***
Benny Lamdy sedang menghisap cerutu di ruang komisaris ketika pintu ruangan itu terbuka. Senyumannya mengembang sempurna begitu melihat siapa tamu yang muncul di muka pintu.
Hanya ada dua orang. Rafael Sridjaja dan seorang stafnya yang Benny kenal bernama Erwin.
Dua orang pengawal Benny yang berpakaian serba hitam mengekor di belakang Rafael, namun Benny memberi isyarat kepada keduanya untuk pergi.
Sepeninggal dua pengawal itu, yang ada di ruangan itu hanyalah empat orang. Benny dengan asistennya – Husni, dan Rafael dengan Erwin.
"Kita bertemu lagi, Pak Rafael." Benny tersenyum penuh kemenangan. "Saya takjub anda yang datang sendiri kepada saya, tanpa harus saya yang datang kepada anda."
Tanpa dipersilahkan, Rafael duduk di depan Benny sambil menyilangkan kaki. Kedua tangannya ia letakkan pada sisi kiri dan kanan kursi. Gaya duduknya sangat bossy seolah sedang berada di kediaman sendiri.
"Anda kelihatan senang mendapat kunjungan dari saya," Rafael tersenyum.
"Hanya kalau anda memberikan saya kabar baik."
"Sayang sekali kedatangan saya kemari bukan untuk memberi kabar baik."
Senyum di wajah Benny pun berangsur meredup. "Saya sudah rugi puluhan milyar hanya karena pekerjaan di tanah yang baru tidak dapat dilakukan."
Rafael menatap Benny dengan seulas senyum miring di bibir. "Kerugian anda, urusan anda."
Benny terpancing emosi dan menggebrak meja. Ia meletakkan cerutunya di asbak, lalu mencondongkan tubuhnya untuk menatap Rafael dengan mata berkilat-kilat marah. "Jangan kurang ajar! Bocah ingusan seperti anda berani menentang saya?"
Melihat lawan bicaranya semakin tersulut emosi, Rafael semakin terlihat gembira. Sejak dulu ia memang memiliki hobi yang cukup aneh. Entah mengapa ia sangat suka membuat lawan bicaranya marah. Semakin marah orang itu, Rafael justru merasa sangat puas. Dan itu artinya pembantaian telah dimulai.
"Saya ini tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan anda. Iya nggak, Er?" Rafael melirik sekilas kepada Erwin lalu kembali menatap Benny, membuat baik Erwin maupun Benny sama sekali tidak memahami apa yang diinginkan Rafael. Beberapa detik lalu ia seperti sedang menantang Benny dan sekarang ia seperti sedang ingin mengangkat perasaan Benny setinggi mungkin.
"Anda orang berpengaruh, istri ada banyak, terkenal dimana-mana. Coba tanya saja ke tukang pecel lele dipinggir jalan sampai artis ibu kota, tentu saja mereka akan mengaku bahwa mereka mengenal anda. Coba anda tanya siapa Rafael Sridjaja, belum tentu mereka kenal saya."
Benny tampak melunak dan kembali bersandar pada kursi, namun tatapannya sama sekali belum beralih dari Rafael.
"Sebenarnya apa yang mau anda katakan?" Tanya Benny tiba-tiba. "Anda bukan datang untuk membahas masalah perijinan dan juga kerugian saya. Langsung saja."
"Jadi saya boleh to the point sekarang?" Tanya Rafael.
"Mengapa tidak?"
Wajah Rafael yang tadinya murah senyum kini berubah datar. Dan tanpa Benny duga, tiba-tiba saja...
BRAK!!!
Rafael menendang kursi yang berada di sampingnya dan menginjaknya sampai patah.
Erwin kontan bergerak mundur, sementara Husni segera pasang badan di depan Benny, takut jika Rafael tiba-tiba menggila dan melukai majikannya.
"Erwin," kata Rafael tanpa memandang Erwin sedikitpun. "Kamu saya pecat."
KAMU SEDANG MEMBACA
FUGOSTINE
RomanceTerlalu banyak rahasia. Itu yang Rafael Sridjaja sadari sejak ia pertama kali mengenal Candice Lamdy. Selama ini wanita itu selalu berada di sisinya sebagai lelaki cantik bernama Sankhara. Candice berada di sisi Rafael dengan sebuah misi untuk meng...