ENAM BELAS - Mungkinkah? (2)

592 107 36
                                    

***

Maaf updatean kali ini pendek. Aku sedang sangat sibuk didunia nyata dan banyak yang sedang aku pikirkan. 

Kuharap kalian tidak marah dan menghargai niatku meskipun updatean kali ini pendek. Tetaplah vote dan komen. Aku akan menyempatkan untuk membaca komen kalian dan update secepat yang aku bisa. 

Salam, Fey

***

Sankhara melongo di tempatnya. Ucapan Rafael terus-terusan berputar-putar di dalam kepalanya bagaikan kaset rusak.

"Tell me more about you, so we can continue to the next step."

Apakah maksudnya Rafael sedang menyatakan cinta secara tidak langsung padanya? Pada Candice?

Pertanyaan bodoh, batin Sankhara. Tentu saja pernyataan itu untuk Candice. Ia sedang menjadi Candice sekarang. Dan ia ingat, Rafael bukan seorang Gay.

"Kenapa kamu melamun? Apakah permintaanku terlalu berat?" Suara Rafael menyadarkan Sankhara kembali ke alam nyata. Rasa khawatir mulai melanda Sankhara, membuat perutnya yang semula baik-baik saja menjadi mendadak mulas. Ia terlalu tegang.

Bagaimana sekarang? Apa yang harus Sankhara jawab sekarang? Haruskah ia menjawab bahwa ia bersedia dan kembali melanjutkan kebohongan bahwa ia adalah adik kembar seorang Sankhara, padahal Candice dan Sankhara adalah orang yang sama?

Jika sampai hal itu terjadi, itu artinya 'misi-nya' akan selesai jauh lebih cepat dari yang ia bayangkan dan ia akan terbebas dari semua beban yang memuakkan itu.

Namun masalahnya disini, hati kecil Sankhara mengatakan bahwa ia merasa muak untuk meneruskan kebohongan ini.

Semakin ia meneruskan permainan ini, ia merasa bahwa bukan Rafael yang sedang terjatuh, melainkan Sankhara yang terjatuh semakin dalam di dalam permainannya sendiri.

Dan Sankhara akhirnya menemukan cara yang paling tepat untuk menghadapi permintaan Rafael .

"Bukan terlalu berat, tapi aku tidak berminat mengatakan apa-apa padamu," Sankhara menjawab lancar, tegas, dan juga menohok Rafael telak. Pada akhirnya ia tetaplah memilih menjadi seorang pengecut. Ia memilih untuk menghindar dan lari dari masalah.

"Aku menceritakan semua tentangku padamu," kata Rafael.

"Kapan aku memintanya?" Sankhara mendongak menatap Rafael. "Kamu yang menceritakannya sendiri. Aku disini hanya menjadi pendengar yang baik."

"Mau kemana?" Rafael menarik tangan Sankhara, ketika gadis itu memutuskan untuk pergi.

"Pulang," jawab Sankhara.

"Kamu lupa bahwa kita sedang menunggu sampai stand di pasar malam ini buka dua jam lagi? Untuk itulah kita ngobrol di sini, tapi kamu justru mau melarikan diri?"

Itulah yang sedang aku lakukan sekarang, El...

Melarikan diri darimu.

Sankhara tidak banyak bicara setelah itu. Ia hanya membuang muka dari tatapan Rafael dan menatap kosong ke satu arah.

Ia bukanlah orang yang pintar bersandiwara. Semua perasaannya entah itu perasaan senang, sedih, kecewa, ataupun perasaan bersalah akan tercetak sangat jelas di wajahnya. Ia tidak mau Rafael mengetahui apa yang ia rasakan sehingga ia lebih memilih menghindari kontak mata.

"Apa ada hal besar yang kamu sembunyikan sampai kamu tiba-tiba bersikap seperti ini?" Rafael bertanya lagi. "Kamu bertingkah seperti sosok yang tidak kukenal setiap kita membahas lebih jauh tentangmu. Kupikir kita ini sudah cukup dekat."

"Memangnya kamu kira kamu itu siapa?" Tanya Sankhara tanpa berniat menoleh sedikitpun kepada Rafael. "Hanya karena kita sudah mulai dekat, tidak berarti kamu berhak untuk tahu apapun mengenai aku. Hanya karena kamu yang membayar makanan yang aku makan, tidak berarti aku harus melapor apapun kegiatan yang aku lakukan. Hanya karena kita pernah pergi bersama, tidak berarti kemanapun aku pergi, kamu harus mengetahuinya. Setiap orang butuh privasi, dan sikapmu yang seperti itu memuakkan. Sadar nggak sih?"

Rafael terdiam. Matanya terus menatap Candice yang masih memunggunginya.

"Menurutmu begitu?" Tanyanya pada akhirnya.

Sankhara menjawab, "Iya."

Perlahan tapi pasti, Sankhara merasakan genggaman Rafael pada tangannya mengendur. Ada secercah perasaan kecewa karena Rafael menyerah untuk menahannya secepat ini. Bagaimanapun Sankhara adalah seorang wanita dan ia memiliki keinginan untuk diperjuangkan. Jika Rafael bisa melepasnya secepat ini, bukankah ajakan pria itu- untuk melanjutkan hubungan ke tahap berikutnya- hanyalah sekedar omong kosong belaka?

Ia melepaskan tangan Candice dan kembali berkata, "Kalau begitu yang kamu pikirkan, silahkan pergi. Aku tidak akan menahanmu."

Dan Sankhara memanfaatkan kesempatan itu untuk pergi dari Rafael. Di satu sisi ia merasa lega karena ia akhirnya bisa membebaskan diri dari situasi yang cukup rumit meskipun harus didahului pertengkaran, namun di sisi lain, ia merasa hatinya berdenyut perih.

Sebelum ia benar-benar menghilang dari sana, sayup-sayup ia mendengar Rafael mengatakan sesuatu.

"Hari ini aku belajar satu hal. Bahwa tidak semua kesungguhan akan dibalas dengan hal yang sama."

Sankhara sempat mengenyitkan dahi mendengarnya. Namun hatinya mengatakan bahwa ucapan tersebut bukanlah ucapan yang penting untuk dipikirkan sehingga ia hanya menganggapnya sebagai angin lalu.

Memangnya apa maksud Rafael mengatakan hal itu? Memangnya ia benar-benar bersungguh-sungguh ingin membangun hubungan bersama Candice?

Ayolah, siapa yang bisa menebak isi kepala seorang Rafael? Sankhara menasehati dirinya sambil berjalan pergi.

Sadarlah, Candice Sankhara Lamdy...

Dia itu Rafael. Pria dengan segudang teka-teki yang tidak akan bisa kupecahkan sampai kapanpun.

Jangan pernah jatuh cinta kepadanya. Jangan pernah.

Seberapa keras pun Sankhara menasehati dirinya sendiri, semua itu sudah terlambat. Debaran jantung dan rona merah di pipi setiap kali ia bersama Rafael, menjadi bukti bahwa ia telah kalah telak.

Tidak ada yang bisa menebak kapan cinta itu datang. Kadang ia bisa datang bersamaan dengan menorehkan luka.

TBC

FUGOSTINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang