***
Sorry for late update. Keep vote and comment ^^
***
Malam itu sepulangnya ke rumah, Rafael tidak bersikap dan menyapa Sankhara seperti yang biasa ia lakukan. Setelah ia memarkir mobil di dalam garasi, ia melewati Sankhara dan masuk ke dalam rumah tanpa mengatakan apapun.
Sikap Rafael memang kerap kali berubah setelah ia bertemu dengan Candice, namun menurut Sankhara sikap Rafael kali ini adalah yang terparah. Sepertinya ucapan Sankhara saat di pasar malam tadi sudah keterlaluan.
"Anda pulang tepat pada waktunya. Saya baru saja selesai memasak." Sankhara memulai pembicaraan lebih dulu, mencoba mencairkan suasana yang mendadak berubah agak mencekam.
Tapi Rafael mengacuhkannya. Ia meletakkan sepatu di rak sepatu dan berjalan menuju westafel dapur untuk mencuci tangan.
"Saya dengar di berita, malam ini ada kemungkinan turun hujan deras." Lagi-lagi Sankhara mencoba mencari topik pembicaraan.
"..." Rafael mengelap tangannya dengan acuh, seolah Sankhara adalah manusia tembus pandang yang tidak bisa dilihat dan suaranya tidak bisa terdengar.
Dan ketika Rafael hendak masuk ke ruang kerjanya, Sankhara yang pantang menyerah kembali memanggilnya.
"Tunggu, Pak! Saya sudah masak capek-capek. Bapak nggak mau makan dulu?" Sankhara dengan pantang menyerah memanggil Rafael. Dan usahanya membuahkan hasil, Rafael menghentikan gerakannya memutar kenop pintu.
"Saya sudah makan. Kamu saja yang habiskan." Jawabnya tanpa berpaling sedikitpun dan langsung melenggang masuk ke dalam ruangan.
Sankhara melongo di tempat. Diliriknya makanan yang ia sajikan di atas meja makan sambil menghela nafas berat. Ia tahu bahwa Rafael marah kepada Candice yang menolaknya mentah-mentah, namun tidak seharusnya Rafael melampiaskan kemarahannya kepada Sankhara.
Perasaan Sankhara yang sekarang lebih seperti perasaan seorang istri yang kecewa karena sang suami lebih memilih jajan di luar ketimbang makan masakan rumah. Ia tahu Candice sudah mengecewakan, tapi paling tidak Sankhara belum pernah mengecewakan. Ia sampai memasakkan banyak sekali makanan agar mood pria itu semakin membaik, tapi usahanya ternyata sia-sia belaka.
Dengan cemberut Sankhara duduk di meja makan dan mencampur segala jenis lauk dan sayur ke dalam sebuah mangkuk beling berukuran besar. Ia memasukkan tiga potong ayam goreng, bayam, mie goreng, kwetiaw dan sepiring nasi putih, kemudian mencampur semuanya dengan kecap asin dan lima sendok makan sambal terasi. Sankhara mengaduknya semuanya sampai merata dan makan dengan kesal.
Bukankah Rafael yang menyuruhnya untuk menghabiskan semua makanan ini sendirian? Kalau begitu Sankhara akan membuat Rafael menyesal karena sudah melewatkan masakannya yang spektakuler... Dengan menghabiskan semua makanan ini agar seorang Rafael Sridjaja cepat bangkrut.
***
Sankhara tidak mengira bahwa kemarahan akan berlangsung lebih dari sehari dua hari. Hari ini adalah tepat seminggu setelah kejadian di pasar malam dan Rafael masih menganggapnya seperti tembok, tidak berniat sekedar menatap mata apalagi bicara dengannya, dan bahkan tidak pernah ingin lagi memakan masakannya.
Kesabaran seseorang diibaratkan seperti air yang memiliki titik didih. Ketika emosi melampaui batas dari pertahanan diri, ia akan meluap begitu saja tanpa memedulikan lagi seberapa banyak resiko yang harus ditanggung. Hal itulah yang sedang terjadi pada Sankhara sekarang. Kesabarannya mencapai batasnya ketika Rafael masih mendiamkannya di kantor untuk kesekian kalinya. Ketika Rafael hendak keluar ruangan untuk pergi ke ruang rapat, Sankhara menarik ujung lengan kemejanya, membuat Rafael mau tidak mau berbalik ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FUGOSTINE
RomanceTerlalu banyak rahasia. Itu yang Rafael Sridjaja sadari sejak ia pertama kali mengenal Candice Lamdy. Selama ini wanita itu selalu berada di sisinya sebagai lelaki cantik bernama Sankhara. Candice berada di sisi Rafael dengan sebuah misi untuk meng...