~~~
Quite. Silent. Awkward. Tiga kata itu menggambarkan keadaanku dan Harry yang hanya diam kaku di dalam mobil miliknya. Aku masih belum percaya atas apa yang ia lakukan. Menyatakan cinta, senyuman dan tatapan itu. Semua terasa tidak mungkin. Apa lagi yang ia rencanakan sekarang?
"Shells? Mengapa kau diam?" tanyanya sembari menatapku lekat-lekat. Aku hanya bisa melihatnya dari sudut mataku.
Kututup kedua mataku dan menghembuskan nafas kasar. "Bisakah kau jangan mengganguku hari ini?"
"Ap-"
"Maksudku.. Aku tak bisa pulang hari ini. Besok kau jemput aku di hyde park. Pukul 8. Itu pun jika kau ingin aku kembali. Tapi jika dalam satu jam kau tak datang, kupastikan kau takkan melihatku lagi," potongku cepat lalu membuka pintu mobil Harry yang masih terparkir di parkiran tanpa bergerak sedikit pun.
"Shells," tangannya kembali menyentuh tanganku. Kembali menatapnya dengan tatapan lelah. "Tunggu aku," ia tersenyum manis hingga terlihat dimpless di kedua pipinya.
Aku hanya tersenyum kecil dan berlalu meninggalkannya. Aku berhutang penjelasan padanya. Ia pasti akan mengintrogasiku. Segera kupanggil taxi dan menaikinya menuju apartement Zayn. Apa yang harus kukatakan pada lelaki baik hati itu? Bagaimana cara aku berpamitan? Aku merasa tak enak karena aku sudah menumpang di apartementnya.
"Zayn?" kupanggil namanya saat sudah sampai di apartement dan melihat keadaan apartement yang sunyi. Tak lama terdengar suara benda terjatuh dari arah kamar. Segera kuberjalan cepat menuju kamar dengan perasaan khawatir. "Zayn, what are you-"
"Hay!" sapanya seraya membereskan peralatan kantor yang ia bawa di dalam tasnya terjatuh berserakan di lantai. Aku tersenyum lembut lalu membantunya.
"Zayn," panggilku kembali sambil meraih tangannya dan kugenggam erat. "Aku harus .. A-aku harus pulang," lirihku menunduk, berat hati.
"Pulang? Kau bertemu dengannya?" mungkin yang dimaksud Zayn adalah Harry. Aku hanya mengangguk lemah tanpa sanggup menatapnya.
"Aku tak bisa mencegahmu. Kau istrinya. Dan kurasa kau memang harus pulang." Seketika ia memelukku erat hingga aku menangis terisak membasahi t-shirt putihnya.~~~
Malam mulai menyelimuti London. Kutatap lampu-lampu yang bersinar menerangi kota London dari balkon lantai 5 apartement Zayn. Suara samar-samar kendaraan terdengar menemani heningnya malam. Aku ragu jika Harry sudah benar-benar berubah. Besok. Jika ia benar-benar tak datang, aku bersumpah tidak akan bertemu dengannya lagi. Sekalipun ia ingin menemaniku disaat persalinan. Aku tidak sudi menyematkan namanya pada nama belakang anakku. Aku akan membencinya seumur hidup!
"Hey," suara lembut dari belakangku membuatku berbalik dan menemukan Zayn tengah membawa dua cangkir berwarna cream dan ia memberikan salah satunya padaku. Secangkir cokelat panas yang masih mengepulkan asap kugenggam erat.
"Thanks."
"Kau mau kutemani besok?" tanyanya sembari menyeruput cokelat panas buatannya sendiri.
"Jika kau tidak keberatan, aku mau."
"Aku akan menemanimu kalau begitu." Keadaan hening sesaat, sebelum suara Zayn kembali terdengar. "Aku akan membuatkan roti panggang. Kau mau?" tawarnya sembari bangkit.
"Yea, boleh."
Saat ia telah menghilang dari pandanganku. Kukeluarkan sesuatu dari saku pajamasku. Kotak kecil berwarna merah muda dengan pita biru yang Niall lemparkan tadi siang membuatku penasaran. Kurasa tak masalah jika aku membukanya.
Kuperiksa kembali keadaan di sekitarku. Setelah aman, kubuka kotak itu dan ternyata isinya adalah .. "So beautiful.." desahku kagum melihat sebuah gelang rantai dengan hiasan mutiara yang menggantung pada rantainya. Hanya ada gelang indah itu saja. Kira-kira Niall akan memberikannya pada siapa? Mungkin dia sudah memiliki kekasih?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Emotional Husband // [{Harry Styles}]
Fanfic[COMPLETED] Sebuah hubungan akan berjalan dengan baik bila keduanya saling mencintai dan percaya. Tapi apa jadinya jika dua sejoli ini tidak saling mencintai, dan malah saling membenci? Bahkan mereka terikat sebuah janji pernikahan. Akankah mereka...