"Itu!" Sehun menunjuk dua orang yang berlari ke arahnya. Meski mereka masih berada jauh dari tempatnya berdiri, namun ia bisa memastikan siapa dua orang itu.
"Ahjussi!" pria yang berlari itu langsung bersembunyi di balik punggung ayah Sehun dan gadis yang berlari bersamanya ikut menjadikan pria paruh baya itu sebagai tameng. Ayah Sehun tak sendirian, dia sudah membawa dua temannya dari aparat kepolisian.
"Ya! Dasar bocah siㅡ" ketiga berandalan itu berhenti berlari dan menggantung ucapannya saat salah satu teman ayah Sehun mengeluarkan tanda kepolisian dari saku jaketnya. Ketiga berandalan itu segera berbalik dan berlari untuk menghindar dari para petugas yang jadi pelindung Jongin dan Chorong. Tak diam, dua polisi itu segera masuk ke mobil, sedangkan ayah Sehun menggunakan motor untuk mengejar targetnya.
"Kalian cepatlah kembali ke rumah," ujar ayah Sehun sebelum berlalu pergi.
"Bukankah mereka murid kelas tiga?" tanya Jimin. Sebelumnya ia memang berniat menginap di rumah Sehun, jadi otomatis dia ikut Sehun untuk menemui Jongin.
"Iya. Taehyung, Namjoon dan Jong Dae, berandal sialan," jawab Chorong.
"Apa yang mereka lakukan pada kalian? Apa kalian baik-baik saja?" tanya Sehun.
"Apanya yang baik-baik saja? Aish, aku hampir mati!" tutur Jongin dan duduk di jalanan.
"Lihat wajahmu, kau seperti baru saja mengikuti pertandingan tinju," ujar Jimin sambil menunjuk wajah Jongin.
"Bangunlah, ayo ke rumahku. Orang tuamu belum pulang kan? Biar ibuku yang mengobati," Sehun memegang lengan Jongin dan memaksanya untuk berdiri.
"Park Chorong, kau ikut ke rumahku dulu. Nanti kau bisa menghubungi orang tuamu untuk menjemput atau aku bisa mengantarmu pulang," lanjut Sehun. Chorong hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Ayo, cepatlah! Di sini dingin sekali," ucap Jimin sambil merapatkan jaket tebalnya. Mereka berempat berjalan beriringan menuju rumah Sehun yang tak jauh dari persimpangan jalan itu.
Setibanya mereka, ibu Sehun membukakan pintu dan mengajak mereka untuk duduk di ruang tamu. Chorong terkesima dengan sikap sang ibu yang sangat ramah dan lembut itu, jauh berbeda dengan anak laki-lakinya yang sangat dingin.
"Aku akan membuatkan minum. Jongin~ ah, ayo ikut aku, biar aku obati luka di wajahmu," ujar wanita paruh baya itu.
"Aniyo. Aku baik-baik saja. Aku tidak mau kau meneteskan obat alkohol seperti waktu itu lagi," Jongin menolak sambil menggeleng dan menunjukkan ekspresi merajuk.
"Aigoo, jangan membantah. Apa kau mau aku mengatakan pada ayah dan ibumu kalau kau berkelahi?"
"A-andwae! Nanti ayah tidak memberiku uang jajan."
"Ayo, cepatlah!"
Sehun dan yang lain masih duduk di ruang tamu, sedangkan Jongin pergi ke lantai atas bersama ibunya Sehun.
"Bagaimana kau dan Jongin bisa dikejar mereka?" tanya Sehun.
"Mereka mencegat dan meminta uangku, tapi aku tidak mau memberikannya pada mereka. Saat mereka menarikku untuk membawaku pergi, aku berteriak, lalu Jongin datang dan menantang mereka, kemudian dia berkelahi dengan berandalan gila itu. Laluㅡ"
"Ringkas ceritamu dengan 20 kata," potong Sehun. Chorong menatapnya kesal dan berhenti bicara.
"Kau tahu? Kau bisa mendapat masalah besar setelah ini. Ah tidak, tidak, maksudku Jongin akan mendapat masalah besar setelah menolongmu dari mereka," ujar Jimin.
***
"Pelan-pelan, Ahjumma. Itu sangat perih," Jongin mendesis saat wanita paruh baya itu menempelkan kapas alkohol di luka di pelipisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wave
FanfictionKetika ego memenuhi jiwa, menutup hati untuk menerima kenyataan dan hanya bersikeras pada angan. Mengapa ego harus menjadi setir dalam kendali jiwa? Lantas saat asa mengatakan untuk berjuang, nyatanya hanya berlari dalam gelap dengan resiko dalam mu...