Bagai alu mencungkil duri, pria itu tak menyerah meyakinkan pria paruh baya yang menjadi lawan bicaranya. Bukankah suatu saat duri tetap akan terlepas dari tempat asalnya? Jika di awal ia bagai alu yang tak bisa mencungkil duri, sekarang dirinya menjadi mesin pemisah duri.
"Aku tidak mau," ujarnya menegaskan.
"Lalu bagaimana dengan festivalnya? Kemarin teman satu kelas sudah menunjukmu untuk menjadi ketua panitianya."
"Itu hanya persetujuan mereka, tidak denganku. Kau tidak bisa memaksaku, Songsaenim."
"Baiklah aku menyerah memaksamu," pria berkacamata itu akhirnya angkat tangan dan membiarkan murid di hadapannya tersenyum penuh kemenangan.
"Aku mengajukan diri memimpin kelas untuk festival akhir tahun."
Lee Sang Kyung, sang guru, menoleh ke sumber suara. Sedangkan pria yang menjadi muridnya hanya diam tanpa menoleh, karena tanpa melihat, ia sudah tahu siapa pemilik suara itu.
"Memangnya kau sanggup?"
"Jangan meremehkanku. Tentu saja aku sanggup, Kyung~ ssaem."
"Hey Jongin~ah, berhentilah bersikap seperti pahlawan!" tutur pria yang masih duduk di tempatnya.
"Wae? Setidaknya aku tak seperti kau yang membuang kesempatan untuk menjadi pahlawan."
"Sudahlah. Aku akan membicarakan ini dengan teman sekelas kalian. Sekarang kalian boleh keluar, karena jam pertama akan dimulai," ujar Kyung~ ssaem. Kedua pria itu berjalan keluar dari ruang guru dan menyusuri koridor lantai dasar sekolah mereka.
"Sehun~ ah, memangnya kenapa kau menolak untuk menjadi ketua panitia kelas untuk festival itu?" tanya Jongin.
"Jika aku memimpin kelas untuk itu, berarti aku akan bertanggung jawab penuh. Dengan begitu, aku akan lebih lama berada di sekolah, lalu waktuku untuk bermain game dan membaca komik akan semakin berkurang sampai festival dimulai sekitar 2 minggu lagi," pria itu memegangi kepalanya dan menunjukkan ekspresi frustasi membayangkan jika apa yang dikatakannya benar-benar terjadi.
"Aku sudah menduga alasanmu," Jongin tersenyum sinis.
"Kalau kau sudah tahu, untuk apa kau bertanya?"
"Berterimakasihlah padaku karena sudah membantumu."
Sehun menaikkan alisnya lalu mendesis kesal pada Jongin, kemudian ia berjalan lebih cepat mendahuluinya. Tepat ketika keduanya sampai di kelas, bel masuk berbunyi. Semua murid yang masih berada di koridor langsung berhamburan memasuki kelas masing-masing, tak terkecuali kelas yang mereka tempati saat Lee Sang Kyung menapaki kaki di ruangan kelas itu.
"Selamat pagi. Hari ini kita kedatangan murid baru dari Busan," ujar guru itu. Murid di kelas mulai saling berbisik membicarakan siapa murid baru itu. Wanita atau pria, terlebih lagi asalnya dari Busan yang notabenenya memiliki penduduk yang mempunyai daya tarik tinggi.
"Kalau wanita, apakah dia memiliki tubuh seksi seperti Sandara Park?" ujar salah satu siswa yang mengundang gelak tawa dari teman sekelasnya.
"Atau wajah seperti idol Sulli?" timpal salah satunya.
"Harap tenang! Jung Eun Ji, masuklah!" ucap Sang Kyung.
Sehun mengernyit mendengar nama Jung Eun Ji. Mungkinkah Jung Eun Ji yang ia kenal? Ah bisa saja wanita lain karena bukan hanya satu orang yang memiliki nama itu, kan?
Seorang wanita masuk ke dalam kelas dan berdiri di samping pria yang sekarang menjadi wali kelasnya. Ia tak memedulikan siswa dan siswi yang mulai membicarakannya, terlebih lagi beberapa siswa yang menggodanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wave
FanfictionKetika ego memenuhi jiwa, menutup hati untuk menerima kenyataan dan hanya bersikeras pada angan. Mengapa ego harus menjadi setir dalam kendali jiwa? Lantas saat asa mengatakan untuk berjuang, nyatanya hanya berlari dalam gelap dengan resiko dalam mu...