Sehun melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, jam menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, tapi wali kelas belum mengizinkannya meninggalkan rumah sakit. Dia masih harus menunggu orang tua Jongin yang sedang dalam perjalanan.
"Kau terlihat sangat gelisah. Ada apa?" tanya Jongin dengan suara tertahan karena bibirnya yang perih ketika membuka mulut.
"Ani. Tidak ada apa-apa," jawab Sehun berbohong. Tidak mungkin ia mengatakan pada Jongin kalau ia ada keperluan lain sementara temannya dalam keadaan seperti ini.
"Kau yakin?" Jongin memastikan, "kalau kau ingin pergi, pergilah. Aku bisa menunggu ayah dan ibuku sendiri."
"Kalau wali kelas tidak menahanku di sini, sejak tadi lebih baik aku pergi ke warnet," balas Sehun dengan niatan bercanda. Jongin memutar bola matanya dan mengalihkan pandangan ke luar jendela.
Beberapa menit kemudian, pintu ruangan diketuk. Wanita dan pria paruh baya bergegas masuk dan menghampiri anaknya yang duduk di atas ranjang rumah sakit.
"Ya ampun, apa yang terjadi padamu? Kenapa bisa seperti ini?" tutur wanita itu saat melihat keadaan Jongin.
"Sehun~ ah, siapa yang melakukan ini pada Jongin?" tanya ayah Jongin.
"Mian Ahjussi, biar wali kelas saja yang menjelaskannya padamu," jawab Sehun saat wali kelas masuk ke dalam ruangan.
"Anu, aku permisi dulu. Jongin~ ah, jaga dirimu!" ujar Sehun. Ia membungkuk dan segera berlari keluar dari tempat itu.
"Aish," desisnya saat melihat jam ditangannya menunjukkan hampir pukul setengah sebelas malam. Ia sudah bilang pada Eun Ji kalau ia akan datang ke kolam renang saat pertunjukan kembang api sesi kedua. Sekarang bahkan ia sudah terlambat dua jam lebih. Ia tidak tahu apakah sekarang Eun Ji masih menunggunya atau tidak, tapi yang ia tahu, sejak dulu Eun Ji selalu menunggunya sampai ia datang, meski berjam-jam lamanya.
Beruntungnya rumah sakit itu tak terlalu jauh dari sekolah. Bus terakhir menuju sekolahnya sudah lewat setengah jam yang lalu, tak ada waktu baginya untuk menunggu taksi. Ia berlari menyusuri trotoar, beberapa kali ia tak sengaja menyenggol orang yang melintas di trotoar itu. Butuh 15 menit untuknya sampai di depan gedung sekolah. Masih ada beberapa orang di lapangan yang sibuk membersihkan sampah di sekitar stan yang mereka dirikan. Sehun mengatur napasnya beberapa saat, lalu segera melewati koridor yang terhubung dengan pintu samping kolam renang, karena itu adalah akses jalan yang lebih cepat dari pada harus memutar ke samping gedung sekolah untuk masuk lewat pintu utama kolam renang.
Karena terlalu terburu-buru dan tidak memerhatikan di depannya,ia menabrak seorang wanita yang membawa sebuah kardus ketika ia masuk ke dalam pintu kolam renang. Ia berniat melewati gadis itu begitu saja, tapi dia mengurungkan niatnya dan berbalik saat gadis itu berusaha menjaga keseimbangannya. Sehun menarik tangan gadis yang ternyata adalah Chorong.
Chorong menggapai bahu Sehun saat Sehun menariknya, hal itu ia lakukan demi menjaga tubuhnya agar tidak jatuh. Ia menghela napas lega saat ia berhasil selamat dan tidak tergelincir atau terjatuh. Chorong baru sadar, saat ini dada bidang Sehun yang tinggi berada tepat di hadapannya, membuat wajahnya memanas dan mematung karena posisi mereka benar-benar terlihat sedang berpelukan.
"Kau baik-baik saja? Maaf menabrakmu, aku buru-buru," ujar Sehun.
Chorong segera menjauhkan tubuhnya dari Sehun, lalu berkata dengan pengejaan yang kacau karena gugup, "k-kau... Kau harus bertanggung jawab karena menabrakku. Ce-cepat bawakan kardus itu ke kelas," titah Chorong sambil menunjuk kardus yang tergeletak di dekat kakinya.
"Tapi aku harus..."
"Tidak terima alasan. Karena kau menabrakku, waktuku untuk pulang jadi semakin lama," potong Chorong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wave
FanfictionKetika ego memenuhi jiwa, menutup hati untuk menerima kenyataan dan hanya bersikeras pada angan. Mengapa ego harus menjadi setir dalam kendali jiwa? Lantas saat asa mengatakan untuk berjuang, nyatanya hanya berlari dalam gelap dengan resiko dalam mu...