendadak kuat untuk bangun. Sebuah handuk kecil yang menempel di keningnya pun terhempas, kompresan yang sejak semalam Mama terus basahi berkali-kali karna panas tubuh Hanbin tak kunjung turun. Hanbin mengucek matanya yang masih terlihat membengkak karena terus terpejam, memastikan kembali bahwa matanya tak salah membaca. Tanpa berpikir apa-apa lagi langsung saja Hanbin memencet ikon telpon pada ponselnya.

"Lo serius?"

"Dimana?"

"Ada alamatnya?"

"Apa?"

"Oke, thanks Jun."

Begitu kalimat-kalimat yang Hanbin ucapkan ketika Hanbin yang terlalu bersemangat langsung menghubungi si pemberi informasi mengenai keberadaan Vi.

Tanpa memikirkan kondisinya, hanya mengambil jaket melengkapi piyama yang Hanbin kenakan Hanbin segera mengambil kunci mobilnya. Tanpa sepengetahuan Mama yang tengah sibuk membuatkan bubur untuk anaknya yang sedang sakit, Hanbin pergi begitu saja dengan mobilnya.

Dengan wajah yang pucat, bibir kemerahan yang nampak memutih, mata tajamnya yang menjadi sendu, Hanbin berusaha memfokuskan dirinya dibalik kemudi. Sesekali bibirnya gemetar menahan kedinginan, beberapa kali ia pegangi kepalanya yang terasa sakit. Hanbin mengambil nafas panjang beberapa kali, mengatur nafasnya yang agak tersekat.

Satu jam setengah lamanya Hanbin mengemudi dengan kecepatan tinggi, ponselnya sedari tadi berdering tanpa henti. Nampak nama Mama menelponnya berulang kali, namun Hanbin sama sekali tidak menghiraukan kekhawatiran Mamanya. Ia mulai mengendurkan kecepatan, ia mengemudi dengan perlahan lalu menepi sejenak.

"Jl.Metro Pondok Indah, Pondok Pinang Kebayoran Lama. Bener disini kan?" Hanbin yang sangat lemas bergumam lemah dengan dirinya sendiri. Kemudian, ia susuri jalanan perlahan menengok ke kiri dan kanan. Dengan mata yang semakin meredup, Hanbin terus berusaha menguatkan dirinya mencari kesegala arah dengan seksama.

.......

Mama dengan segala kecemasannya, terus berusaha menghubungi Hanbin yang tak kunjung mengangkat telponnya. Ia hubungi suaminya mengabarkan Hanbin tiba-tiba saja menghilang. Meski sang suami menanggapi dengan lebih tenang, suaminya menenangkannya dengan mengatakan "Mungkin Hanbin ada keperluan penting, nanti juga pasti pulang. Papa bantu cariin, Mama tenang aja ya." Begitu kalimat terakhir telpon antara Mama dan Papa Hanbin.

"Kak, kamu tuh dimana sih! Bikin Mama khawatir, udah tau lagi sakit pergi nggak bilang-bilang." Mama menggerutu sendiri sambil berjalan mondar-mandir.

"Hallo?"

"June, ini Mamanya Hanbin."

"Ini, Hanbin tuh lagi sakit tapi tiba-tiba pergi gak tau kemana. Tante udah hubungin gak di angkat, badannya dia lagi panas banget. Tante khawatir. Kamu tau dia kemana nggak ya?"

"Apa? Kamu tau?"

"Alhamdulillah. Ya udah tolong ya Jun, tante khawatir banget."

"Iya makasih ya, waalaikumsalam."

Kalimat demi kalimat yang terlontar dari Mama Hanbin ketika ia mencoba menghubungi June, satu-satunya teman Hanbin yang ia tau.
Raut wajahnya sedikit lega mendengar June diseberang sana mengatakan bahwa ia mengetahui keberadaan Hanbin dan akan segera menjemputnya.

The Lost FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang