***
Begitu mobil Rafael Sridjaja memasuki pekarangan Kantor Bupati Belitung Timur, para staff tiba-tiba saja berlagak sibuk dan merapikan diri, bersiap-siap untuk menyambutnya.
Yang tadinya sedang asik merokok di taman segera mematikan rokok dan menjejali mulutnya dengan permen karet karena Rafael tidak menyukai asap rokok.
Yang tadinya sedang jajan jamu sembari menggoda mbok-mbok jamu gendong yang sedang mangkal di pintu belakang kantor pun segera berlari masuk ke dalam kantor dan lupa membayar jamu yang ia minum, sampai sipenjual jamu berteriak "Bayar Woy!" Barulah dua orang staff pria tersebut menghampiri sipenjual jamu untuk membayar. Dan setelah membayar, keduanya langsung ngibrit masuk ke dalam kantor melalui pintu belakang tentunya.
Yang tadinya sedang berjalan tanpa alas kaki, langsung berlari kembali ke ruangan dan memakai kaus kaki dan sepatu.
Yang tadinya sedang sibuk berbincang-bincang di ruangan sebelah segera kembali ke tempatnya. Yang tadinya sedang streaming drama korea langsung menekan tombol close di layar komputer dan langsung pura-pura menyusun berkas, berjaga-jaga jika Rafael tiba-tiba lewat di depan mejanya dan tentunya agar dirinya tidak disemprot pagi-pagi.
Sejujurnya kedatangan Rafael di kantor Bupati masih lebih cepat dua puluh menit dari jam masuk kerja, namun para staff merasa malu jika bos mereka datang lebih dulu dan kantor masih berada dalam keadaan kosong.
"Pagi, Pak."
"Selamat Pagi Pak Rafael."
"Segar sekali hari ini, Pak." Yang menyapa tersenyum lebar, padahal dalam hatinya berkata sebaliknya. Mukanya lagi muka tegangan tinggi nih, mendingan gua jauh-jauh.
Rafael tersenyum pada mereka yang menyapanya dan sesekali membalas menyapa mereka, lalu meneruskan langkahnya menuju ruangannya yang berada di lantai dua. Suasana paginya selalu seperti ini, para bawahannya akan bersikap begitu tegang dan segan dengan alasan yang sama sekali tidak ia ketahui. Dia nggak makan orang ini toh.
Tapi di mata para bawahannya, Rafael adalah sosok pemimpin yang tegas. Satu kali terkena semprot oleh Rafael, dijamin karyawan yang bersangkutan tidak akan bisa melewatkan hari dengan berhahahihi lagi, dan omelan Rafael akan teringat terus dan bahkan terbawa dalam mimpi.
Begitu menduduki kursi kerjanya, Rafael langsung membuka berkas yang ia pelajari sampai malam kemarin. Tak lama kemudian, seorang office boy masuk ke dalam ruangannya dengan mengantarkan secangkir kopi seperti yang biasa ia lakukan setiap pagi. Akan tetapi, hari itu office boy itu sepertinya betah sekali masuk ke ruangan Rafael, buktinya setelah ia keluar ruangan, kini ia kembali lagi dan kali ini tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
Sudut mata Rafael menangkap sepasang fantopel mahal berwarna hitam berhenti di depan meja kerjanya yang jelas bukan milik office boy yang baru saja mengantar kopi. Ia mengangkat wajahnya menatap sang pemilik sepatu, dan benar saja tebakannya mengenai siapa yang datang tepat sasaran.
Benny Lamdy - seorang mafia bisnis yang namanya sudah tidak asing lagi di seantero tanah air tengah berdiri menjulang tinggi di hadapannya dan bahkan langsung mengambil tempat duduk di depan Rafael tanpa menunggu dipersilahkan terlebih dahulu, seakan ruangan itu adalah ruangan kerjanya sendiri.
Salah seorang staff Rafael tampak menyusul ke dalam ruangan dengan nafas terengah. "Maaf, Pak Rafael. Saya sudah meminta Pak Benny untuk menunggu, tapi Pak Benny langsung menerobos masuk."
"Tidak apa-apa, kamu keluar saja." Rafael berkata kepada staffnya tersebut.
Sepeninggal staff tadi, Rafael beralih menatap pria paruh baya berperawakan sangar bernama Benny Lamdy dengan seulas senyum yang tenang. "Kebetulan sekali saya memiliki hal yang ingin saya bicarakan kepada Pak Benny dan tidak disangka, anda justru datang sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
FUGOSTINE
RomanceTerlalu banyak rahasia. Itu yang Rafael Sridjaja sadari sejak ia pertama kali mengenal Candice Lamdy. Selama ini wanita itu selalu berada di sisinya sebagai lelaki cantik bernama Sankhara. Candice berada di sisi Rafael dengan sebuah misi untuk meng...