Besok adalah acara wisata ke pulau Nami bersama dengan teman sekelas dan Kyung~ Ssaem. Ia mengetahui berita wisata itu dari orang tuanya. Mereka bilang, tengah malam saat festival di sekolah berakhir, Jongin datang ke rumah dan ingin menemui Sehun, tapi ternyata Sehun sudah tidur. Padahal sebenarnya, Sehun hanya berpura-pura tidur, ia sedang tidak ingin melihat Jongin. Kemudian, orangtuanya bilang, Jongin menitipkan pesan kalau minggu ini akan ada acara wisata khusus murid sekelasnya.
Ini sudah hampir seminggu ia menjaga jarak dengan Jongin, serta Eun Ji. Sudah hampir seminggu ia tak bicara dan bertemu dengan Jongin, apalagi Eun Ji, berkomunikasi pun tidak. Ia mematikan ponselnya sejak tiga hari yang lalu, saat Jongin menelpon dan mengirim pesan yang isinya meminta dirinya untuk keluar dari kamar dan bicara dengannya, menyelesaikan masalah di antara mereka. Selama liburan musim dingin dimulai, hari-harinya hanya ia habiskan di dalam kamar yang ia kunci, bermain game dan membaca komik. Keluar kamar hanya untuk makan dan minum serta ke kamar mandi.
Jujur saja, Sehun sangat ingin datang ke tempat romantis itu, tempat wisata yang menjadi daya tarik banyak orang dan turis asing. Datang ke sana bersama keluarga yang ia sayang dan cintai, adalah hal yang sangat menyenangkan. Selain bersma keluarga, sejak dulu Sehun benar-benar mendambakan pergi ke pulau Nami bersama Eun Ji. Tapi mengingat jarak yang sedang tercipta diantara mereka berdua, hal itu membuat keinginannya mulai tertutup oleh emosi dan keegoisan. Ia sempat menolak dan tak ingin ikut acara itu, tapi ada sedikit perubahan di pikirannya setelah ia merenung.
Karena acara itu, ibunya menyuruhnya untuk membeli berbagai perlengkapan untuk dirinya selama pergi ke pulau Nami, mulai dari mantel dan jaket musim dingin yang lebih tebal, sampai makanan ringan.
Sehun berjalan menyusuri trotoar sambil membawa dua kantong plastik berisi barang-barang yang ia beli. Sebenarnya yang ibunya suruh lebih banyak dari itu, tapi Sehun terlalu malas untuk membeli dan membawa barang-barang yang ibunya pesankan untuknya pergi ke pulau Nami. Toh, wisata itu tidak lama, hanya tiga hari.
Sehun melambatkan jalannya saat melihat Eun Ji berjalan berlawanan arah dengannya. Saat jarak mereka semakin dekat, Eun Ji menghentikan langkahnya tepat di depan Sehun, tapi Sehun hanya meliriknya sekilas dan terus melanjutkan langkahnya tanpa berhenti.
Ia menenggelamkan dagunya ke dalam syal yang melilit lehernya saat ia telah melewati Eun Ji. Ada sedikit rasa bersalah dan menyesal dalam dirinya setelah melakukan hal itu. Seharusnya ia tak bersikap seperti ini.
Sehun menghela napas. Masih tetap berjalan, ia menolehkan kepalanya ke belakang. Langkahnya terhenti saat melihat Eun Ji masih berdiri di tempatnya berhenti tadi, membelakangi dirinya sambil tertunduk. Ingin rasanya ia berbalik, menghampiri gadis itu dan memeluknya, tapi kedua kakinya seolah tertanam dan tak mengizinkan dirinya untuk memutar langkah. Setelah menghembuskan napas berat, Sehun melanjutkan jalannya menyusuri trotoar.
Begitu tiba, Sehun membuka pagar rumahnya. Ketika ia akan masuk ke dalam, dari arah samping, Jongin memanggilnya. Pria itu melambaikan tangannya pada Sehun dari dalam rumahnya yang berada tepat di samping Sehun.
"Oy, Sehun~ ah, kemarilah! Aku punya CD game virtual terbaru," ujar Jongin. Kedua alis yang tertutup rambut itu terangkat, menanggapi ucapan Jongin. Ia tak memedulikan tawaran Jongin, karena sejak game itu dirilis tiga hari yang lalu, ia sudah membelinya dan menuntaskan game itu hanya dalam sehari, tanpa tidur.
"Hey, Sehun~ ah, tunggu!" Jongin segera keluar dari pagar rumahnya dan menghampiri pagar rumah Sehun. Tapi, temannya itu sudah lebih dulu masuk ke dalam rumah dan menutup pagar.
"Sehun~ ah, jangan bersikap kekanakan seperti ini. Masalah kemarin tidak pantas untuk dibesarkan sampai-sampai kau tidak mau bicara denganku," tutur Jongin. Sehun tak mengindahkan ucapan pria itu dan berlalu masuk ke dalam rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wave
FanfictionKetika ego memenuhi jiwa, menutup hati untuk menerima kenyataan dan hanya bersikeras pada angan. Mengapa ego harus menjadi setir dalam kendali jiwa? Lantas saat asa mengatakan untuk berjuang, nyatanya hanya berlari dalam gelap dengan resiko dalam mu...