Dari tadi Bora memperhatikan Reksa dengan cermat. Cowok ini fix aneh banget hari ini, tepatnya sekarang. Wajahnya datar, ekspresinya nggak kebaca sama sekali. Benar-benar nggak kayak Reksa yang selama ini dia tahu.
"Kita mau ngapain sekarang?" tanya Bora yang mulai bosan. Gimana nggak, sejak masuk rumah, cowok itu belum kasih tahu apa yang bakal mereka kerjakan sekarang.
Mendapat pertanyaan kayak gitu, Reksa melirik sana-sini, berusaha memikirkan jawaban yang paling tepat. Sial! umpatnya dalam hati. Dia belum mempersiapkan jawaban apa-apa. Mulut bodohnya ini cuma asal ngomong tanpa pikir panjang tadi buat ngegagalin Akas mengantar cewek itu pulang. Dan sekarang dia kesusahan sendiri cari alasannya.
"Buat pola tas," jawab Reksa asal. Dia harus jawab secepat mungkin supaya Bora nggak curiga.
"Kita kan belom diajarin. Emang lo bisa?" Bora memangku tangannya di depan dada sambil menatap Reksa tajam.
Reksa lupa! Saking paniknya cari jawaban secepat mungkin, dia sampai lupa kalau mereka masih diajari jenis-jenis tusukan dan belum masuk ke bagian pembuatan pola. Kalau begini terus bisa-bisa dia ketahuan cuma cari-cari alasan. "Kan bisa liat di internet."
"Emang lo kira gampang! Kalo belom tahu mau ngapain jangan ngajak ke sini. Pake alasan tugas pula, padahal belom diajarin," jawab Bora sambil manyun. Reksa memang nyebelinnya tiada tara. Kalau begini caranya mah, dia cuma buang-buang waktu. "Gue pulang aja, lah."
"Di luar hujan gede," cegah Reksa.
Bora mengikuti arah yang ditunjuk Reksa dan melihat jelas bintik-bintik besar turun dengan cepat. Pohon-pohon yang ada di sekitar juga bergerak miring. Bagus! umpat Bora dalam hati sambil mengembuskan napas keras-keras. Sekarang dia terjebak di rumah cowok nyebelin ini tanpa tahu apa yang harus dikerjakan dan kapan bisa pulang.
"Udah paling bener kita coba bikin pola tasnya. Lumayan kan bisa lebih cepet selesai." Reksa membela diri.
Bora menoleh sambil menyipitkan mata. "Kalau berhasil. Kalau nggak, kan jadi kerja dua kali!"
Reksa mengakui kalau apa yang barusan Bora bilang memang benar. Dia juga sebenarnya nggak yakin bisa bikin pola tas cuma dengan petunjuk di internet. Tapi mau gimana lagi, cuma dengan begitu dia bisa nutupin kenyataan kalau dia cuma cari alasan. Juga nahan cewek itu supaya nggak pergi secepatnya.
Sekian detik Bora menimbang. Nggak mungkin juga pulang sekarang, melihat gimana lebatnya hujan di luar. Maka dia duduk lagi dan berharap semoga Reksa itu super jenius jadi bisa mengerjakan segala sesuatu dengan baik, dengan sekali lihat. Walau kayaknya itu cukup mustahil, sih. Tapi Bora akan tetap megang prinsip. Berharap lebih baik daripada mematahkan kemungkinan.
Tanpa buang waktu, Bora langsung cari cara bikin pola tas di internet dan kasih lihat hasilnya ke Reksa. Untuk sesaat, cowok itu seakan jadi sosok yang beda. Dia kelihatan serius banget, sampai-sampai keningnya berkerut dalam. Kayaknya harapan Bora susah buat jadi nyata sekarang, karena halaman web itu dari tadi nggak di-scroll dan Reksa cuma terpaku di satu foto.
"Kalau udah mau nyerah panggil gue, ya," ujar Bora sambil menguap.
"Bor kecil." Reksa langsung menutup halaman web yang dari tadi nggak dia apa-apakan. Boro-boro mengerti, dari tadi dia cuma pura-pura karena nyatanya dia nggak bisa konsentrasi sama sekali.
"Secepet itu lo nyerah?" Bora menatap dengan alis terangkat setengah. Ini mah lebih dari harapan patah. Ibarat bunga, belum juga ditanam, bibitnya udah hilang ketiup angin.
Kalo buat lo nggak, kok.
"Laper soalnya, nggak bisa konsentrasi." Reksa mencari alasan. "Lo mau makan?"
"Emang lagi ada makanan?" tanya Bora ragu mengingat ibunya Reksa lagi nggak di rumah sekarang.
"Nggak ada, tapi bisa diadain."
"Emang lo bisa masak?"
"Bisa." Reksa terlihat yakin. Bora mengangkat alis nggak percaya. Dia aja nggak bisa masak, masa iya cowok nyebelin ini bisa. "Indomie," tambahnya.
Mau nggak mau Bora ketawa. Mi memang andalan buat yang doyan ngaku jago masak padahal biasa aja. Masih untung Reksa nggak jawab bisa masak air atau rebus telur. Eh tapi, waktu itu Bora juga pernah lihat orang yang mau masak telur pun harus dituntun dengan teleponan sama pacarnya. Jadi mungkin itu nggak bisa jadi standar masakan gampang juga kali, ya.
Seolah setuju dalam diam, mereka bangkit dan menuju dapur. Reksa mengangkat dua bungkus mi dan menyuruh Bora memilih. Lalu dirinya asyik dengan peralatan dapur sederhana, nggak lupa pakai celemek di badannya. Lagi, Bora ketawa kecil. Cuma mau masak mi aja gaya Reksa udah kayak koki ternama.
"Ini pertama kalinya," ujar Bora tiba-tiba saat Reksa lagi sibuk sama mi masakannya. Reksa mengangkat wajah sebentar, menunjukkan ekspresi bingung. "Dimasakin orang," jelasnya.
"Emang mama lo?"
"Bukan koki andal, jadi dia lebih milih nyerah daripada hasil masakannya diejek," jawab Bora santai, seolah itu memang keadaan sebenarnya.
Kening Reksa mengerut. "Masa sih? Gue pikir semua orang punya kepuasan tersendiri kalo bisa masakin buat orang yang mereka sayang. Gimana pun hasilnya, nggak penting. Yang penting nunjukin ketulusan perasaan kita," terang Reksa sambil curi-curi pandang.
"Lo lagi ngode?" tembak Bora langsung yang sanggup membuat detak jantung Reksa melonjak drastis.
"Udah selesai, nih." Jelas Reksa mengalihkan pembicaraan, membuat Bora tersenyum kecil.
Perut yang terlalu lapar membuat Bora mengurungkan niat untuk mengisengi Reksa dengan lanjutan omongan yang tadi. Mereka berjalan dengan mangkuk di tangan masing-masing menuju depan pintu kaca yang menghadap taman dan duduk di sana.
Dengan mudah, Bora terhanyut dalam suasana ini. Menikmati mi dengan uap yang mengebul sambil melihat hujan menari-nari membasahi tanaman-tanaman kecil di depan sana. Belum lagi ditambah suara dan aroma hujan saat mengenai tanah yang menguar kuat. Ah ... hidupnya terasa begitu damai saat ini.
Mungkin saking terhanyutnya, Bora sampai nggak sadar kalau Reksa sempat menghilang dan sekarang udah balik dengan gitar di pangkuannya. Petikan gitar ditambah suara Reksa yang lembut membuat Bora makin menikmati suasana, sampai badannya bergerak ke kanan-kiri pelan mengikuti irama lagu yang dinyanyikan cowok itu.
"Lagu apa itu?" tanya Bora nggak sabar, begitu Reksa menyelesaikan nyanyiannya.
"Perfect – Ed Sheeran."
Bora mengangguk-angguk sambil tersenyum. "Enak juga."
"Makanya jangan cuma tahu Korea," sindir Reksa yang bikin Bora ketawa. Mau gimana lagi, Bora udah terlalu cinta sama negara itu, jadi terpaku di sana. Dan baru merasa ada yang menarik sekarang, setelah dengar lagu yang dinyanyiin Reksa.
Selama Reksa nyanyi tadi, Bora nggak terlalu jelas nangkap liriknya, kecuali bagian I will not give you up this time dan now I know I have met an angel in person and she looks perfect. Pada dua kalimat itu, Reksa menyanyikan dengan penuh penekanan, seolah memang sengaja membuat kalimat-kalimat itu terngiang jelas di telinga Bora.
Bora meletakkan mangkuknya di lantai lalu memajukan tubuhnya dengan gerakan cepat sampai matanya jelas bertatapan dengan Reksa dalam jarak yang sangat dekat. "Lo lagi cari perhatian, ya?" Selama sekian detik, Reksa hanya diam, membuat Bora tersenyum penuh arti. "Kalau di drama, ini tandanya lo udah mulai suka sama gue. Tapi gue peringatin, jangan, ya. Karena kayaknya gue nggak bakal suka sama lo."
Masih kayaknya, kan?
_____________________________________________
Hai!
Part ini full Reksa - Bora! 😄
Yang kemarin komen part Reksa kedikitan, yang maunya ngebahas Bora doang tanpa yang lain, dan pastinya yang #teamReksa gimana? Apa part ini udah cukup atau masih kurang? 😅Lagu Perfect-nya Ed Sheeran beneran nemenin selama nulis part ini kemarin. Asli enak dan sweet banget lagunya. Bikin ngebayangin dinyanyiin Reksa beneran *eh 😝
Ditunggu vote, komen dan sarannya, ya!
Sampai ketemu Kamis!
KAMU SEDANG MEMBACA
DRAMA [Sudah Terbit]
Teen Fiction[Sudah Terbit] DRAMA "Bangun, pilih gue yang nyata ada buat lo!" Jadwal update: SENIN & KAMIS __________________________________________________________ Merasa kesepian dalam keluarga, Bora selalu bayangin hidupnya sempurna kayak di drama Korea. Mak...