TIGA BELAS - Candice, As Sweet As Candy

669 113 54
                                    

***

Beberapa waktu lalu Sankhara mengatakan kepada Rafael bahwa Candice bersedia menemuinya di taman dalam sebuah Mall.

Saat Rafael meminta nomor telepon Candice, Sankhara mengatakan bahwa dia sudah memberi nomor ponsel Rafael kepada adiknya, sehingga Rafael cukup datang dan menunggu telepon dari Candice saja.

Meski Rafael bukanlah tipe pria yang suka membiarkan wanita yang menelepon terlebih dahulu, ia tetap menuruti permintaan Sankhara. Sepertinya Candice yang mengusulkan untuk menelepon Rafael.

Masalahnya sekarang, Rafael sudah tiba setengah jam dari waktu yang dijanjikan dan berdiri sendirian di tengah-tengah taman. Wajahnya yang sudah tidak asing lagi di kalangan penduduk daerah itu, membuat beberapa orang mengenali dan mendekatinya untuk meminta foto bersama.

Rafael tidak suka berfoto, namun para penduduk itu mengagumi dirinya yang beberapa kali sempat masuk berita di layar kaca, sehingga ia tetap meladeni sesi foto instan itu dengan ramah. Ia hanya berharap adik Sankhara bisa cepat datang sehingga ia tidak perlu terus-terusan diajak berfoto.

Dan harapannya ternyata terkabul karena beberapa menit kemudian, ponselnya berbunyi. Ia pun pamit kepada orang-orang yang mengajaknya berfoto dan menyendiri di sudut taman untuk mengangkat telepon.

Rafael menatap sederet nomor asing yang terpampang di layar ponsel yang ia duga adalah nomor Candice, kemudian mengangkatnya. "Halo?"

"Halo..." Sebuah suara khas yang tidak asing terdengar di seberang sana. Rafael mengenal suara itu sebagai suara Sankhara, namun yang ini versi lemah lembutnya.

"Candice?" Tebaknya.

"Benar ini Pak Rafael?"

"Benar. Apa kamu sudah sampai?"

"Sudah."

"Di mana kamu? Katakan saja, biar saya yang ke sana."

"Saya... Di belakang anda."

Perlahan tapi pasti, Rafael berpaling ke belakang, dan mendapati sesosok gadis berambut panjang selengan tengah menatap ke arahnya dengan tangan kanan menempelkan ponsel di telinga, membuat Rafael refleks mematikan panggilan secara sepihak dan mendekati gadis itu.

Gadis bernama Candice itu benar-benar merupakan Sankhara versi wanita. Dia mengenakan kemeja berwana pink pucat dipadu celana jeans berwarna biru muda dan sebuah tas slempang berukuran kecil berwarna putih.

Wajahnya mirip sekali dengan Sankhara, namun penampilannya ini benar-benar perempuan, bukan seperti Sankhara yang notabene laki-laki tapi berwajah dan bertubuh krempeng seperti perempuan.

Ah, ada satu lagi, warna rambut mereka berbeda. Rambut Sankhara bermodel boyband gondrong berwarna hitam pekat, berbeda dengan adiknya yang seperti nya mewarnai rambutnya dengan warna coklat kemerahan.

"Sepertinya kakakmu menceritakan ciri-ciriku kepadamu dengan sangat baik," komentar Rafael ketika ia dan Candice sudah saling berhadapan dalam jarak dekat.

"Siapa yang tidak kenal anda? Nama anda cukup terkenal di daerah ini dan wajah anda sering masuk televisi." Jawab gadis itu.

"Saya tidak menyangka bahwa bahwa masih ada yang mengenali saya padahal saya bukan artis," Rafael terkekeh.

Ia kemudian mengulurkan tangannya kepada Candice, bermaksud memperkenalkan diri secara resmi. "Tapi rasanya tidak afdol jika kita tidak berkenalan secara kangsung. Perkenalkan, Rafael Sridjaja."

"Candice." Gadis itu menyalami Rafael.

"Nama lengkap?" Tanya Rafael.

"Tidak ada. Hanya Candice." Gadis itu tersenyum.

FUGOSTINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang