DUA - A Pretty Boy Named Sankhara

1.1K 151 100
                                    

***

Minta votenya dulu dong, dan komennya kalau suka. Happy reading ^^

***

Sankhara terbangun pada keesokan harinya tepat pada pukul setengah enam pagi. Ia mengerjap-ngerjapkan mata dan mencoba mengumpulkan kesadarannya untuk menerka dimana ia berada. Plafon yang ia lihat ketika terbangun jelas bukan pemandangan yang ia lihat setiap paginya.

Setelah beberapa detik mengamati ruangan asing bernuansa krem tersebut, barulah Sankhara menyadari bahwa ia memang sedang tidak berada di rumah. Kalau diingat-ingat, ia sedang berada di rumah seorang bupati yang yang namanya sangat tersohor di daerah ini karena talenta, wajah tampan, dan usia yang masih sangat muda untuk menjadi bupati, akan tetapi lucunya ia sama sekali tidak tahu siapa namanya. Entahlah, ia sama sekali tidak tahu nama orang yang telah menyelamatkannya dari preman utusan rentenir yang mengejarnya kemarin. Mungkin lebih tepatnya ia tidak memiliki rasa ingin tahu untuk itu.

Yang ada dipikirannya saat ini hanyalah ia merasa sangat lega karena bisa terbebas dari preman yang mengejarnya demi menagih hutang ayahnya. Bukankah ironis, ayahnya yang seumur hidupnya suka mabuk-mabukan ketika meninggal bukannya meninggalkan warisan kepada anak semata wayangnya, melainkan hutang dalam jumlah yang sangat besar? Anggap saja ini adalah salah satu kesialannya, tapi ia patut bersyukur karena masih bisa lolos dari para preman itu.

Usai membersihkan diri, Sankhara beringsut keluar kamar untuk mencari letak dapur. Ia menemukan sosok lelaki berkulit hitam yang ia ingat sebagai supir si tuan rumah sedang tertidur di atas sofa ruang tamu -dengan gaya tidur yang sama sekali tidak dapat dikategorikan sebagai tidur cantik- dan kemudian memutuskan untuk melewatinya begitu saja.

Diam-diam ia mulai penasaran di mana letak kamar si bupati, namun ia terlalu malas untuk menggeledah satu persatu kamar yang ada di rumah itu, bisa-bisa ia dikira maling di rumah penyelematnya sendiri, sehingga ia memutuskan untuk masuk ke dapur saja dan membuat sarapan sebagai tanda terima kasih.

Ia mulai membuka lemari es dan setelah menemukan beberapa bahan makanan yang ia cari, ia kemudian membuka lemari dapur untuk mengambil beberapa peralatan memasak dan mulai memasak.

***

Kira-kira tiga puluh menit kemudian, Sankhara sudah selesai memasak dan ia menatap sarapan sederhana buatannya dengan bangga di atas meja makan. Hanya nasi goreng dengan telur ceplok beserta seceret kopi hitam, namun dari aroma yang menggugah selera, ia yakin sekali masakan perdananya- untuk orang lain ini- pasti enak. Sayang sekali ia yang sekarang tidak memiliki ponsel sehingga ia tidak bisa memotret hasil karyanya dan memasukkannya ke dalam akun sosial media miliknya. Saat itu, ia terlalu panik ketika melarikan diri dari preman sampai tidak menyadari bahwa ponselnya jatuh.

"Kamu bisa memasak?" Sebuah suara bariton terdengar dari arah belakang meja makan tempat Sankhara terduduk.

Spontan saja Sankhara menoleh ke asal suara dan mendapati Rafael berdiri di belakangnya dengan mengenakan kaus tanpa lengan dan handuk kecil tersampir di pundak. Dibandingkan terlihat seperti orang yang baru saja bangun tidur, ia lebih terlihat seperti orang yang baru selesai berolahraga.

"Bapak mau sarapan?" Tanya Sankhara basa-basi.

"Kamu tidak perlu melakukan ini," komentar Rafael sambil menyeka keringat di dahi dengan handuk.

"Ini adalah salah satu bentuk ucapan terima kasih saya," jawab Sankhara.

"Untuk membiarkan kamu menginap di sini?" Tanya Rafael sambil mengambil tempat di meja makan, Ia mengambil sendok dan mencicipi nasi goreng buatan Sankhara dan kemudian terdiam selama beberapa saat. Ekspresinya terlihat sangat datar, sampai Sankhara mengira bahwa masakannya itu benar-benar tidak enak sampai Rafael enggan memberi komentar.

FUGOSTINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang