Akhirnya aku update juga. Bab ini kubagi jadi 2 bab ya. Akan lgs kuupdate besok kalau votenya mencapai seratus, kalo nggak juga gpp. Hahaha.
Happy reading :)
***
Entah sejak kapan Rafael dan Candice bisa sedekat ini, Sankhara sama sekali tidak bisa memahaminya. Ia hanya ingat bahwa pertemuannya dengan Rafael sebagai wanita berjalan lancar sebagaimana pertemuan dua orang pada kencan buta pada umumnya.
Setelah kencan pertama berakhir, Rafael bahkan selalu mengirimkan pesan dan selalu menelepon setiap malam hanya untuk mengucapkan satu dua patah kata, "Selamat malam." Hal itu tentu saja membuat Sankhara kerepotan karena harus lebih pintar lagi menyembunyikan ponsel pribadinya –Ponsel Candice- dari pria itu. Ia bahkan sampai menyembunyikan ponsel Candice di dalam pakaian dalam, dan baru membalas pesan Rafael untuk Candice di dalam toilet.
Yang ada di pikiran Sankhara waktu itu, kencan Rafael dan Candice akan menjadi pertemuan yang pertama dan terakhir, namun ia sama sekali tidak menyangka bahwa permainan yang ia ciptakan akan berlangsung selama dan sepanjang ini. Siapa yang menyangka akan ada lagi pertemuan kedua, ketiga dan selanjutnya?
Dan disinilah mereka berdua berada, di sebuah cafe di tengah kota. Untuk kesekian kalinya Sankhara menemui Rafael dalam enam bulan terakhir sebagai Candice.
"Mengapa kali ini masih kamu yang membayar makanannya? Bukankah sudah kubilang bahwa kali ini aku yang akan membayarnya?" Sankhara bertanya dengan wajah jengkel kepada Rafael sesaat setelah pria itu selesai membayar makanan di kasir.
"Bagaimana lagi? Harga diriku hancur jika dibayarin wanita." Rafael tertawa sambil berjalan meninggalkan cafe tersebut.
Ucapan yang berunsur arogan itu sebenarnya membuat Sankhara merasa kesal, namun karena Rafael menjawabnya dengan setengah bergurau, rasa kesalnya pun menjadi sedikit berkurang. Ia kemudian mengekori Rafael menyelusuri trotoar pertokoan elit di Manggar.
Tiba-tiba langkah Rafael terhenti, sampai tubuh mungil Sankhara menabrak punggungnya yang besar.
"Duh, kenapa tiba-tiba berhenti?" Gerutu Sankhara sambil mengusap-ngusap dahinya yang menabrak punggung Rafael.
Rafael menoleh ke arahnya, menyunggingkan seulas senyum tipis yang sangat jauh berbeda dengan senyum mengolok yang biasanya. "Ada yang kelupaan," katanya.
"Apa?" Tanya Sankhara penasaran.
Dan tiba-tiba saja Rafael menarik tangan Sankhara, dan menggandengnya sebagaimana yang ia lakukan setiap mereka bertemu.
"Kalau tidak kugandeng, kamu bisa hilang kapan saja."
Rafael memalingkan wajah menghadap ke depan, sementara Sankhara hanya bisa menuruti kemauan Rafael tanpa banyak membantah. Ada secercah perasaan senang yang hinggap di hati ketika Rafael mengatakan hal itu. Sankhara merasa seperti diinginkan, merasa seperti ada yang takut merasa kehilangan dirinya untuk pertama kali.
Hey, ini bukan jatuh cinta kan? Tanyanya kepada dirinya sendiri.
Sepertinya memang iya, Ia menjawab pertanyaannya sendiri.
Sankhara mendesah frustasi. Ia menatap punggung Rafael lekat-lekat dengan tatapan miris. Ia meletakkan telapak tangannya di depan dada, dan suara jantung yang berdetak dua kali lipat lebih cepat bagaikan terdengar menggema di telinganya.
Aku pasti sudah gila, batinnya. Kenapa harus orang ini? Jelas-jelas dia bukan orang yang tepat.
***
Setelah menghabiskan waktu dengan makan, menonton dan berkeliling di Mall, Rafael akhirnya mengajak Sankhara ke sebuah pasar malam.
"Buat apa kita ke sini?" Tanya Sankhara bingung sambil menatap stand-stand di sekelilingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FUGOSTINE
RomanceTerlalu banyak rahasia. Itu yang Rafael Sridjaja sadari sejak ia pertama kali mengenal Candice Lamdy. Selama ini wanita itu selalu berada di sisinya sebagai lelaki cantik bernama Sankhara. Candice berada di sisi Rafael dengan sebuah misi untuk meng...