They Are Friends

269 42 10
                                    

Jongin memutar bola matanya, ia terlalu bosan melihat sikap kekanakan Sehun. Niatnya untuk kembali ke kelas mulai pudar, membuatnya lebih ingin menetap di tempat yang ia duduki saat ini. Ia menatap Eun Ji yang duduk di hadapannya. Gadis itu terlihat bingung dan gelisah, entah apa yang membuatnya bingung.

"Jongin~ ah, berdamailah dengan Sehun. Kumohon."

Jongin menaikan kedua alisnya dan menatap Eun Ji yang sekarang memasang wajah melas dan memohon. Rasanya ingin sekali dirinya mengiyakan ucapan Eun Ji, tanpa disuruh pun ia ingin melakukannya, tapi Sehun lah yang membuat sulit dengan sikapnya.

"Aku pusing melihat kau dan Sehun saling bersikap dingin seperti itu. Sampai kapan kalian akan membuang pandangan satu sama lain tanpa ada yang mengalah? Kalau tak ada satupun yang membuang sifat egois, sampai dunia ini berakhir pun kalian berdua tak akan berdamai," tutur Eun Ji dengan menggebu-gebu dan menunjukan kepedulian yang begitu besar pada pertemanan Sehun dengan Jongin.

"Aku tidak tahu," jawab Jongin singkat.

"Ayolah. Aku harus bagaimana? Tak bisakah kau mengalah dan mengajak Sehun damai?" tanya Eun Ji meminta kepastian dan Jongin hanya menjawab dengan gelengan kepala.

"Sungguh?"

"Iya."

"Kau jahat."

"Bukan jahat, aku tidak mau dia semakin berkepala besar," jelas Jongin.

"Oh ayolah, kapan semua ini selesai kalau kau dan Sehun sama-sama memiliki pemikiran seperti itu?"

Jongin mengangkat kedua bahunya dan bersikap tidak peduli.

"Aku hanya ingin membantu, aku mau mengembalikan keadaan, tapi kau dan Sehun sama-sama keras kepala, egois, kekanak-kanakan, berkepala besar, dan hanya memikirkan citra diri sendiri. Benar-benar payah," tutur Eun Ji dengan suara datar.

Jongin memerhatikan Eun Ji yang langsung berdiri. Tersurat rasa kecewa dan kesal dalam diri gadis itu, ekspresinya yang berubah menjadi datar hanya dalam hitungan detik sudah dapat membuktikan betapa kecewa dan lelahnya dia berbicara dengan orang yang keras kepala.

Jongin menghela napas sambil menatap meja di depannya saat Eun Ji beranjak pergi dari tempat itu tanpa mengatakan apapun.

***

Sehun membuka lokernya, ia mengambil semua surat yang ada di dalam lokernya. Entah surat dari gadis mana saja, intinya ia tak mau surat-surat cinta itu bertumpuk di loker. Biasanya, Jongin yang selalu membaca dan penasaran dengan isi surat-surat yang Sehun dapatkan itu.
Tapi sejak seminggu belakangan, tak ada lagi melakukan hal tersebut. Akhirnya, ia hanya memasukan semua surat itu ke dalam tas dan membawanya ke rumah. Sekitar 15-20 surat dalam seminggu ini masih bertumpuk di kamarnya tanpa ia buka sedikit pun. Ia bisa saja membuang surat-suratnya, tapi ia tak mungkin sejahat itu. Setidaknya para gadis yang memberikan surat itu merasa senang jika ia terlihat tak mengabaikan mereka.

Saat ia akan menutup loker, ia memicingkan matanya melihat sebuah amplop coklat berukuran sedang yang diselipkan di pojok tumpukan buku miliknya di dalam loker. Bagaimana amplop itu bisa berada di sana? Orang-orang menaruh surat untuknya lewat sela-sela pintu loker yang selalu ia kunci, tapi mengapa amplop itu bisa berada di pojok dalam loker?

Sehun berpikir sesaat, kemudian ia tersenyum miring mengingat orang yang memegang kunci ganda lokernya. Ia mengambil amplop itu, kemudian membukanya. Di dalamnya terdapat tiga CD game terbaru, dan voucher gratis Game Center.

"Aku tak mungkin menyia-nyiakan barang berharga ini," gumamnya seraya menutup lokernya, lalu segera beranjak meninggalkan ruang loker.

Sehun mengeluarkan ponselnya yang bergetar dari saku celana, kemudian mengangkat telepon dari Eun Ji.

WaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang