Chapter 4 : Shells?

1.9K 81 2
                                    

~~~

Sejam yang lalu, apa aku tidak salah dengar soal ucapan Harry pada Carrel itu? Kalimat "Dia calon istriku!" terus mengiang-ngiang tak jelas di pikiranku. Terdengar tegas, mantap dan indah. Entahlah, tiba-tiba aku merasa diakui olehnya. Apa mungkin aku mulai mencintainya? Tidak! Aku tidak boleh tertipu pesonanya. Harry lelaki brengsek! Dia pasti masih senang 'berhubungan' dengan jalang-jalang di luar sana tanpa sepengetahuanku atau kedua orang tuanya.

"Lupakan soal kejadian tadi!" ujar Harry begitu dingin. Kutolehkan kepalaku padanya. Ia terlihat acuh padaku, namun asik pada ponselnya. Jari-jarinya bermain di papan ketik iphonenya, mengetik sesuatu.

"Sudah kulupakan!" ketusku so' tidak peduli. Bagaimana bisa aku melupakannya semudah itu?! Ia yang paling menolak perjodohan ini, tapi dia juga yang mengucapkan kalimat itu dengan tegas di hadapan Carrel. Hingga lelaki sialan itu pergi dengan rasa tak percaya!

"Aku tahu kau berbohong." Kulihat Harry berjalan kearahku. Setelah sampai di hadapanku, ia membungkuk dan menatapku dalam-dalam. Aku yang tengah duduk hanya bisa menatapnya dengan sedikit rasa takut. "Dengar ya, kau ini gadis yang terlalu percaya diri. Kau pikir aku serius mengatakannya? Itu semua hanya semata-mata mebelamu! Kau tidak mau, kan berakhir di dalam kamar hotel berasamanya?! Ohh, atau jangan-jangan, kau memang sama dengan wanita lain? Kau sama murahannya dengan mereka?" Harry menegakkan tubuhnya sembari melipat kedua tangannya di depan dada. "Mungkin, jika aku sedang ingin bercinta, aku bisa menyewa teman-temanmu. Atau mungkin, dirimu?"

# Plak! #

Hancur sudah pertahananku. Aku menangis karena lelaki brengsek sepertinya. Harry terlihat terkejut sambil memegang pipi kirinya yang baru saja kutampar. "Hina saja aku hingga mulutmu berbusa! Aku BUKAN WANITA MURAHAN! Aku tahu! Aku tahu kau tidak mencintaiku! Aku tahu kau tidak menginginkanku! Tapi kumohon, jangan hina aku! Dan teman-temanku bukan JALANG!" teriakku hingga suaraku serak. Daripada ini berlanjut, lebih baik aku segera keluar dari kamar sialan ini.

Tapi, saat aku mencapai gagang pintu, sebuah tangan mencengkram pergelangan tanganku dengan erat dan menariknya hingga aku menghadap wajah Harry yang penuh dengan amarah. Aku jadi semakin takut padanya. Dad, tolong aku...

"Berani-beraninya kau menampar dan membentakku, huh?! Kau pikir, kau siapa?! Dengar murahan! Kau tidak bisa seenaknya seperti itu! Kau bukan siapa-siapa! Aku sangat berharap aku tidak pernah bertemu denganmu! Dan aku juga berharap, kedua ayah kita tidak pernah saling bertemu!" teriaknya semakin membuat tangisanku kencang.

"Daddy.. Daddy!!" rengekku seperti anak kecil. Aku merosot, duduk di lantai dengan tanganku yang masih di cengkram Harry dengan erat. "Daddy!!! AAAAA!!!" Kututup sebelah telingaku dengan satu tanganku sembari menggeleng-gelengkan kepala.

Tidak! Kecelakaan itu.. Itu semua gara-gara aku! Aku yang menyuruh daddy untuk pergi rapat padahal di luar masih hujan badai. Itu semua gara-gara aku! Maafkan aku dad..

*Harry's POV*

"AAAAA!!" teriak Shella semakin menjadi-jadi. Kenapa dia? Segera kulepaskan cengkramanku dan berlutut di dekatnya. "Daddy!!!" teriaknya lagi.

"Shells? Sudah hentikan!" kusentuh kedua pundaknya dan ia langsung menepis kedua tanganku. "Shella! Kau kenapa? Maafkan aku, ayolah hentikan," mohonku sembari menarik kedua tangannya dari telinga. Ia terus memberontak seperti orang gila. Apa ia masih trauma atas kepergian ayahnya? Bodoh kau Harry! Tentu saja, iya! Ayahmu dan ayahnya baru pergi dua bulan lalu!

"Hey, Shella, Shella! Sudah, okay? Sudah..." susah payah kuraih tubuhnya hingga akhirnya aku bisa memeluknya. Ia masih memberontak dalam pelukanku. Berusaha sekuat mungkin kupertahankan dekapan ini.

"Ini semua salahku.. Maafkan aku, daddy! Aku salah.."

"Ssshh, ini bukan salahmu. Sudah ya?"

Nafasnya masih terengah-engah dan isakannya masih terdengar. Itu membuatku semakin merasa bersalah. Begini pun, aku masih memiliki hati nurani. Apalagi pada Shella. Sebenarnya aku tidak tega. Tapi, aku tak berani mencintainya. Ia mirip dengan seseorang yang telah merebut seluruh cintaku dan membawanya pergi jauh. Karena itulah, aku takut jatuh cinta.

Soal Weronica, aku tidak benar-benar mencintainya. Aku hanya memanfaatkan tubuh dan ketenarannya. Yeah, semacam friend with benefits. Kenapa hidupku harus serumit ini?

Kurasakan tubuh Shella mulai melemas di pelukanku. Ia sudah terlelap. Baguslah. Kuharap saat ia bangun nanti, ia akan melupakan semuanya. Well, aku lebih menyukai Shella si gadis kasar di banding Shella si gadis lemah. Hiburan tersendiri untukku jika ia mencoba memberontak hanya karena ucapanku saja. Shells, Shells, kau menyebalkan sekaligus cukup menyenangkan.

~~~

*Shella's POV*

Kubuka kedua mataku dan tak kutemukan sosok Harry disamping tempat tidur. Apa ia kembali bekerja? Sudahlah, lebih baik aku keluar dari kamar dan membuka situs online shop untuk membeli dress yang akan kukenakan saat date bersama Zayn lusa. Sempat kulirik jam yang terpajang di dinding kamar. Ternyata sudah pukul 4 sore. Seberapa lama aku tertidur?

Akhirnya bokongku langsung mencium empuknya sofa ruang santai yang benar-benar nyaman ini. Sebelum membuka situsnya, pandanganku menyapu isi ruangan ini terlebih dahulu. Perapian modern yang canggih berada di hadapanku, tiga sofa panjang berwarna maroon dengan susunan satu sofa di taruh lurus menghadap meja, perapian, dan televisi, dua sofa lagi di taruh menyerong, baik sisi kanan maupun kirinya, meja kayu berbentuk persegi panjang yang tidak begitu lebar, karpet putih dengan bulu-bulu yang halus, beberapa tanaman hias imitasi dan yang aku suka, rumah ini begitu terbuka. Sisi kanan dari ruang santai ini adalah jendela super besar, yang menampakan indahnya panorama taman belakang rumah. Harry benar-benar kaya, sayang saja, sifatnya begitu buruk dan sangat mania.

"Sialnya, ia calon suamiku," gumamku sembari mulai membuka salah satu situs di ponselku.

Kurasa besok aku harus mulai bekerja. Aku harus menyelesaikan semuanya sebelum pernikahanku. Baru dua hari ya, aku menginap disini? Rasanya sudah seperti seminggu saja. Keketusan Harry, kekasaranku, keganasannya, kelemahanku, sudah menghiasi hari kami. Ingin rasanya cepat-cepat pulang.

"Shells?" sebuah suara membuatku mengangkat kepala dan melihat...

"Astaga! Apa yang kau lakukan?!" sentakku lalu bangkit menghampirinya yang kini malah terduduk di lantai. Astaga! Apa yang terjadi? Wajah Harry biru-biru, bahkan sudut bibirnya berdarah. Dia ini kerasukan setan atau apa?!

"Sudah jangan banyak tanya! Cepat obati aku!" perintahnya seraya mendorong bahuku, membuatku terjatuh ke belakang, aku hanya bisa mengaduh dan langsung berlari mencari kotak P3K.

Segera kuambil kotak P3K di kamar mandi. Aku kembali dan duduk di hadapannya. "Kau ini sedang kerasukan setan petarung?! Apa yang terjadi, huh?!" sewotku seperti seorang ibu yang melihat putranya terluka gara-gara ketahuan mencuri. Kuambil antiseptick dan mengoleskannya pada luka di wajahnya yang memar. Ia mendesis.

"Kau seperti ibuku. Cerewet sekali!" hinanya sembari terkekeh. Langsung kuketuk sekali kepalanya yang bodoh itu. "Aduh! Mengapa kau malah melukaiku?!" tanyanya dengan kesal.

"Karena kau bodoh! Cepat katakan mengapa kau bisa seperti ini?!" Kusimpan kapas bekas antiseptick itu, lalu kuambil handuk kecil dan membersihkan darah yang mulai mengering di sudut bibirnya, ia mendesis, dan berkali-kali menolehkan kepalanya. Tidak bisa diam sekali! "Ayo katakan!" paksaku.

"Iya! Aku habis bertengkar. Puas?" aku menghentikan aktivitasku dan menatapnya penasaran.

"Dengan siapa?"

"Denny Miguel. Kau tidak akan mengenalnya!"

Danny? Apakah ia Denny yang sama dengan apa ada di pikiranku sekarang?

----- ----- ----- ----- ----- ----- ----- -----

Danny? Siapa tuch? Reading ya sampe tamat:)

Huuhh.. Akhirnya bisa upload.. Tungguin kelanjutannya ya..

My Emotional Husband // [{Harry Styles}]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang