Chapter 27 : Diffrent Styles

1.2K 60 1
                                    

~~~

Matahari mulai menyembul dari ufuk timut. Menerangi seluruh sudut dunia. Tapi udara dingin masih tetap menyelimuti New York, seperti tak pernah ada bosannya. Kedua mataku mulai menyesuaikan suasana kamar yang berbeda. Ternyata aku benar-benar tidur di kamar hotel ini semalaman. Kulihat ponselku yang terbaring di kasur, tepat di sebelahku. Saat kunyalakan, terpampang nama 'Harry Styles' dengan 10 misscall dan 7 pesan masuk. Dia ini memang sudah gila ya?! Pria aneh.

From : Harry Styles (00:00 AM)
"Where are you? :'("

From : Harry Styles (11:00 AM)
"Shells, I can't find you. Where are you?"

From : Harry Styles (10:30 AM)
"Kau tak ada di kamar hotel, aku akan mencarimu!"

From : Harry Styles (09:30 AM)
"Don't trying to play hide and seek with me!"

Dan pesan-pesan yang berisi kata-kata mencariku. Kenapa ia peduli? Apa yang ada dibenaknya? Tiba-tiba ponselku bergetar, kulihat nama Harry tertera di sana. Tumben ia bangun pagi-pagi hanya untuk menghubungiku, mungkin (?). Kutekan tombol 'answer' dan mendekatkan ponselku ke telinga. "Hallo?"

"Ohh, finally! Mengapa kau baru mengangkat teleponku setelah kuhubungi sebanyak 10 kali, huh?! Kau membuatku khawatir! Kau ini tanggung jawabku! Bagaimana jika kau menghilang? Aku yang akan disalahkan nantinya!" cerocosnya hingga membuat telingaku sakit. Dia lebih cerewet dari mom ternyata.

"Harry! Berisik! Iya, iya, maaf. Aku akan pulang sekarang. Nanti akan kujelaskan di sana."

"Huft! Begini saja, aku akan menjemputmu bagaimana? Kirim alamat hotelmu sekarang. Aku baru meminjam mobil uncleku. Cepat ya!"

Telepon terputus begitu saja. Shit! Apa sih maunya?! Huh, dari pada aku diomeli oleh si keriting itu, lebih baik segera kukirimkan alamat hotel ini padanya. Perubahan memang baik, tapi seorang Harry Styles dapat berubah menjadi lebih baik? Itu sangat tidak mungkin! Apa lagi setelah menikah denganku, dan bertemu lagi dengan mantan kekasihnya itu. Tapi, akan kucoba untuk mengikuti permainan bodohnya kali ini.

Kubereskan tas selempangku dan keluar kamar untuk check out. Kurasa menunggu di cafe hotel tak masalah. Toh sekalian sarapan, aku belum sarapan dan perutku terasa kelaparan. Hmm, apa yang akan Harry lakukan selanjutnya? Aku harus ekstra waspada terhadap tingkah laku yang akan ia lakukan.

"Shella!" sebuah suara memanggil namaku dari pintu ballroom. Kubalikan tubuhku dan melihat seorang lelaki jangkung bersweater cokelat emas dengan kupluk hitamnya, memakai skinny jeans hitam dan sneackers putih tengah melambai kearahku. Lalu ia berjalan cepat menuju ke arahku. Mengapa ia bisa sampai dengan begitu cepat?

"Harry? Mengapa..- mengapa kau bisa secepat ini sampai kemari? Aku baru saja ingin sarapan," omelku sedikit jengkel. Yang diomeli malah mengerutkan kedua alisnya dan berkacak pinggang sambil menatapku dengan tajam. Ia akan memarahiku, dalam waktu 1,, 2,, 3,,.

Hembusan nafas? Hanya itu? "Shells, aku sudah disini dan aku sudah berusaha cepat agar kau tidak memarahiku. Sekarang kau malah memarahiku! Kau ingin sarapan? Ayo, ikut bersamaku. Kita akan sarapan di tempat lain."

Harry menggenggam tanganku erat membuatku sedikit terkejut dan menatap tangan besarnya yang berada di tanganku itu. Ia mengangguk sekali dan menarik pelan tanganku untuk keluar dari hotel. Ini bukan Harry. Ini pasti kembarannya yang menjemputku. Lalu dimana Harry yang sesungguhnya?!

Di dalam perjalanan, ia begitu diam seperti biasa. Awkward. Oh ya, aku ingin memberitahunya sesuatu. "Harr, kau masih ingat dengan Danny?" tanyaku membuat ia menoleh sejenak dengan ekspresi bingung. Ia mengangguk pelan, dan menjawabnya.

"I.. Iya. Kau ingin menjelaskannya sekarang?" ia berbalik tanya tanpa menatapku.

"Mungkin, di hotel saja."

"Okay."

Sesampainya di depan hotel kami, kejadian tak terduga terjadi begitu saja. Tak ada angin, hujan, apa lagi badai, seorang Harry Styles membukakan pintu mobilnya untukku. Hanya UNTUKKU. Dengan perasaan ragu, kukeluar dari mobil dan menatapnya aneh. Sungguh aneh sekali pria ini. Aku hanya bisa menggeleng dan menahan senyumku yang terus menerus mendesak ingin keluar. Itu adalah kejadian langka untukku dan Harry. Maksudku, ini tak seperti Zayn yang sering melakukan hal itu padaku. "Kau tak ingin memarahiku hari ini?" tanyaku menggodanya.

"Kau ingin kumarahi?" desisnya sembari menekan tombol kunci pada remot mobilnya. Lalu ia menatapku dengan sebelah alisnya yang terangkat.

"Tentu saja tidak! Kau hanya aneh sejak hari kemarin. Tak biasanya kau peduli, apalagi baik hati seperti ini. Kau ada maksud tertentu melakukan ini, ya kan? Apa rencamu sebenarnya?" kecurigaanku mulai memuncak, jadi kuintrogasi dia. Walaupun tidak begitu detail. Tapi biasanya pertanyaan kecil seperti tadi, bisa membuat orang cukup gelagapan.

Well, yang ditanya malah tertawa. "Lucu sekali, Shells. Ya Tuhan, apa salahku padamu sebenarnya? Kau mau aku menjadi baik, tapi saat aku baik, kau malah mencurigaiku. Sudah, ayo masuk dulu, nanti kita bicarakan di dalam," ajaknya lalu meleos duluan.

Aku hanya memutar kedua bola mataku dan membuntutinya hingga ke kamar kami. Entah mengapa, kata-kata Shara tentang Harry satu hari sebelum pernikahanku dengan lelaki itu, ada benarnya juga. Harry memang sempurna walaupun hanya terlihat punggungnya saja. Cara ia berjalan dan bersikap seperti pria normal (kalian tahu kan sikap Harry padaku bagaimana? Bagiku, sikapnya itu sangat tidak normal), intinya dia adalah lelaki idaman para wanita. Itu semua memang harus ku akui benar. Tapi, entahlah, aku tak bisa bersyukur karena telah memilikinya. Dia bagaikan malaikat tertampan bagi banyak wanita, tetapi bagiku, ia adalah iblis licik pencabut nyawa. Harry memang tampan dan sangat menawan, tapi Zayn lebih baik darinya. Mereka berdua memiliki sikap dan sifat yang saling bertentangan. Just like, fire and water.

"Welcome back!" suara Harry setelah membukakan pintu hotel kami, membuatku sedikit tersentak ke belakang. "Aku membuatkanmu sesuatu. Come in!" lagi-lagi ia yang mendahuluiku.

Kuhirup aroma hidangan lezat dari arah dapur. Wow.. Apa ia benar-benar bisa memasak? Atau jangan-jangan ia mau meracuniku? Kulihat chicken nugets, roti panggang, mozzarela sauce, puding cokelat dan jus jeruk segar sudah terhidang di atas meja makan. Hmm.. Terlihat sangat lezat. "Apa ini bisa dimakan?" tanyaku sembari duduk dan menatap satu-satu hidangan nikmat yang (katanya) ia buat sendiri ini.

"Ofcourse! Aku bisa masak, kau tahu? Masakanku lebih enak dari masakanmu." Harry lalu duduk di sebrangku. Dan saat hendak mulai berdoa, tak sengaja kutatap wajahnya yang terlihat.. Sangat menyejukan. Ia menutup kedua mata emerlandnya, mengepal kedua tangannya di depan dada, dan membisikan doa dengan khusuk.

Kuikuti apa yang ia lakukan. Kubisikan doaku seraya menatapnya dalam. "Ya Tuhan.. Izinkan aku untuk merubah lelaki di hadapanku ini. Ia lelaki yang baik, aku yakin. Tolong lindungi ia, berikan ia kebahagiaan, biarkan aku mencintainya ya Tuhan..." bisikku dalam hati.

"Amin," ucap kami bersamaan. Aku menatapnya saat ia menatapku. Tapi Harry langsung mengalihkan pandangannya ke arah makanan. Ya Tuhan.. Tolong kabulkan doaku ini..

"Ayo dimakan," suruhnya lalu menyuap makanan di hadapannya. Aku tersenyum kecil dan segera mencoba nuggets buatannya.

"Hmm.. Not bad."

"Bilang saja enak.."

Aku hanya tertawa kecil dan lelaki berdimpless ini tersnyum lebar hingga lesungnya terlihat jelas. Sangat manis. Oh Dear god.. I really love him with all of my heart..

----- ------ ----- ----- ----- ----- ----- ----- ----- ----- ------

Imagine kalau Harry lagi berdoa kek gimana, sejuk yaa guys :))

Thanks for follow me.. Read this ff.. Vote.. And comment Thank You so Much...

Direct xoxo

My Emotional Husband // [{Harry Styles}]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang