Dari semua hal yang Bora nggak suka, dia paling benci satu hal, keheningan. Demi apa pun dia benci banget kalau sekitar dia nggak ada suara sama sekali. Baik orang ngomong atau suara benda, apa pun, asal jangan hening. Makanya kalau ngerjain apa pun, Bora akan ngeluarin suara sendiri. Kayak sekarang pas dia sama Reksa lagi coba ngejahit tusukan yang diajari Bu Erli tadi. Sebelumnya ibu Reksa udah sempat mengajari sebentar, dan sekarang mereka lagi dites.
Jujur buat saat ini, Bora duduk tenang aja nggak bisa. Cowok di sebelahnya, Reksa, terlalu ganggu konsentrasi. Dengan kaus hitam dan celana pendek, Reksa kelihatan santai banget, tapi sialnya dalam waktu bersamaan kelihatan ganteng banget juga. Entah cowok itu sengaja atau nggak, tapi kakinya yang panjang jadi terekspos dan bikin dia kelihatan sempurna sekarang ini.
Dari mulai bersila, selonjoran, angkat satu kaki, duduk kayak orang Jepang yang kakinya dilipat di belakang, sampai balik lagi bersila lalu ngulang semua gaya duduknya. Bora benar-benar nggak bisa diam! Tapi anehnya Reksa nggak komentar apa-apa dan tetap konsentrasi sama kerjaannya. Padahal Bora kira cowok itu udah bakal ngomel-ngomel sejak tadi.
Reksa noleh bentar lalu tiba-tiba berdiri dan naik tangga tanpa ngomong apa pun. Bora cuma bisa ngeliatin dengan bingung. Hari ini cowok itu benar-benar nggak bisa ditebak dan dimengerti. Masa iya sih beneran PMS? Kan cowok nggak ada kayak gituan, pikir Bora dalam hati. Ah udahlah, mungkin emang takdirnya bukan buat mengerti cowok itu.
"Nih!" Berbarengan sama suara itu, Bora ngerasa ada yang nimpa kepalanya. Lalu sesuatu berwarna hitam menjulur dari atas dan hampir nutup penglihatannya. Cepat-cepat Bora ambil barang itu, dan ternyata baju dan celana. Kening Bora langsung berkerut. Reksa ngasih dia baju? Cowok itu ... benar-benar nggak bisa diprediksi. Tadi galak, diam aja, terus sekarang tiba-tiba ngasih baju, tanpa penjelasan. Good.
"Ini?" Walau tahu itu jenis pertanyaan bodoh dan nggak berguna, tapi Bora tetap ngeluarin kata itu. Dia cuma butuh penjelasan buat otaknya yang susah nalarin sesuatu.
"Baju sama celana, kayak yang bisa lo liat. Biar lo bisa duduk lebih nyaman."
Dengar itu, mata Bora langsung berbinar-binar. Nggak nyangka kalau orang nyebelin kayak Reksa juga bisa perhatian, bahkan sama detail kecil yang nggak dia omongin sama sekali. "Jadi lo ..."
"Nggak usah mikir kejauhan! Dari tadi lo nggak bisa diem dan itu ganggu banget! Udah cepet ganti sana," potong Reksa cepat waktu sadar ekspresi dan mata Bora udah berubah. Gimana pun Bora tukang ngayal, dan Reksa udah tahu itu. Jadi mending dia jelasin dulu sebelum pikiran cewek itu melanglang buana entah ke mana.
Seketika Bora yang tadi senyum-senyum nggak jelas jadi cemberut. Emang harusnya dia nggak mikir baik tentang Reksa sama sekali. Cowok itu perhatian kayak gitu benar-benar cuma khayalan yang adanya di otak Bora. Kenyataannya, semua cuma tentang dirinya dan kenyamanannya.
***
"Gue nyerah!" Bora mengempas tubuhnya ke sofa belakangnya. Setelah sekian lama nyoba bongkar-pasang, dan tusukan yang disuruh Bu Erli masih juga belum rapi, dia positif menyerah. Benar-benar nggak sanggup lagi. "Mama lo mana? Bukannya tadi mau bantuin?"
"Kalo gini aja nyerah, gimana lo bisa yakin banget bikin ekskul baru?" jawab Reksa yang bikin Bora bingung. Kenapa tiba-tiba dia ngomongin masalah ekskul? Padahal nggak ada hubungannya sama sekali. Benar-benar manusia random.
"Kenapa tiba-tiba ngebahas ekskul? Lagian kalo masalah itu mah ada Kak Akas yang bakal bantuin, nggak bakal susah."
"Lo mau terus-terusan ngandalin orang lain?"
Pertanyaan Reksa kali ini berhasil bikin Bora tercenung. Sekarang dia mengerti kenapa cowok itu tiba-tiba ngomongin masalah ekskul. Untuk urusan ekskul itu, dia mengandalkan Akas, dan untuk tugas sekarang, karena Reksa bilang mamanya jago jahit, secara nggak sadar Bora juga jadi berharap banyak bisa dibantu.
"Kalo udah sadar, ayo usaha! Hidup nggak bisa tinggal enak aja berharap ada pahlawan yang tiba-tiba datang nolong dan ngeluarin lo dari kesulitan. Lo harus berusaha keras karena pasti ada masanya lo harus hadapin semuanya sendiri."
Sumpah! Bora benar-benar nggak nyangka kalau Reksa bisa sedewasa itu. Harus dia akuin kalau kali ini omongan cowok itu seratus persen benar. Entah itu cowok emang ada masanya jadi dewasa gini atau dia lagi benar-benar kesambet. Yang jelas, Bora suka bagian Reksa yang kayak gini.
Pas lihat Bora masih diam aja saking terpananya, Reksa langsung nyodorin kain dan jarum yang tadi cewek itu pakai. Yang disodorin langsung nyengir buat nutupin sebagian dari dirinya yang malu karena ketahuan segitu terpananya sama Reksa yang dewasa.
Bora mulai lagi dari awal. Jarumnya digerakkan ke belakang, lalu menerobos bagian bawah dan membuat jarak jahitan dua kali lipat dan naik lagi dan menusuk lagi di bagian tengah. Begitu terus diulang sampai satu kain lurus habis tak bersisa. Kali ini Bora mengurangi kecepatan dan berusaha sesabar mungkin. Akhirnya hasil nggak bohong.
"Akhirnya ya Tuhan!" Bora bersorak sambil kakinya mengentak-entak. Dia benar-benar senang akhirnya tugas kali ini bisa selesai. Walau tetap nggak sempurna, tapi paling nggak, ini hasil paling beres yang bisa dia lakuin. Dan entah barusan dia salah lihat atau gimana, tapi dia sempat nangkap senyum di wajah Reksa. Walau cowok itu sekarang udah masang muka nyebelin dengan alis naik setengah, seakan lagi ngeliat orang aneh.
"Buat prakarya yang disuruh Bu Erli, kita mau bikin tas atau baju?" tanya Reksa, nggak ngebiarin euphoria Bora berlangsung lama.
"Tas aja. Gila banget kalo gue harus bikin baju. Nggak sanggup!" jawab Bora cepat. Dia benar-benar nggak sanggup ngebayangin harus ngejahit satu baju utuh. Bisa-bisa sampai lulus belum selesai juga. Reksa mengangguk-angguk, dan itu berarti mereka udah sepakat dan Bora bisa pulang. "Baju sama celana ini gimana? Langsung gue ganti sekarang?"
"Bawa pulang, lah. Cuciin!" sahut Reksa sewot. Bukannya nggak tahu terima kasih, tadinya Bora juga berpikir buat bawa pulang dan cuciin, tapi kan biasanya ada aja orang yang nggak suka barangnya dibawa orang lain. Siapa tahu Reksa salah satunya. Eh tahunya cowok itu malah langsung sewot gitu. Huh!
"Ya udah. Gue bawa pulang dan cuciin. Paling lusa gue balikin."
"Nah ... gitu dong. Lumayan, itu baju akhirnya bisa bersih abis nggak dicuci dua minggu." Bora mengembuskan napas keras-keras. Emang Reksa nggak bisa dikagumi.
_____________________________________________
Hai! Part kali ini susah banget diupdatenya, untung berhasil! 😄
Di part ini Bora terpana banget sama kedewasaan Reksa yang nggak disangka-sangka. Kalau kalian gimana? 😄
Ditunggu vote, komen dan sarannya ya!
Sampai ketemu Kamis!
KAMU SEDANG MEMBACA
DRAMA [Sudah Terbit]
Teen Fiction[Sudah Terbit] DRAMA "Bangun, pilih gue yang nyata ada buat lo!" Jadwal update: SENIN & KAMIS __________________________________________________________ Merasa kesepian dalam keluarga, Bora selalu bayangin hidupnya sempurna kayak di drama Korea. Mak...