SEPULUH - That Weird Feeling [Sankhara]

713 137 72
                                    

***


Entah apa yang membuat Rafael merubah pikirannya, yang jelas Sankhara sangat bersyukur ada seorang staff yang dipecat sehingga sekarang Rafael kekurangan karyawan dan mengangkat dirinya yang tadinya merupakan asisten rumah tangga menjadi staf khusus Bupati alias asisten pribadi.

Apakah Sankhara baru saja terdengar seperti orang yang tertawa bahagia atas penderitaan orang yang baru saja di pecat? Anggaplah Sankhara jahat, tapi ia sama sekali tidak memedulikan orang yang dipecat Rafael tuh. Salah sendiri mengapa orang itu lebih tertarik dengan segepok uang receh daripada pekerjaan yang gajinya bisa mensejahterakan hidup anak istri sampai akhir bulan? Salah siapa coba? Salah karyawannya lah, masa salah bosnya?

Hari ini adalah hari pertama Sankhara menginjakkan kaki di kantor Bupati. Ia mengabiskan waktu kurang lebih satu jam lima menit tiga puluh enam detik untuk mengekori Rafael mulai dari satu ruang ke ruang lain, ke ruang kerja bupati, mampir sebentar ke ruang kerja wakil bupati, ke pantry untuk melihat Rafael memesan makan siang kepada OB, dan berakhir di toilet.

Begitu merasa Sankhara mengikutinya sampai ke toilet, Rafael yang baru saja hendak masuk ke dalam toilet pun mengurungkan niatnya dan menoleh menatap Sankhara.

"Kamu ngapain ngikutin saya terus?" Tanya Rafael.

"Lah, bapak sendiri ngapain mampir ke toilet?" Sankhara baru tersadar dimana ia berada saat ia melihat papan berlambang laki-laki berwarna biru di depan pintu toilet.

"Lah, lucu kamu. Orang itu kalau ke toilet mau ngapain? Perlu saya jabarkan ke kamu satu persatu?"

Jawaban Rafael tersebut kontan membuat Sankhara menyesal sudah melontarkan pertanyaan bodoh pada atasan yang bodoh.

Gadis berpakaian pria yang rambutnya hari itu ditata rapi dengan menggunakan gel rambut tersebut hanya bisa tersenyum masam dan menjawab, "Saya hanya ingin tahu tugas saya, Pak. Dari tad bapak sama sekali tidak memberi saya satupun hal yang bisa saya kerjakan. Semuanya bapak kerjakan sendiri, saya kan bosan. Kesannya seperti sedang menerima gaji buta."

"Oh, jadi kamu bosan ya?"

Sudah tahu, masi saja nanya.

"Tenang saja. Setelah ini banyak kerjaan untuk kamu, bahkan sangat menguras otak. Tunggu saja saya di ruangan."

Mendengar kata 'kerjaan', Sankhara dengan bersemangat langsung berbalik meninggalkan Rafael dengan patuh. Sementara Rafael yang ditinggalkan hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum kecil.

***

Ternyata pekerjaan sesungguhnya yang dimaksud Rafael sudah menanti ketika mereka berdua tiba di dalam ruang rapat. Begitu Rapat dimulai, Rafael langsung disuguhkan dengan berbagai pertanyaan oleh rekan staff yang lain mengenai berbagai kasus yang sedang terjadi di daerah Beltim dan juga solusinya.

Sungguh pemandangan yang benar-benar baru di mata Sankhara. Ia tidak pernah menyangka saat bekerja Rafael akan menjelma menjadi sosok yang lain dari yang ia kenal di rumah selama ini. Ekspresi Rafael yang serius, tatapan yang tajam, dan juga jawaban yang diplomatis, membautnya terlihat karismatik.

Apakah selama ini pria itu memang sudah karismatik dari sananya ataukan Sankhara yang telat menyadari nya? Hmm, Sankhara rasa tidak. Orang-orang di kantor saja yang tidak tahu betapa gila dan menyebalkannya bos mereka saat berada di rumah. Hanya Tuhan, Sankhara dan Atma yang tahu sifat asli seorang Rafael Sridjaja.

Disaat Sankhara sedang sibuk dengan pikirannya sendiri, saat itulah Rafael tiba-tiba menoleh padanya dan meminta pendepatnya mengenai solusi atas kasus tambang liar yang sedang terjadi di daerah mereka. Tadinya Rafael tidak akan memaksa jika Sankhara menolak untuk memberi saran, namun diluar dugaan saran dari Sankhara ternyata cukup bagus untuk seorang pemula.

FUGOSTINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang