[12] Jangan Sampai Nyesal

15.4K 1.7K 581
                                    

"Yang namanya Anka yang mana sih?"

Cowok dengan baju berantakan tiba-tiba berdiri di depan kelas Anka dan meneriakkan pertanyaan tadi. Pandangan semua anak-anak yang masih tinggal di kelas pas jam istirahat ini langsung mengarah ke Anka. Membuatnya cuma bisa menatap bingung karena dia nggak kenal sama sekali cowok yang barusan teriak.

Begitu dapat jawaban tersirat dari seisi kelas, cowok tadi langsung berbalik sambil ketawa. Lalu segerombolan cowok, yang kayaknya teman si perusuh tadi, ikut muncul dari balik pintu sambil ketawa kencang-kencang. Mereka kelihatan senang banget pas mendorong salah satu temannya ke tengah kelas.

"Ternyata dia yang suka sama lo, Ram. Liat tuh penampilannya," ujar cowok yang teriak tadi, lalu dia ketawa lagi, sambil sok-sok tutup mulut, berasa lawakannya lucu banget. Padahal bagi Anka itu nggak lucu sama sekali. Bahkan buat anak-anak lain yang di kelas pun begitu. Nggak ada yang ketawa, kecuali gerombolan perusuh yang bikin mood Anka makin jelek.

Cowok yang dipanggil Ram tadi ngeliat Anka dengan alis terangkat setengah, seolah lagi nilai terus hasilnya nggak memuaskan. Lalu tiba-tiba bibirnya senyum miring dengan wajah merendahkan. "Yang kayak gini mah nggak level suka sama gue. Cupu gitu."

Sekarang gantian kening Anka yang berkerut. Orang-orang ini lagi kesambet apa gimana sih, dari tadi ngomong nggak jelas banget. Suka sama dia? Anka bahkan baru kali ini ngeliat cowok botak tumbuh kurus itu. Dan dari gerombolan itu, cuma beberapa yang Anka kenal sebagai geng gede di sekolah ini, geng anak-anak gaul yang nggak guna.

"Nggak usah sombong lo, Ram, masih syukur ada yang suka sama lo. Itung-itung buat jadi fan pertama, kali aja abis ini lo punya fans club."

"Mending nggak usah kalau isinya orang-orang kayak mereka," jawab cowok itu angkuh. Lalu dia menatap Anka sebelum pergi. "Nggak usah kebanyakan ngarep. Gue udah punya cewek inceran."

Anka menghela napas dalam-dalam setelah ngeliat mereka benar-benar pergi. Kayaknya kehidupan lagi nggak pengin banget dia tenang, dari kemarin ada aja yang ganggu kedamaiannya. Dan harusnya sekolah ini adain tes mental, biar orang-orang nggak waras kayak mereka nggak menuh-menuhin sekolah dan ganggu anak-anak yang mau hidup damai kayak dia.

"Ka, kantin yuk." Tiba-tiba Bora muncul di depannya, dengan senyum lebar yang bikin kangen. Ternyata dia bisa juga kangen sama sahabat kecilnya yang satu ini. Ngeliat senyum Bora yang ceria dan seakan tanpa masalah itu bisa banget bikin Anka kalem di situasi kayak sekarang.

Tapi sekangen dan sepengin apa pun Anka buat bareng sama Bora, dia jauh lebih takut mereka papasan sama cowok pengganggu itu. "Nggak deh, Yong. Gue lagi capek banget."

Bora mengerutkan kening. "Emang lo kenapa, Ka? Sakit?"

Anka menggeleng pelan. "Cuma lagi males dan capek jalan aja."

"Lo lagi ada masalah?" tanya Bora sambil mencondongkan badannya dan menatap Anka dalam-dalam.

"Nggak, kok."

"Yakin? Keluarga? Nilai? Sama temen-temen sekelas? Apa jangan-jangan sama guru?"

Anka memaksakan tawa kecil, yang saat ini kedengaran hampa banget. "Nggak ada, Yong, percaya deh. Gue nggak ada masalah apa-apa."

Bora meneliti wajah Anka sekali lagi dengan cermat sebelum akhirnya mengangguk pelan. "Oke, kalo gitu gue ke kantin dulu ya sama Karin."

Mendengar nama Karin, Anka mengerut. "Lo lagi bareng Karin? Andin mana?"

"Andin nggak masuk. Itu Karin lagi nungguin gue di luar," jawab Bora sambil menunjuk Karin yang lagi berdiri di depan kelas Anka.

"Lo sekarang sering bareng Karin?"

DRAMA [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang