***
"Kasus Lamdani Group akan tutup, Raf. Untuk kasus sengketa tanah, penyelewengan ijin dan jenis usaha, apalagi penganiayaan, Benny Lamdy terbukti tidak bersalah." Hansen Kosasih menjelaskan kepada Rafael.
Rafael meletakkan bolpoin yang dipegangnya lalu menjawab, "kita ajukan banding, Sen."
Pengacara muda itu tampak menggelengkan kepalanya dengan miris. "Situasi sudah berakhir begini, dan lo masih belum menyerah?"
"Siapa tahu Benny menang karena hoki," Rafael mengedikkan bahu menjawab asal.
"Lo tahu kalau ini bukan masalah peruntungan," kata Hansen. "Kemenangan Benny ini menjadi bukti bahwa dia bukanlah lawan yang sebanding buat lo. Sepertinya dia punya kenalan orang dalam di kejaksaan. Harusnya setelah kejadian ini, lo anggap kasus ini tidak ada, bukannya memperpanjang masalah."
"Gua hanya memperjuangkan apa yang menurut gua benar, Sen. Kalau tidak bersalah, bukan berarti gua pasrah sama keadaan. Bakal cari bukti lagi dan memenangkan kasus ini."
Hansen menghela nafas. "Gua tahu lo memang orang yang ambisius, Raf. But tugas gua sebagai sohib dan pengacara lo bertugas untuk ingetin lo sebelum semuanya bertambah rumit."
Rafael menatap Hansen, menanti kelanjutan ucapan sahabatnya itu.
"Kasus ini udah makin menjadi, Raf." Hansen menatap Rafael serius. "Benny Lamdy menuntut lo balik dengan tuduhan pencemaran nama baik."
"Oh ya?" Rafael tampak tidak peduli dan melanjutkan kembali kegiatannya membaca laporan.
Hansen yang merasa gemas dengan sikap Rafel yang terlampau tenang tersebut pun merebut laporan dari tangan Rafael, membuat bupati muda itu mau tidak mau menatap langsung kepada Hansen.
"Gua akan selesaikan masalah ini dengan jalur damai. Sebagai gantinya, lo cukup berhenti mencari masalah."
"Lari dari masalah itu not my style."Jawab Rafael.
"Tapi kadang kala untuk orang seperti lo, lo perlu untuk berdiam diri dan tidak melakukan apa-apa. Daripada lo melakukan apa yang lo mau dan situasi bertambah parah. Saat itu terjadi, gua merasa bahkan gua pun tidak bisa membantu walaupun gua ingin. Jadi sekarang, gua melakukan yang terbaik yang bisa gua lakukan sebagai seorang teman." Ucapan Hansen bertepatan dengan masuknya Sankhara ke dalam ruangan Rafael.
Menyadari kehadiran orang lain di dalam ruangan tersebut, Hansen mengakhiri pembicaraan dan pamit dari sana.
Melihat Rafael hanya menatap punggung Hansen tanpa berkata-kata, Sankhara menatapnya dengan perasaan bersalah.
"Maaf, sepertinya saya datang di saat yang salah ya, Pak?"
Rafael berpaling menatap Sankhara dan tersenyum seperti biasa. "Oh, tidak. Kamu justru datang di saat yang sangat tepat."
"Benarkah?" Sankhara bertanya sangsi.
"Ya. Jika kamu telat sedikit saja, bisa-bisa Hansen bisa menceramahi saya sampai malam." Rafael tertawa.
Ia kemudian mengarahkan pandangan kepada beberapa berkas yang ada di tangan Sankhara dan mengalihkan topik. "Jadi, mana dokumen yang harus saya tanda tangani?"
***
Sankhara baru saja selesai memasak salad udang kesukaan Rafael dan ia kemudian memanggil Rafael yang masih berapa di ruang kerja rumah dinas untuk makan malam bersama.
"Pak, tidak makan malam dulu?" Sankhara menyembulkan kepalanya dari balik pintu, namun ucapannya terhenti ketika melihat Rafael tidak sedang bekerja, melainkan sedang tertidur di atas sofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
FUGOSTINE
RomantizmTerlalu banyak rahasia. Itu yang Rafael Sridjaja sadari sejak ia pertama kali mengenal Candice Lamdy. Selama ini wanita itu selalu berada di sisinya sebagai lelaki cantik bernama Sankhara. Candice berada di sisi Rafael dengan sebuah misi untuk meng...