***
"Benarkah kamu tidak keberatan mengenalkan adikmu pada saya?" Tanya Rafael setelah Sankhara mengiyakan permintaannya.
Sesungguhnya Sankhara beberapa kali mempertanyakan dalam hati apa maksudnya Rafael mengatakan "Kalau saja kamu perempuan, mungkin saya bebas menyukai kamu sebanyak yang saya mau...", namun karena ia menolak pikiran bahwa Rafael adalah seorang gay- lebih tepatnya karena tidak terima kalau Rafael adalah seorang gay, Sankhara pun mengiyakan secara asal perkataan Rafael, sekalian ia bisa melihat reaksi pria itu. Namun siapa yang menyangka Rafael tampak begitu antusias setelah Sankhara mengatakan bahwa ia mau saja mengenalkan Rafael kepada 'adik kembar' yang sebenarnya adalah Sankhara sendiri.
"Cuma mengenalkan kan? Saya kira tidak ada salahnya. Adik saya orangnya terlalu introvert, Pak. Pergaulannya dulu selalu dijaga ketat oleh almarhum ayah saya. Orangnya sendiri cukup galak sehingga dia tidak memiliki teman dekat. Tapi saya pikir-pikir lagi, bukankah lumayan kalau dia dapat kenalan sarap seperti bapak? Biar dia sadar sedikit kalau hidup itu tidak selalu lurus, kadang perjalanan perlu berkelok-kelok sedikit agar makna hidup bisa terasa sedikit lebih berarti."
Rafael menatap Sankhara dengan tatapan speechless.
"Kenapa, Pak? Terpukau ya saya bisa bijak mendadak?" Tanya Sankhara dengan penuh percaya diri.
"Iya, bijak." Rafael menjawab datar. Dan beberapa detik kemudian, ia menjawab sembari tertawa, "Tapi kok agak kurang ajar ya?"
Tawa Sankhara berderai mendengarnya.
Saat itu Sankhara tidak sadar, bahwa itu adalah kali pertama ia tertawa lepas di hadapan Rafael . Pria itu menatapnya sambil tersenyum simpul, menikmati tawa Sankhara yang sudah berhasil menyita pikiran dan hatinya selama beberapa waktu terakhir ini. Dan ketika Sankhara berhenti tertawa dan kembali menoleh kepada Rafael, pria itu kontan berdeham dan kembali menetralkan wajahnya ke ekspresi semula.
"Semoga adik kamu tidak kurang ajar seperti kamu. Bisa-bisanya menghina dan menertawakan bos sendiri. Untung saja saya ini bos yang sangat murah hati," Rafael terkekeh.
"Ngarep, Pak? Kalau ada kakak yang seperti saya, adik saya pasti tidak jauh berbeda."
"Masa sih?" Rafael meragukan. "Saya kira tidak juga. Saya juga punya adik. Biarpun adik saya orangnya sangat menyebalkan, tapi saya tidak begitu." Rafael menjawab dengan tampang tidak berdosa, membuat Sankhara menatap wajah sok tak berdosa itu dengan tatapan jengah.
Wah, belum sadar diri dia rupanya.
***
"Jadi kapan kamu bisa menghubungi adikmu?"
"Maksudnya, pak?"
"Kamu bilang mau mengenalkan dia kepada saya. Jadi di mana dia sekarang?"
Seketika saja Sankhara menelan salivanya. Si raja singa ini ternyata sama sekali tidak bergurau. Sankhara sepertinya terlalu menganggap remeh Rafael sampai mengatakan hal yang tidak perlu karena terbawa perasaan. Namun bagaimana lagi? Ia sendiri penasaran dengan sosok Rafael di balik pekerjaan dan sosoknya yang sulit ditebak. Ia ingin mengenalnya sebagai seorang wanita, namun itu tidak mungkin karena ia telah salah memperkenalkan diri sebagai laki-laki.
Satu-satunya cara agar bisa melihat sisi lain dari seorang Rafael hanyalah dengan cara ini.
Ini kesempatan yang sangat bagus, batinnya.
"Apa kamu pikir saya bercanda, Sank? Saya minta kamu mengenalkan saya ke adik kamu karena saya ingin bertemu. Kamu memang tidak punya ponsel, tapi kamu hapal nomornya kan? Jangan bilang kamu tidak tahu nomor telepon dan keberadaannya sekarang?" Rafael menatap Sankhara curiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
FUGOSTINE
RomanceTerlalu banyak rahasia. Itu yang Rafael Sridjaja sadari sejak ia pertama kali mengenal Candice Lamdy. Selama ini wanita itu selalu berada di sisinya sebagai lelaki cantik bernama Sankhara. Candice berada di sisi Rafael dengan sebuah misi untuk meng...